19 August 2013

Are We Good Enough?

Jadi, menurut apa yang saya baca dan simpulkan sejak pra musim dimulai hingga detik ini saya menulis, Liverpool telah melalui tujuh pertandingan dan hanya kalah satu kali melawan Celtic di Dublin, Liverpool mempunyai target yang musim lalu gagal dilakukan. Masuk ke zona Liga Champions.



Melupakan kepentingan bisnis, komersial dan revenue yang bisa dikeruk oleh para petinggi klub jika nanti Liverpool benar-benar masuk empat besar di akhir musim, menurut saya lebih baik membahas mampu atau tidaknya tim masuk ke zona tersebut.

Sudah berapa lama Anda menunggu bangun di tengah minggu hanya untuk begadang selama 90 menit lebih menonton Liverpool bertanding? Tidak terasa cukup lama, ya? Sudah beranjang empat tahun sejak kita disingkirkan oleh Fiorentina di penyisihan grup.

Well, jika Anda bertanya pada saya ketika beberapa tahun kebelakang mengenai seberapa pantas kah Liverpool masuk ke zona yang liganya di penuhi oleh bonus uang itu maka dengan pasti saya akan menjawab dengan keoptimisan tinggi: Pasti.

Tapi keinginan untuk lebih realistis semakin menjadi-jadi seiring seringnya optimis dan akhirnya berakhir dengan kesalahan.

Saya sama kurang beruntung dengan beberapa orang yang memilih pergi bersama pacarnya dan tidak menyaksikan laga pembuka Liverpool, malam minggu lalu, dan akhirnya menyesal. Tapi alasan saya bukan itu.

Terpujilah teