30 April 2013

Konsisten Untuk Tidak Konsisten


We love you Liverpool!! We do!!
We love you Liverpool!! We do!!
We love you Liverpool!! We do!!
Oh Liverpool we love you!

Seperti biasanya saat mulai memasuki  menit-menit akhir di pertandingan yang dimenangkan oleh Liverpool, chant “We love you Liverpool” mulai diteriakan oleh para fans yang juga sudah biasa untuk melihat tim kesayangannya menuai hasil menang seri maupun kalah bergantian secara adil.

Chant itu terdengar lagi saat Liverpool unggul atas Newcastle hari minggu lalu dengan skor 0-6. Betul, saya tidak salah menulis hasil akhir pertandingan yang menjadi kemenangan away pertama di EPL dengan skor lebih dari 0-5 musim ini. Mau lebih keren? Kekalahan yang diterima oleh Newcastle atas Liverpool kemaren adalah kekalahan kandang terbesar mereka sejak 1925! Betul, sekali lagi saya tidak salah tulis dengan fakta diatas.

Benar-benar hasil yang sangat spesial -terlepas dari  peringkat Newcastle saat ini- untuk Liverpool. Perlu dicatat hasil ini didapatkan saat Luis Suarez absen akibat…. Ah, sudahlah. Liverpool yang hampir sepanjang musim selalu disebut sebagai One Man Team oleh fans lawan karena permainan yang terlihat sangat Suarez-centris dimana aliran bola selalu tertuju kepada Suarez, malam itu seakan menjawab cibiran dari para fans tersebut. Hadirnya Sturridge dan Coutinho yang didatangkan dari bursa transfer di Bulan Januari lalu menjadi jawaban dari jajaran direksi, pelatih dan scout -kalau masih ada- dari Liverpool  atas minimnya pilihan alternatif di sektor penyerang.

Kembali ke pertandingan saat melawan Newcastle, malam itu kita dibuat lupa akan absennya Luis Suarez yang di pertandingan sebelumnya melawan Chelsea baru saja membuat rekor sebagai permain Liverpool pertama yang mencetak 30 dalam satu musim di semua kompetisi, sejak Fernando Torres pada musim 2007/08. Kita disihir oleh aksi-aksi dari Jordan Henderson yang tidak pernah berhenti bergerak seakan-akan siap untuk bermain bola selama 180 menit, juga oleh Daniel Sturridge dengan goyang absurdnya setelah mencetak gol yang jujur sangat saya tunggu. Jangan lupa dengan aksi dari Coutinho yang mungkin membuat Inter Milan menyesal menjualnya ke Liverpool dengan harga yang bisa dibilang sangat murah, bahkan kalo harga Coutinho dikali dua belum lebih mahal dari harga pemain favorit kita semua Stewart Downing.





Tanpa Luis Suarez, aliran bola lebih merata. Coutinho yang bermain sedikit ke tengah membuat Steven Gerrard lebih santai dalam menjalankan tugasnya di lini tengah bersama Lucas. Henderson yang bermain sebagai sayap kiri ghaib saat menyerang tiba-tiba bisa berada di tengah bersama Gerrard dan Lucas. Downing selalu menjalankan tugasnya dengan baik untuk mengcover areanya saat Glenjo ikut membantu penyerangan, saya yakin 2 musim bersama Liverpool sudah cukup untuk Downing mengetahui kekhilafan Glenjo yang terkadang lupa untuk kembali ke areanya setelah ikut menyerang. Agger dan Carragher yang selalu memberikan 110% di setiap pertandingan, intinya, semua pemain Liverpool malam itu bermain hampir sempurna.

Tapi disinilah masalah hadir, Liverpool sebagai klub yang konsisten untuk tidak konsisten dalam beberapa tahun kebelakang selalu saja mengulang cerita yang sama. Menang besar melawan tim papan atas kemudian kalah tidak terhormat oleh tim antah berantah minggu selanjutnya. Para fans Liverpool dibuat terbiasa untuk menerima kekalahan, sudah berapa kali saya dibuat kesal oleh ulah dari beberapa fans yang saat Liverpool kalah seakan haram untuk melihat kritik atau ketidakpuasan beberapa fans lainnya dengan menulis ‘Ingat Kop Pledge bro!’ atau ‘YNWA! Dasar karbit lo!’ please… You’ll Never Walk Alone itu bukan berarti tim lo kalah terus meraka ga salah dan kebal kritik.

Minggu nanti kita akan melawan Everton, wajib menang. Ini masalah gengsi, mau tak mau harus kita akui mereka berada di atas kita secara peringkat dan mereka masih memiliki peluang untuk bermain di Liga Champions musim depan. Kita? Musim depan lah………

@azmimgd

Read more ...

29 April 2013

Siapa Bilang Jordan Henderson Biasa-Biasa Saja?

Saya termasuk salah satu orang yang tidak menyukai tim kebanggaan saya di rendahkan. Saya yakin, begitu pula dengan anda. Menurut saya, bentuk kedewasaan seseorang dalam hidup bukan dinilai dari betapa sabarnya anda mengalir menghadapi cobaan. Mengutip kata-kata dari mantan klub tim sebelah, yang jelas sudah sepatutnya kita benci, "only dead fish, go with the flow."




Tentunya saya tidak akan mengganggu gugat pendapat anda mengenai pandangan hidup. Apakah anda akan diam saja menunggu Sang Maha Kuasa bertindak atas apa yang telah perbuat, atau bertindak melawan. Saya bukan penganut paham atheisme atau meragukan kuasa-Nya tapi saya akan memilih pilihan yang kedua. Bagi saya, Sang Pencipta akan bertindak jika kita memang memperjuangkan apa yang kita ingin, dalam konteks ini tentu saja melindungi apa yang menjadi kebanggaan saya, selanjutnya biar Ia yang menentukan.

Jordan Henderson, dilain pihak adalah seseorang yang jarang keluar ke media karena kontroversi atau karena kehidupan glamornya. Ia lebih banyak muncul karena kemampuannya dalam bermain sepakbola, ambil contoh saat ia masih bermain untuk Sunderland. Ia mengenakan nomer 10 belum genap berumur 20 tahun dan ia dengan gagahnya mengobrak-abrik pertahanan Chelsea. Liverpool beruntung mendapatkan tanda tangannya awal musim lalu dan seperti layaknya seorang yang mempunyai image bawaan English sejati, ia didapatkan dengan mahar yang cukup lumayan menyayat hati, 16 juta Pounds.

Harganya nyaris menyaingi pemain favorit kita semua, Stewart Downing yang hanya 4 juta Pounds lebih mahal dari dirinya. Berumur 20 tahun saat baru dibeli dan yang ditawarkan oleh kapten England U-21 maupun U-23 ini lebih banyak hal negatifnya daripada positifnya.

Ia dengan bangga mengenakan nomer punggung 14 yang berarti akan menyinggung keberadaan sebagian besar supporter untuk membandingkannya dengan pemain yang membuat sulit move on, Xabi Alonso. Seperti enggan membiarkan Henderson sebuah ruang untuk menjadi dirinya sendiri, beberapa pundit jempolan dan para supporter lain mengaitkan harganya yang selangit dengan performanya, yang menurut saya juga, memang biasa-biasa saja.

Lalu apakah dengan itu ia tidak bisa sukses dan memang tidak memiliki fondasi untuk sukses? Dikaitkan dengan filosofi tak berdasar pada paragraf diatas, Henderson mempunyai 2 pilihan yang sama-sama bijak. Pasrah atau mencoba yang terbaik terlebih dahulu dan menyerahkan hasil akhirnya pada Tuhan.

Pemain ini menarik perhatian saya sejak awal ia bergabung. Jujur, kenapa saya tidak melanjutkan rangkaian kata saat ia di Sunderland meremukan Chelsea adalah karena saya memang tidak memperdulikannya saat bermain di tim lain. Henderson mempunyai kemampuan untuk sukses karena ia mempunyai first touch yang luar biasa baik sebagai modal utama pemain tengah, dan kerendahan hati untuk bermain out of position sekalipun tanpa mengeluh.

Ia mengingatkan saya kepada Lucas di awal-awal kedatangannya. Dan saya tidak ingin mengulangi kesalahan dengan ikut-ikutan mencaci Henderson, bagi yang melewatkan artikel saya sebelumnya bahwa saya menggambarkan Lucas seperti Si Itik Yang Buruk Rupa. 

Cacian ketidak puasan muncul karena ia tidak memenuhi ekspektasi musim lalu, dan sama sekali nyaris bermain tanpa rasa percaya diri. Kenny Dalglish dalam konteks ini gagal mengeluarkan potensi terbaiknya karena lebih sering menempatkannya sebagai sayap kanan tradisional untuk melepaskan crossing kepada pemilik kuncir Kuda paling subur di Inggris. Saat Lucas cedera panjang, menempatkannya sebagai pendamping Steven Gerrard dalam formasi 4-4-2 juga hampir bisa dibilang gagal karena ia bukan pemilik tekel yang menawan agar mengimbangi Gerrard yang khilaf terlalu sering meninggalkan posisinya sebagai gelandang tengah.




Pun dalam hal ini, anda sangat beruntung jika masih bisa memperhatikan bahwa ia sesungguhnya memiliki potensi. Tuhan bekerja dengan kuasanya melalui dewan direksi klub membuat Brendan Rodgers menggantikan Dalglish awal musim ini. Bagi anda yang percaya Henderson bisa sukses ini adalah titik awal, dan itu terjawab. Tidak secara langsung tapi melalui proses.

Kembali ke awal masa penutupan deadline day 31 Agustus tahun lalu, beberapa kabar yang menyebutkan dan layak untuk dipercayai bahwa Liverpool menginginkan Clint Dempsey dan itu tampaknya benar setelah Ian Ayre menunggu sebuah kabar baik yang tak kunjung ia dapatkan. Lampu kantor telah dimatikan, tidak ada kegiatan malam itu selain tatapan kosong Ayre kearah jendela menunggu seorang tambahan striker di squad Liverpool yang lebih kecil daripada lubang kunci pintu rumahnya.

Clint Dempsey namanya, seorang Amerika berposisi sebagai gelandang serang yang musim lalu di Fulham sukses mencetak 17 gol, lebih banyak dari Luis Suarez atau Andy Carroll yang lebih sibuk mengarahkan bola ke tiang gawang daripada ke jaring. Fulham menolak tawaran Liverpool yang rumornya kehabisan dana untuk memboyong orang ini, dan sebagai tambahan mahar Liverpool siap memberikan seorang pemain yang gagal menemukan kepercayaan dirinya. Dan tetap gagal, Dempsey memutuskan untuk pindah ke klub London lainnya, Henderson tetap memakai nomer 14.

Saya senang malam itu berakhir dengan kegagalan, mungkin berakibat fatal ke hari ini tapi dengan keyakinan menggebu membawa kepercayaan bahwa hari esok lebih baik menjadi fondasi untuk tetap mendukung Henderson.

Ke masa kini, kemarin Henderson adalah bintang. Ia berposisi berbeda dengan Alonso tapi ia sekilas membuat saya berfikir bahwa Alonso hidup dibagian buku yang sudah saya tutup untuk memulai bab baru untuk dibaca, faktanya yang bernomer 14 ini juga punya potensi yang mungkin bisa sama baiknya dengannya.

Bermain out of position sebagai winger kiri bohongan dengan ikut bermain di tengah, dengan ciri khasnya. Bukan hollywood passes seperti trade mark Steven Gerrard atau Alonso. Track back dan permainan simple passnya menawan. Mungkin Coutinho yang menawan lewat pisau yang ia bawa dikakinya, menyayat hati ribuan supporter Newcastle yang pulang duluan tak lagi sanggup menahan kepedihan. Tapi entah mengapa, 1 hal yang tak terlupakan adalah telur yang direbus ini masih setengah matang tapi sudah sangat menggiurkan. Dikatakan bopeng-bopeng berbentuk oval yang tak sempurna dan dibeli dengan harga yang terlalu mahal dipasar, mulai mencuri perhatian kita calon pemakan telur ini.




Kerendahan hatinya untuk turun menjadi bek kanan atau bermain di posisi manapun, atau mungkin jika anda ingat saat Brendan Rodgers dan nyaris seluruh tim menderita serangan virus saat melawat melawan Queen Park Rangers, Henderson tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk membuktikan dirinya bahwa anda salah menilainya dengan wajah pucat pasi saat diganti adalah salah satu yang sudah semestinya anda beri apresiasi.

Beberapa orang diberi kesempatan untuk membuktikan diri, lewat kerja keras dan semangat pantang menyerah. Ketidak inginannya untuk bermain di Fulham tapi bermain untuk Liverpool walaupun dari bangku cadangan adalah bentuk sejati bagaimana seorang manusia sesungguhnya harus bereaksi terhadap nasib. Tapi bagi beberapa orang hilang seperti angin seperti Christian Poulsen atau Paul Konchesky yang memang tidak diinginkan tanpa kesempatan, yah.. Mungkin belum jodoh.

Henderson memang bukan Coutinho yang membawa bakatnya dalam satu koper saat pindah dari kota Milano, tapi siapa bilang Jordan Henderson biasa-biasa saja?

@MahendraSatya
Read more ...

24 April 2013

Suarez "Pantas" Meninggalkan Liverpool

Ironis. Ketika Luis Suarez memutuskan untuk bergabung dengan sang pesakitan, Liverpool. Salah satu pemain terbaik Ajax Amsterdam dan Uruguay ini, memutuskan bergabung dengan Liverpool dengan ekspektasi tinggi. Ya, Suarez jelas siap berduet dengan striker terbaik Liverpool pada medio tersebut, Fernando Torres. Bisa dibayangkan bagaimana ganasnya lini depan Liverpool jikalau keduanya menjadi pasangan di lini depan.



Sayang, duet maut itu hanya jadi angan-angan ketika Torres memilih untuk memberikan uang cukup banyak bagi tim yang dicintainya tersebut. Nomor 9 pencinta jersey Long Sleeve ini pun hijrah ke Chelsea dan digantikan oleh partner in crime Vicky Vette, Andy Carroll.

Duet Suarez-Carroll kurang terlihat menggigit. Suarez memang berhasil memikat mata seluruh penggemar Liverpool lewat aksi brilian dan semangat tanpa henti, tapi Carroll malah tenggelam. Salah satu striker "yang dibilang" terbaik di Inggris gagal menunjukkan kapasitas dan dipinjamkan ke West Ham United musim ini.

Suarez pun bekerja sendiri musim ini. Entah sudah berapa pertandingan golnya menyelamatkan Liverpool dari rasa malu. Ya, Suarez bermain hebat di kala Brendan Rodgers menjadikan filosofi dan waktu sebagai alasan The Reds tidak konsisten. Kerja Keras Suarez musim ini membuatnya berhasil mencetak 30 gol sepanjang musim di semua kompetisi.

Sayang seribu sayang, terlepas dari kontroversi cukup lama, kebodohan Suarez kembali tercipta 5 laga sebelum laga berakhir. Entah gemes, sayang, atau nafsu, El Pistolero menggigit lengan Branislav Ivanovic tanpa alasan. Wasit Kevin Friend memang tidak menanggapi itu, meski Ivanovic beberapa kali meminta pertanggungjawabannya.

Suarez sendiri sudah meminta maaf kepada Ivanovic saat di lapangan serta di luar lapangan. Namun, entah mengapa ada kabar bahwa Ivanovic tak menerima maaf Suarez. Permintaan maaf Suarez di akun twitter sudah diajukan. Ian Ayre dan Rodgers sendiri sudah angkat bicara. Mereka menganggap semua masalah ini murni kesalahan sang pemain.

The Reds juga sudah memberikan sanksi kepada Suarez. Suarez diharuskan menyumbangkan dana ke Hillsborough Family Support Group. Hukuman dari FA juga tinggal menunggu waktu. Hampir seluruh media di Inggris menjadikan insiden ini sebagai headline. Berbagai spekulasi mereka buat, pendapat para pandit pun tak lupa disematkan. Ya, saya yakin Suarez tak akan lagi bermain pada sisa musim ini.

Namun, apakah dia akan bertahan di Liverpool atau pergi pada musim depan. Sang pemain sudah berkali-kali mengatakan akan bertahan. Dia bilang Liverpool adalah salah satu tim terbaik di dunia (Hiperbola luar biasa pada saat ini) dan baru menandatangani kontrak anyar awal musim.

Sang Don Juan, Ayre, juga mengatakan tak ada rencana untuk melepas pemain terbaik Liverpool pada musim ini. Liverpool mungkin akan menjadikan Aston Villa, Wigan Athletic, dan Southampton sebagai rival jika tidak memiliki Suarez.

Jelas semua suporter The Reds harap-harap cemas apakah Suarez musim depan tetap di Anfield atau pergi. Pernyataan bertahan Suarez dari dirinya sendiri dan Ayre pun sama sekali tidak berpengaruh. Banyak tim besar yang berminat dengan salah satu pemain dengan skill terbaik di dunia itu saat ini. Bayern Munchen dan Barcelona sempat dikabarkan berminat untuk membelinya musim panas nanti.

Jika dipikir dengan akal sehat, Suarez jelas lebih baik hengkang. Beban yang dia tanggung dan tekanan media berbanding terbalik dengan kondisi tim. Saya tak mau menganggap FA memerlakukan Suarez tidak adil, walau itu kenyataannya.

Apalagi Revenue menjadi prioritas ketimbang kesuksesan instan tim bagi FSG. Banyaknya passing dan rekor sebagai tim termuda Premier League sudah menjadi kebanggaan tersendiri bagi mereka. Warrior Apparel, Garuda Indonesia, serta Honda menjadi rekrutan terbaik ketimbang Daniel Sturridge dan Philippe Coutinho.

Jika ada yang menawar Suarez lebih dari 40 juta pounds atau lebih, saya lebih dari yakin Suarez akan pergi. Bukan kemauan dia, tetapi hasrat FSG ini bisa menyelamatkan Suarez dan membuatnya berada di titik nyaman. Suarez pantas meninggalkan Liverpool. Suarez patut mendapatkan apresiasi dan perlakuan yang lebih baik daripada di Inggris. Saat ini, Liverpool tak pantas memiliki Suarez. We don't know, how to treat him.

Suarez akan sempurna bersama Bayern dengan Pep Guardiola sebagai pelatih anyar. Suarez akan sangat mengerikan saat bermain bersama Lionel Messi, Xavi Hernandez, dan Andres Iniesta. Tapi, Suarez hanya bisa jadi pahlawan bersama Liverpool. Otak saya mengatakan dia akan pergi. Tetapi layaknya seorang kekasih, apapun yang terbaik untuknya saat ini, akan saya aminkan. Kebahagiaan kita semua ketika dia tetap mengikuti omongannya untuk bertahan. Tapi, ketika seorang kekasih sudah tak nyaman, kita tak akan memaksanya tetap bersama. Saat ini, Suarez pantas mencari kekasih baru yang membuatnya lebih nyaman dan bergairah.

@FakeRegista
Read more ...

15 April 2013

Persembahan untuk 96 Malaikat Merseyside


Jujur, awalnya saya merasa tak memiliki kapasitas untuk menulis insiden ini. Ya, saya kadang menulis sesuatu yang berkaitan langsung dengan sepak bola. Entah berita, gosip, bahkan nyinyiran berbagai hal (termasuk tim sendiri). Tapi kali ini saya akan mencoba memberikan opini tentang salah satu tragedi paling menyesakkan di dunia sepak bola. Terkhusus untuk fans Liverpool, 15 April 1989, Saat dimana tragedi Hillsborough melenyapkan nyawa 96 orang tak berdosa. Saat itu laga semifinal Piala FA antara Liverpool melawan Nottingham Forest.



Saya tak ingin bercerita panjang mengenai kronologis insiden tersebut. Sebagian besar dari kita pasti sudah tahu mengenai 96 saudara yang datang dengan niat baik itu, harus meregang nyawa karena tergencet dan terinjak-injak itu. Kapasitas stadion yang tak memadai memaksa para suporter terjebak. Saling berebut masuk, akhirnya korban pun berjatuhan.

Entah gila atau stres, ketika pihak kepolisian South Yorkshire, tiba-tiba berperan seperti polisi Indonesia pada umumnya. Ya, saat itu mereka lebih seperti mafia yang sama sekali tidak memberi bantuan untuk suporter yang minta tolong.

Menjadi lebih gila ketika Sang Media yang mengaku sebagai "Matahari"nya media di Inggris, membuat pernyataan palsu berjudul The Truth, beberapa hari setelah tragedi itu. "Suporter memanfaatkan korban dan mencuri","Suporter mengencingi polisi", "Suporter dengan sengaja datang pada waktu mepet". Ironis ketika kebohongan tersebut terurai jelas ke seluruh Inggris dan terpampang di cover sebuah koran. Kevin MacKenzie is the man.

Tak ayal, seluruh masyarakat Liverpool yang sedang berduka pun dipastikan mencap The Sun sebagai media pembohong. Liverpool memastikan diri anti terhadap The Sun mulai saat itu hingga kini. Namun, keadilan itu belum didapatkan. Keadilan itu masih dicari dan seorang ibu bernama Margaret Aspinall pun membuat sebuah organisasi bernama Hillsborough Family Support Group.

Perjuangan mereka sangat jelas untuk mencari fakta sebenarnya dan keadilan untuk anak serta kerabat mereka yang menjadi korban. Ironis ketika Perdana Menteri Inggris, David Cameron, baru mengakui itu 24 tahun kemudian.

Meski sudah mengakui kesalahan terjadi pada pihak kepolisian saat itu, tetap saja keadilan masih ditunggu. Berbagai tim di belahan dunia pun masih terus memberikan penghormatan untuk Liverpool. Di Jerman, ada Duo Borussia yang paling setia. Borussia Monchengadbach memberikan dana sangat besar sesaat setelah tragedi terjadi dan Borussia Dortmund, salah satu klub yang memiliki fans paling "Gila" di ranah Jerman, acap kali membuat banner "Justice For The 96" dan bernyanyi YNWA.

Duo Rival Abadi di Skotlandia, Glasgow Celtic dan Glasgow Rangers pun memberikan tribut yang luar biasa untuk Tragedi Hilsborough. Everton menjadi klub yang dengan setia mendampingi Liverpool. Mereka membuat kota Liverpool seperti tak ada rivalitas. Mereka juga merasakan hal yang sama dan beberapa dari mereka pun ada yang kerabatnya "pergi" karena tragedi Hillsborough.

Jika ingin menyebut siapa saja klub yang memberi simpati untuk Tragedi ini, rasanya artikel ini tak kunjung selesai. Hari ini, tepat 24 tahun Insiden Hillsborough. Saya belum pernah memberikan donasi langsung kepada HFSG. Saya hanya bisa memberi simpati dan dukungan dari kaos yang saya pakai tiga kali seminggu. Kaos bertuliskan angka 96 layaknya nomor punggung. Ketika rekan-rekan kerja saya sampai bosan melihat saya memakai kaos itu, itu hanya sekedar semangat dan doa yang saya berikan untuk mereka 96 malaikat luar biasa.

Ya, saya hanya bisa membuat tato dengan gambar obor dan angka 96 di pergelangan tangan kanan. Hal-hal kecil seperti itu yang baru bisa saya lakukan. Mudah-mudahan ketika datang saatnya nanti, saya dan seluruh suporter Liverpool di Indonesia dapat memberikan penghormatan lebih untuk Tragedi paling menyedihkan di dunia sepak bola ini.

Dan tulisan ini. Jelas tulisan saya sangat tidak mendalam mengenai Tragedi Hillsborough. Karena masih banyak perjuangan luar biasa dari para pejuang Hillsborough yang belum saya tuliskan disini.

Saya menulis ini dengan tangan gemetar dan mata basah. Tulisan ini setidaknya akan kekal abadi. Tulisan ini untuk mereka yang tidak mendapat keadilan. Tulisan ini untuk Margareth Thatcher yang sedang menari-nari di neraka paling dalam bernama Jahanam.

Kalian boleh menghina klub kami yang tidak juara Liga Inggris selama 20 tahun-an. Kalian boleh menyerang kami sebagai tim paling tak konsisten di Inggris. Tapi jika kalian menyerang Tragedi Hillsborough, jangan kaget jika reaksi kami layaknya pasukan tentara Indonesia saat melawan Belanda dan Jepang jelang kemerdakaan 1945.

JUSTICE FOR THE 96!!!

@FakeRegista
Read more ...

Si Bawang Lain Yang Terkupas


Keberanian adalah hal yang sulit untuk dicari. Anda dapat memiliki keberanian berdasarkan pada ide atau kesalahan bodoh. Tapi anda tidak seharusnya mempertanyakan hal tersebut pada orang dewasa, pada guru atau pada pelatih. Karena mereka yang membuat peraturan. Mungkin mereka tahu yang terbaik, mungkin pula tidak. Ini semua tergantung siapa diri anda, dan darimana anda berasal?


Inggris mengklaim diri mereka sebagai Negara pertama yang melahirkan olahraga sepakbola. Tak ada yang menentang, bahkan oleh Negara Brazil yang notabene sebagai pemilik 5 gelar piala dunia. Di Inggris Sepakbola adalah industri. Hal ini terlihat dari ribuan klub di Inggris, mulai dari yang amatir hingga professional. Biasanya klub-klub professional mendapatkan suplai pemain dari klub-klub amatir.

Banyaknya jumlah klub ini tentu berbanding lurus dengan jumlah anak yang bermain sepakbola di Inggris. Namun, dari ratusan ribu anak tersebut tidak sedikit anak/pemuda yang kemudian berhenti. Lebih sedikit yang kemudian bermain di tingkat semi-profesional. Dan hanya segelintir saja yang menginjakkan kaki di taraf profesional, yaitu mereka yang punya kemampuan dan mental diatas rata-rata saja. Bisa kita bayangkan betapa beratnya jalan untuk menjadi pemain profesional di negeri Ratu Elizabeth ini bukan.

Stewart Downing adalah satu dari jutaan anak/pemuda lain yang bisa menjejakan kakinya di tingkat profesional. Lahir di Middlesbrough, kemudian ia tumbuh dan menjadi fans dari klub asal timur laut Inggris tersebut. Downing dibina di akademi klub Middlesbrough. Dimana dia juga pasti melalui berbagai macam tahap yang dilalui para pemain muda lainnya di Inggris. Dari setiap tahap tersebut, kemampuan dan mental seorang pemain akan dibentuk dan terseleksi. Pada umur 17 tahun, ia sudah bermain untuk tim senior. Downing memulai debutnya pada pertandingan liga Inggris melawan Ipswich Town, namun ia hanya tampil beberapa kali pada tahun 2002. Selama periode 2001-2009, Downing dengan setia membela panji Middlesbrough, bahkan dia menjadi pemain kedua terlama yang pernah membela Middlesbrough. Karena Middlesbrough terdegrasi, ia pun memutuskan pindah ke Aston Villa.

Dua tahun membela Aston Villa, gelandang yang memiliki kemampuan di atas rata- rata untuk ukuran pemain kidal, kemudian direkrut King Kenny ke Anfield dengan mahar kurang lebih 18 juta pound. Dasarnya? Dalam catatan Opta, gelandang berpostur ideal, 180 cm, ini mampu mencetak waktu rata-rata 11,2 detik untuk berlari di jarak 100 meter, sepanjang musim 2010. Kaki kidalnya juga sangat berbahaya tatkala mengirim sepakan keras ke arah gawang lawan. Eksekusi free kick-nya juga tergolong istimewa. Keunggulan lainnya yang merupakan modal berharga sebagai pemain sayap, adalah kemampuannya mengirim umpan sempurna untuk tukang gedor. Hal inilah yang dibidik Dalglish, untuk memaksimalkan Andy Carroll dan Luis Suarez kala itu.

Statistik memang tak bisa menjadi tolak ukur mutlak. Peforma musim perdana Downing menjadi bukti nyata. Bermain nyaman dengan kepercayaan tinggi dari King Kenny di sepanjang musim EPL 2011/2012, berakibat pada kaki kidalnya itu yang kemudian bersih dari gol maupun assist. Downing bagai seseorang yang iseng menyerang sarang lebah, akibatnya ia pun di sengat oleh ribuan lebah dengan berbagai cibiran pedas. Lebah-lebah yang mengamuk itu lantas terus menyerang penuh rasa kesal dan seakan tanpa rasa lelah. Bahkan sang ratu baru (Rodgers) pun ikut turun tangan memberikan pelajaran. Tapi apakah mungkin bakat seorang Downing, hasil seleksi alam sepakbola Inggris yang kejam itu kemudian luntur begitu saja?

Dari ujung muka hingga sekujur kakinya habis disengat. Ia seakan sudah lumpuh. Sementara lebah-lebah itu belum berhenti menyerang. Kemudian ia menceburkan dirinya kedalam danau yang penuh lumpur. Disana ia bisa menghela nafas sebentar. Tapi, apakah dia akan mengubur diri bersama dengan semua keberaniannya selamanya didalam lumpur tersebut?

No!

2012/2013 underway! Meski Downing sempat masih harus istirahat di bench. Namun ia kembali dari dalam lumpur bersama dengan keberaniannya. Ia memutuskan untuk bertahan hingga kesempatan datang lagi untuknya. Ia lalu bekerja keras untuk meraih kembali kehormatannya. Kesempatan pertama (lagi) itu pun datang dalam wujud WB defensif. Ia pun dengan legowo memainkan peran tersebut, menggantikan posisi Enrique yang dirundung cidera. Kemudian dengan sedikit kepercayaan, perlahan tapi pasti dia mulai main lebih awal dari bench dan makin sering berada di starting line-up. Gol dan assist juga tak lagi ragu mampir di kakinya. Kita memang tidak melihat langsung bagaimana susahnya dia berusaha. Tapi pasca pertandingan melawan West Ham kemarin (07/04/2013), saya pribadi menyadari segala usahanya tersebut, yang rela memaksakan diri untuk bermain dalam kondisi fitness yang kurang baik.

*Bukankah setidaknya salah satu dari 600 orang berpikir tentang menyerah dan bergabung dengan sisi yang lain? Itulah sebabnya keberanian itu sulit, jika anda selalu melakukan apa yang orang lain katakan. Kadang-kadang anda mungkin tidak tahu mengapa anda melakukan sesuatu. Maksudku sibodoh pun dapat memiliki keberanian. Tapi kehormatan, itulah alasan sebenarnya untuk melakukan sesuatu atau tidak. Ini tentang siapa anda dan apa yang anda inginkan. Jika anda mati karena berusaha untuk sesuatu yang penting, maka anda akan memiliki kehormatan dan keberanian, dan itu cukup bagus. Anda harus berharap untuk keberanian dan mencoba untuk kehormatan.

Banyak berita beredar yang mengatakan bahwa inilah musim terakhir Downing di Liverpool. Kita lihat saja akhir musim ini. Apakah Downing akan tetap hidup di Liverpool atau justru Mati? Yang pasti, bagi saya dia adalah si bawang lain yang terkupas satu lapisannya pada satu waktu.

* Tulisan essay dari Film Blind Side.

@rendynewmanh



Read more ...

9 April 2013

Hidup Itu Pilihan!


(Dulu kamu pernah bilang, kalo aku itu cewek yang egois. Tapi menurut aku, kamu deh yang lebih egois. Dulu, kamu pergi dari aku gara-gara aku belum bisa jadi cewek yang sempurna buat kamu. Terus, kamu lari ke kak Diandra. Kenyataanya, kak Diandra juga gak bisa kan jadi cewek yang sempurna buat kamu?) (Velin kepada Bara – Radio Galau Movie).



       Paragraf diatas merupakan salah satu percakapan dari film Radio Galau. Ya! saya akhirnya menyempatkan diri menonton film itu. Setelah selesai, saya mulai berfantasi tentang sosok Bara yang mirip dengan Nando. Lalu terbit lagilah cerita galau berikut :

            Semua kriteria striker idaman saya ada di Nando. Fix saya jatuh cinta (catat : saya bukan maho). Striker bertinggi badan 183 cm, bernomor punggung 9 dan selalu stylish dengan rambut blondenya akhirnya resmi bergabung dengan Liverpool pada tahun 2007 dari Atletico Madrid. Ya! Inggris akhirnya menemukan kembali sosok flamboyan yang sempat hilang saat Beckham pindah. Sudah ada Gerrard sebagai idola Liverpool sejak 2005, Tapi sejujurnya, ternyata masih ada yang kurang lengkap di hati para Kopites. Yakni kebutuhan akan sosok idola seorang bomber seperti Owen dan Fowler. Dan akhirnya kekosongan hati fans selama 2 tahun itu akhirnya terisi oleh seorang Nando.

            Dari yang tadinya cuma pengen nonton Liverpool “tok”, mulai tumbuh rasa “aneh” saat si Nando absen di starting line-up. Bahkan tak jarang bisa mengurangi niat menonton hingga 70% (fenomena pribadi). Yah harap maklum namanya juga lagi fallin love. Bawaannya pengen ketemu terus. Musim pertama bersama Nando, semuanya berlangsung MANIS. Musim kedua, masih manis dong. Masuk musim ketiga, masih “manis”. Memasuki pertengahan musim keempat, manisnya hilang, berubah jadi pahit!

            Imagine this conversation
            Gerrard : Kamu kenapa Nando?
            Torres : aku gak papa?
            Gerrard : Oh…

            Kita yang sudah punya mantan (bukan jomblo) pasti sudah akrab dengan percakapan diatas. Kalau seorang wanita anda ketika anda tanya “kenapa?”, rata-rata mereka akan menjawab “aku gak papa?”. Padahal ada banyak hal ganjil dan mistis dibalik kata “aku gak papa?”. Dan itu sangat menyebalkan untuk kita kaum adam bukan?

            Dari awal musim 2011, sesungguhnya gerak-gerik “gerah” Nando sudah terbaca. Namun, kenyataan yang sebenarnya hampir terbuka itu kembali tertutup oleh statement dari Nando bahwa “Liverpool akan menjadi satu-satunya klub yang dibelanya di Inggris”. We are blinded mate!. Ya, akhirnya dia menyelingkuhi kita dengan si biru. Rasa jenuh akan kondisi nir gelar, kekurangan dan kehilangan pemain bintang, serta kegagalan ke UCL ditenggarai jadi pemicu dia meninggal-selingkuhkan Liverpool. Lalu Nando menemukan sosok klub yang sepertinya lebih “baik” di dalam tubuh Chelsea. Jika kita memposisikan dia sebagai seorang cowok dan Liverpool ceweknya, maka alasan-alasan itu terlihat sangat wajar dan masuk akal. Tapi kan pacaran kan itu gak cuma sekedar senang-senang, tapi sama-sama saling belajar, saling ngertiin, dan saling kompromi.

            Beberapa berita menyatakan, bahwa Nando sendiri yang mengajukan permohonan transfer ke London ke pihak manajemen. Tidak perlu membahas tentang bisnis disini, yang pasti sudah ada kompromi antara Liverpool dan Nando sebelum keputusan diambil. Akhirnya Liverpool dan Nando pun “putus” tepat pada deadline transfer 31 Januari 2011. Kalau bukan pihak klub, setidaknya fans Liverpool sudah mencoba memberikan semuanya untuk menahan Nando. Tapi percuma! kalau Nando-nya sendiri inginnya terlepas. Sakit! dan sakit itu semakin dramatik saat tahu kalo he’s never kiss our badge when he scored! (oh. Apa kami begitu tidak pentingnya bagimu Nando?)

            Anda hanya punya sekali kesempatan untuk berkarir sebagai pemain, dan ia berniat meningkatkan level permainannya bersama klub lain” – Brendan Rodgers on Suarez.

            Tidak semua dari kita tentu pernah menjadi pemain sepakbola professional. Setiap pemain pasti punya ideologi dan impian yang akan berpengaruh besar pada setiap keputusan mereka. Menurut saya pribadi, hidup ini mutlak tentang pilihan, sedangkan kewajiban dan hak itu merupakan dampak pengikut. Banyak pilihan yang terbentang, tinggal kita yang menentukan untuk memilih jalan yang mana. Namun perjuangan sebenarnya bukanlah tentang membuat pilhan, tapi tentang bagaimana kita bertahan dengan pilihan yang kita buat. Karena terkadang setiap pilihan itu terlihat indah diawalnya saja. Nando sudah memilih Chelsea.

            Aku tidak memiliki karir siapapun dan aku tidak dapat membuat keputusan untuk mereka. Tetapi aku tidak pernah dikecewakan Liverpool. Karena hanya Michael yang tahu pilihan mana yang menurut dia benar" – Gerrard on Owen.

            Pun juga fans! Kita tidak memiliki karir siapapun, termasuk Nando. Tapi yang pasti kita sama seperti Gerrard, kita seakan tak pernah mengenal kata “kecewa” di Liverpool. Nando mungkin kecewa dengan Liverpool, dan sudah memutuskan untuk lari ke Chelsea.

            Dengan atau tanpa Nando kehidupan terus berjalan. Tapi seandainya saya bisa sedikit mengkhayalkan dan menempatkan diri sebagai seorang Nando yang sudah pensiun nanti. Maka saya akan sebentar menoleh kebelakang melalui kaca spion, dan berpikir sejenak bahwa ada hal yang lebih penting dari sekedar meraih piala atau penghargaan “individu”. Apa itu?. Jawabannya adalah “Kesenangan”. Karena awal saya memilih sepakbola adalah karena kesenangan saya  dalam memainkannya. Jika saya kedapatan bermain dilapangan dengan muka yang masam, maka sudah pasti saya “sedang tidak bermain” sepakbola.

            Just a second we’re not broken just bent, Nando.”

            Terus Berjuang? Pulang? atau malah “Lari” lagi? Semua keputusan mutlak ada ditanganmu Nando. Temukanlah kembali sepakbolamu. Karirmu masih jauh dari garis finish. Tentukan akhir terbaik dari episode ini Nando!

@rendynewmanh

Read more ...

5 April 2013

Love Turns Into Love Or Love Turned Into Hate. (Cara Fans Melihat Mantan Pemain Liverpool).

Dalam dunia percintaan kita terkadang melakukan flashback mengenai mantan – mantan kita dimana moment yang manis terkadang masih terngiang- ngiang. Bila orang yang kita masih sayang sering kita mengandai – andaikan kalau saja saya dengan dia ga putus.. seandainya saya begini.. begitu… . bahkan ketika sedang punya pacar kita terkadang juga sering membanding – bandingkan pacar yang sekarang dengan mantan kita (walaupun sebenarnya tidak boleh juga) entah sifatnya, kenangan indah maupun yang lainnya.




Dalam dunia sepak bola ada keadaan seperti itu dimana orang nya pindah tapi masih membekas dalam ingatan dan menjadi sosok yang dirindukan. Dalam Liverpool pemain yang menurut penulis termasuk dalam kategori ini seperti Xabi Alonso, Dirk Kuyt, Craig Belammy maupun John Arne Riise dan legenda liverpool yang telah pensiun. Mereka ini termasuk yang membekas dalam ingatan sebagian fans Liverpool baik karena prestasinya, komitmennya, sifatnya maupun skill yang dibutuhkan ke dalam skuat Liverpool sekarang. Contohnya Xabi Alonso. Kita mendengar rumor bahwa Xabi Alonso akan balik ke Anfield. Rumornya ini menimbulkan pro kontra dimana sebagian fans ingin mengembalikan sweet moment kombinasi Tsubasi Misakinya Liverpool yaitu Gerarrd Alonso. Namun sebagian fans melihat secara objektif dimana gaji dan usia yang menjadi problem. Xabi Alonso menjadi sosok yang dirindukan karena sifat ia dimana kita melihat bagaiman ia tetap cinta akan Liverpool walaupun sudah pindah ke Real Madrid. Selain itu, kita merindukan seseorang yang memilki kemampun umpan diagonal yang cihuuuy yang sekarang diperankan oleh Gerarrd. Begitu juga dengan Dirk Kuyt dimana kita melihat bagaimana cara ia bermain bola, bagaimana strugglenya ia mengejar bola naik turun.. Bagaimana terharunya kita melihat Dirk Kuyt masih mengejar bola seperti itu walupun rambut kuningnya sudah bercampur warna merah akibat berdarah. Begitu juga Craig belammy, skuat Liverpool butuh orang bisa berperan sebagai destroyer dan meledak – ledak untuk menaikkan semangat pemain lain ketika buntu. Atau Riise yang masih saya anggap bek kiri unik karena terlihat cuma bisa nendang pakai kaki kiri dan terbaik di Liverpool.  Sosok seperti mereka yang membuat kita rindu untuk hadir di telivisi dengan berbaju merah di setiap minggunya.

Namun sebagian orang juga mempunyai mantan yang mau kita hilangkan moment orang tersebut. Entah karena sifat orang tersebut, cara ia pergi maupun yang lainnya. Dalam dunia sepak bola khususnya sebagian fans Liverpool kita mempunya keadaan seperti itu yaitu Fernando Torres. Pemain yang sering di panggil “el nino” ini menjadi lover into betrayal dimana ia sempat mejadi pemain yang di idolakan oleh liverpuldian. Bagaimana tidak? Setelah para Liverpool dan liverpuldian memgalami moment yang penuh keajaiban di 2005 di instabul. di belilah seorang bocah yang zaman itu masih muda sudah menjadi kapten dari sebuah klub ibu kota spanyol setelah para pengganti Micahel Owen yaitu Milan Barros, Djibril Ciise maupun Ryan Babbel gagal menjawab ekspetasi para petinggi Liverpool. Dengan modal umur muda dan penuh potensi secara cepat Torres bisa menjadi sosok yang di idolakan para fans. Torres mencatat sejarah di musim pertamanya bersama Liverpool dengan menjadi pemain pertama yang mencetak lebih dari 20 gol dalam pertandingan liga dalam satu musim sejak Robbie Fowler pada musim 1996-1997. Lalu selama berseragam The Reds ia telah mencetak 65 gol selama 102 pertandingan. Apa lagi melihat otobiograsinya Fernando Torres dimana ia sejak kecil sudah menjadi fans Liverpool menjadi menambah rasa case mistery yang terbangun atas cinta ini. Dengan segala semua atrribut yang ada di diri Torres membuat dia menjadi sosok yang sering dieluh eluh kan setiap pertandingan. Namun semua langsung buyar dengan adanya berita transfer bahwa Torres telah resmi pindah ke Chelsea seharga 50 juta pound. Transfer ini sangat kilat dan tidak terduga dimana tidak ada isu – isu mengenai Torres akan pindah. Seketika rasa manis itu mendadak menjadi kepahitan. Apa lagi dengan tambahan dia mengeluarkan statment buruk mengenai Liverpool yang membuat fans Liverpool termasuk saya naik pitam. Langsunglah Dia di cap sebagai pengkhianat dan hunter glory oleh sebagian fans dengan segala ekspresi kekecewaanya seperti bakar poster maupun jersey yang berkaitan dengan Torres, disini  saya secra reflek termasuk bakar jersey spanyol Fernando Torres (asli lagi). Penulis butuh setahun untuk move on dimana penulis selama itu sering menghujat ketika Torres main di Chelsea (sperti akun twitter rokok bola yang terkadang atau sering mencela Liverpool). Setiap Chelsea main langusng stalker dan mencela ketika ia gagal mencetak gol. Mungkin cap pengkhianat dan dibenci ini masih tetap disematkan kedalam Torres hingga kini. Satu orang lagi yang membuat penulis merasa terganggu dan bisa juga disematkan sosok benci ada di dirinya yaitu Michael Owen. Pada awal kepindahnnya ke Madrid penulis juga merasa kecewa namun tidak sebesar saat Torres pindah. Awalnya penulis mencoba memahami kepindahan ini mungkin mengembangkan karirnya. Namun di berita yang belum lama terdengar bahwa ia mengeluarkan stetment buruk mengenai Liverpool. Disini saya merasa tergaanggu dan merubah image mengenai siapa itu Michael Owen. Disinilah penulis tidak menjadikan michel Owen termasuk dalam kategori orang yang dirindukan seperti Xabi Alonso, Dirk Kuyt, Robie Fowler, Craig Belammy dll. 

Disinilah kita melihat bahwa bagiamana seorang fans melihat sosok yang ia idolakan pergi dengan berbagai macam ekspresi. Lalu bagaimana dengan Luis Suares jika ia akhirnya pergi dari Anfield???

@fadhill91

Read more ...

4 April 2013

Hormat Senjata, untuk Carra!!


Bisa apa sih Jamie Carragher? jika dibandingkan dengan bek-bek Inggris lain yang satu angkatan dengannya, Carra tak lebih dari pilihan ke-1892. Martin Keown, Tony Adams, Rio Ferdinand, Sol Campbell, hingga Ledley King jelas membuat Carra layaknya liliput yang hobi berteriak dengan bahasa absurd. 



Carra memang menjadi spesialis pengganti di timnas pada era 1999-05. Hanya tampil 38 kali dan cedera membuatnya gagal tampil di Piala Dunia 2002. Membalasnya dengan masuk skuad The Three Lions pada Piala Eropa 2004, Carra malah tak tampil sekali pun karena keberadaan King.
Dalam tiga musim belakangan di Liverpool pun, kapasitas bocah asli Liverpool ini menurun drastis. Bagaimana tidak, ada sesosok menyeramkan di pos bek tengah The Reds. Sosok dengan wajah penuh codet. Sosok dengan kegarangan tingkat tinggi dan rajahan jarum disekujur tubuhnya. Carra, Sang Pak Tua pun harus ikhlas memberikan posisinya kepada dua orang preman berbadan besar itu, Martin Skrtel dan Daniel Agger.

Entah karena putus asa atau kesadaran diri, Carra yang awal musim ini selalu ditampilkan 10 menit jelang laga berakhir ketika Liverpool dalam kondisi memimpin 3-0 (untuk menambah caps), memutuskan untuk pensiun akhir musim ini. Kapasitas yang tak maksimal dan jarang dimainkan, serta usia 35 tahun membuat Carra diproyeksikan untuk menjadi Pandit di Sky Sports bersama Gary Neville musim depan. Ya, Sky ingin Neville mendapat rival tanpa berpikir bahwa gaya berbicara Carra sulit dimengerti.

Namun, Tuhan memang luar biasa baik. Bapak Tua yang kesulitan untuk berlari ini diberikan tenaga ekstra dan kemampuan layaknya seorang Zeus yang tak terkalahkan. Dia berhasil menjadi komandan lini belakang sempurna. Carra hanya absen 2 kali dari 12 laga The Reds pada 2013 ini. Korbannya jelas sosok Preman yang berhasil menyandang pemain terbaik Liverpool musim lalu, Martin Skrtel. Entah karena kesombongan, atau menganggap remeh si bapak tua, Skrtel tampil sangat buruk musim ini. Menjadi satu dari tiga bek di Premier League yang paling sering membuat blunder sudah membuktikan kemundurannya.

Beruntung, Brendan Rodgers adalah sosok tegas dan mengerti Carra si Bapak Tua bisa mengisi pos pria yang hanya mengandalkan tato dan memakan paku tersebut. Ironis, ketika seluruh fans yang awal musim sudah ikhlas membiarkan Carra pensiun dan lebih cocok menjadi pelatih (kata mereka), kini kembali mengagungkan nama sosok yang mengandalkan semangat ketimbang kapasitas tekniknya itu.

Mungkin saat ini, banyak dari kita mengharapkan Carra untuk meneruskan kiprahnya dan menanggalkan pernyataan pensiun layaknya Paul Scholes. Tapi itu mustahil. Kemampuan fantastis Carra belakangan menurut rekan saya yang merupakan penulis handal (Sebut saja Adji Ok) adalah kewajaran. Mengapa? karena tiap orang yang akan melepas pekerjaan yang dicintainya, akan melakukan yang terbaik jelang masa liburnya tersebut. Hormat Senjata Patut kita berikan kepada Kapten Carra pada akhir musim nanti, Duo Preman sekali pun patut berada di belakang Steven Gerrard untuk menghormati mentor dan pemimpin mereka bernama Jamie Carragher!!

@FakeRegista
Read more ...

2 April 2013

The Ugly Truth


Menanggapi artikel saya beberapa waktu yang menunjukkan betapa kita senang memperdaya diri sendiri dengan berbagai macam pembenaran yang langsung memberikan sebuah judgment bahwa selalu menyenangkan berhasil mengkerdilkan seseorang. Dan saya tidak akan melanjutkan basa-basi yang terlalu panjang masalah filosofi, anda punya pandangan sendiri begitu pula saya.



Di Barclays Premier League ada sebuah tradisi bahwa pertandingan Big Match, yang dimodifikasi menjadi Super Jeger di Indonesia, akan dimainkan pada hari Minggu. Entah apa yang ada di pikiran media pemilik hak siar televisi mereka menyiarkan sebuah laga tim papan tengah yang nanggung melawan sebuah tim yang kekurangan jati diri karena dipenuhi pemain-pemain yang baru memasuki masa puber.

Pada pertemuan pertama di Anfield, Aston Villa sukses mendulang kemenangan yang tidak perlu saya korek-korek lagi lukanya. Yang benar saja, Aston Villa yang itu menang 3-1, di Anfield lagi... Anfield memang angker, bahkan pemiliknya pun sulit menang disana.

Anyway, apakah Liverpool memang pantas menang atas Aston Villa di Super Sunday? Jawabannya iya, kenapa? Karena Liverpool pada dasarnya tidak menggunakan sesuatu yang sebetulnya haram untuk kembali dilakukan. Formasi 4-3-3 apapun bentuknya, masih lebih baik digunakan karena sistem yang diimplementasi mendukung untuk berbuat demikian. Apa yang hilang dalam laga melawan Southampton yang diatas kertas sebetulnya Liverpool lebih baik, tapi nyatanya pem-bully-an terjadi tanpa bisa dikontrol. Kenyataan bahwa tidak ada pemain yang datang menjemput bola kebelakang membuat dalam laga tersebut Liverpool terlihat seperti West-Ham. Sekali lagi, mungkin ada baiknya Andy Carroll kembali bermain untuk Liverpool, toh, ia sudah mencetak gol lagi, 2 gol pula. Mungkin ia bisa menawarkan 2 gol per 31 pertandingan, tidak ada yang tahu.

Krisis identitas juga adalah masalah yang harus segera diatasi. Melihat Liverpool bermain berarti sama saja mempermainkan perasaan, mungkin mirip jika anda yang sudah memasuki usia matang, tapi mendekati pasangan yang lebih muda jauh dari usia anda. Yang menuntut anda untuk lebih sabar dalam menjaga perasaan pasangan.

Tidak mudah melihat Liverpool kebobolan, apalagi jika cara kebobolannya konyol. Terlepas dari gilang-gemilangnya adik Mike Tyson saat berhadapan dengan para defender (Iya, saya membicarakan Christian Benteke), tuntutan untuk para defender bermain lebih kedalam saat bertahan harus dibayar mahal. Hal ini disebabkan oleh pertarungan antara tua versus muda dalam sosok Jamie Carragher dan Christian Benteke, dan pertarungan lambat versus speed merchant dalam sosok Jamie Carragher dan Gabriel Agbonlahor. Anda mungkin metertawakan saya atas analisis tidak berdasar, tapi saya berterima kasih pada Tuhan karena melalui tangan brilliant EPL Index, mainan baru ini bisa dibuat  sebagai penguat theory tidak berdasar.



Ada sebuah umpan panjang yang datang dari lini tengah Villa yang terisi penuh oleh 7 pemain yang diantaranya terdiri dari 4 pemain Liverpool. Anda tidak bisa serta merta menyalahkan Luis Suarez yang harus drop deeper sepanjang laga meminta bola sebagai yang saya sebut: false nine dan kembali memintanya untuk track back pemain lawan yang semestinya daerahnya telah tercover secara otomatis oleh Jordan Henderson. Yang perlu dicatat adalah bagaimana Villa hanya dengan memanfaatkan 2 buah umpan hingga menjadi gol, dan dalamnya pertahanan Liverpool yang harus menyesuaikan diri dengan kecepatan Jamie Carragher, terjebak dalam situasi yang sebetulnya menguntungkan karena unggul dalam jumlah tapi malah kebobolan mendadak karena lini tengah tertinggal jauh didepan.

Coutinho adalah pedagang jersey original ditengah kumpulan pedagang jersey KW. Umpannya ke Henderson sangat menyayat hati, jika anda mendengarkan lantunan lagu-lagu Adele maka through pass semalam adalah hit point-nya dan eksekusi dingin Henderson adalah mulai terbentuknya kaca-kaca tangisan disudut mata.



Maaf sebelumnya, tapi apa yang ditawarkan Coutinho adalah sesuatu yang berbeda, sesuatu yang tidak dipunyai satu pemainpun di squad Liverpool saat ini. Jika anda termasuk penikmat sepakbola, maka hal yang kemarin itu bukanlah sesuatu yang mestinya terlalu diagungkan seperti malaikat-malaikat cantik dalam iklan parfum. Kenapa kita begitu kagum adalah karena kita jarang melihat killer ball yang seperti itu, persetan dengan apa yang fans Barcelona katakan. Apa yang terjadi dibabak pertama adalah contoh konkrit dari betapa kurangnya faktor koordinasi permainan disepertiga lapangan. Kembalinya Henderson kedalam starting XI adalah kado indah saat paskah, anda tidak bisa membiarkan Lucas dan Gerrard dijadikan bahan bercandaan oleh pemain-pemain Villa, haram hukumnya. Tanpa adanya killer ball yang mampu dilakukan oleh Gerrard ataupun Henderson membuat pola serangannya menjadi “umpan-umpan-umpan-umpan ke Pepe Reina-tendang jauh-jauh.” Gerrard mengukapkan bagaimana hebatnya Coutinho, tapi saya harap ia tidak memberi komentar lebih jauh lagi. Kita sama-sama tahu Gerrard menilai Joe Cole sama hebatnya seperti Lionel Messi.

Adalah sebuah anugrah bagi saya yang menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana bahagianya menjadi seorang fans Liverpool. Coutinho yang dibeli dengan harga murah ternyata mampu bermain melebihi ekspektasi, dengan hanya 8.5 juta Pounds, Coutinho baru bermain sebanyak 6 kali mencetak 2 gol dan 3 assists, keren ya? Sekarang coba kita bandingkan dengan pemain andalan dari para rival seperti Tom Cleverly dan Jack Wilshere. Cleverly dari 16 kali start telah mencetak 2 gol dan 1 assist, sedangkan andalan Arsenal, Wilshere belum mencetak gol dan menghasilkan 3 assist dari 18 kali start. Jangan bandingkan dengan Jordan Henderson.

Henderson seperti yang sudah saya tulis di artikel-artikel sebelumnya bukanlah yang terhebat, tapi ia setidaknya bisa membuat Brendan Rodgers berpikir untuk tidak sekali-sekali lagi bermain menggunakan 4-2-4, ia adalah motornya, Henderson membuat lini tengah Liverpool bekerja dan berfungsi sebagaimana mestinya.

Tapi adalah hal yang menggelikan melihat perbandingan Coutinho & Henderson versus Cleverly & Wilshere dll, mungkin jika mampu mengeluarkan fakta-fakta unik akan menjadi hiburan atas kenyataan pahit bahwa sehebat-hebatnya Coutinho dan Henderson dibandingkan Cleverly atau Wilshere, Liverpool tetaplah berada di posisi ke 7 dan pemain yang anda sebut tidak terlalu hebat itu kini berpeluang meraih sesuatu yang sebenarnya kita idam-idamkan. Premier League? Top 4?

The choice is yours whether you accept the ugly truth or the beautiful lie.

@MahendraSatya
Read more ...

1 April 2013

To Be Beauty Is Really Pain!


“Cantik”, adalah kata yang sangat akrab dengan kaum wanita. Apalagi semenjak mereka kenal dengan yang namanya pembalut, alias sudah puber. Kalau dilakukan survei, maka 11 dari 10 wanita pasti tak ada yang mau dibilang jelek, atau terlahir jelek.


Cantik itu sudah menjadi hak sekaligus kewajiban bagi seorang wanita. Kalau cantiknya bawaan gen berarti itu anugrah, nah kalo sebaliknya maka cantik itu musibah yang mau tak mau akan menjadi kewajiban. Kata cantik membuat wanita merasa tertuntut. Ketika menatap cermin, sudah menjadi naluri wanita untuk mencari dan menemukan kekurangan fisiknya, kantung mata, hidung, kerutan, jerawat, rambut, hingga berat badanpun bisa dihitung dari cermin tersebut. Belum lagi masalah model pakaian yang dari jaman ke jaman terus berkembang. Solusinya? di zaman semaju ini banyak cara, mulai dari yang alami sampai yang hardcore pun ada, seperti diet ketat/anorexia hingga sedot lemak, dan dari make up sampai plastic surgery. Tapi kebanyakan solusi-solusi yang ada itu sesungguhnya sangatlah menyakitkan kaum wanita itu sendiri.


Kata “cantik” pun dikenal dalam dunia sepakbola, dan mungkin Brazil yang pertama kali menyandang predikat tersebut. Untuk saat ini, banyak pihak yang setuju, kalau permainan Barcelona adalah yang paling cantik. Bak wanita-wanita korea yang banyak digandrungi oleh pemuda di Indonesia. Tentu banyak tim lain yang ingin tampil cantik juga, dan Liverpool salah satu contohnya.


Liverpool tentu merupakan klub yang sudah mempunyai gen cantik di dalam darahnya yang merah semenjak lahir. Sejarah sukses masa lalu menjadi bukti otentik. Seperti teknologi, standar kecantikan selalu berubah sesuai dengan jamannya, akan tetapi Liverpool sepertinya lupa akan hal tersebut. Liverpool seakan masih dimabukkan oleh kecantikan masa lalunya. Sementara stereotip lelaki terhadap kecantikan selalu berubah-ubah. Liverpool sebenarnya tidak kehilangan sisi cantiknya, hanya saja sudah ketinggalan zaman. Lebih parah lagi Liverpool yang sekarang sudah tak terbiasa lagi tampil cantik. Ibarat gadis kota yang mulai terbiasa hidup tanpa bedak, menjadi biasa dan relatif membosankan. Fenomena ini sudah terjadi semenjak saya lahir (23 tahun silam).


Sebagai pasangan kekasih Liverpool, tentu kita menginginkan adanya perubahan. Ya! Liverpool harus mulai banyak bercermin dan mempermak diri, dengan konsekuensi adanya perusakan beberapa bagian yang lama. Seperti halnya perawatan kecantikan kebanyakan, harus ada yang dihindari, dikurangi, disedot, dipotong, ditarik, diangkat dan ditambal. Sebagai ahli kecantikan Liverpool yang baru, Rodgers memangku tanggung jawab untuk merenovasi Liverpool, mulai dari pembinaan pemain-pemain muda, mencari the next Fowler atau Gerrard, mengembalikan mentalitas pemain menjadi mental pemenang, diet dari inkonsistensi, membuat pakem permainan yang baru yang lebih dinamis, bahkan kalau perlu mengembangkan strategi-strategi nakal demi meraih kemenangan. Rodgers juga harus mulai berani mengurangi kadar ketergantungan Liverpool terhadap kapten Gerrard sebelum semuanya terlambat.


Tentu untuk semua perawatan itu memelukan biaya, tapi apapun hal yang bisa dilakukan untuk mengembalikan kecantikan Liverpool harus dilakukan sekuat hati dan tenaga. Because to be beauty is really pain!

@rendynewmanh


Read more ...

Torres Ku Sayang, Torres Ku Malang


Siapa yang tidak mengenal Fernando José Torres Sanz atau kerap dipanggil Fernando Torres,
Torres memulai karirnya dengan akademi sepakbola Atlético Madrid hingga kemudian menembus skuad utama klub tersebut. Ia memulai debutnya pada musim kompetisi 2001/2002. Ia mencetak 7 gol dari 40 kali penampilan di dua musim Segunda División. Selama bermain untuk Atlético, Torres berhasil mencetak 75 gol dalam 174 penampilan di La Liga.

 Torres bergabung dengan tim Barclays Primier Ligue Liverpool Footbal Club pada tahun 2007 dengan memecahkan rekor transfer klub tersebut. Pada musim pertamanya bersama Liverpool FC, ia bagaikan Dracula yang haus darah. Ia membuat sejarah dengan menjadi pemain Liverpool pertama yang berhasil mencetak lebih dari 20 gol liga sejak Robbie Fowler melakukannya pada musim 1995/1996. Torres menjadi pemain Liverpool tercepat dalam sejarah klub tersebut yang mencetak 50 gol di liga setelah mencetak gol ke gawang Aston Villa pada bulan Desember 2009.

Namun, Torres membuat kesalahan yang sangat fatal. Ia bergabung dengan Chelsea pada bulan Januari 2011, hal itu ia lakukan setelah ia mengucap janji bahwa ia ingin setia bersama The Reds. Karena itulah para Kopites merasa benci dengan apa yang dilakukan Torres, sampai-sampai kapten Liverpool FC Steven Gerrard ‘galau’ karena kehilangan sosok El-Nino. “ Hatiku seperti tertusuk pisau ketika mendengar ia [Torres] ingin meninggalkan klub ini [LFC]” ujar Steven Gerrard.
 
 Performa Torres sangat jauh berbeda dengan ketika ia berseragam Chelsea. Di Liverpool FC ia bak seekor singa yang sangat amat ‘garang’ namun ketika berseragam Chelsea iya bagaikan singa tak bertaring. Sungguh malang nasibmu nak!.

Sekian artikel dari saya  kurang lebihnya saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. We miss you Torres!.

@erlaaand.
Read more ...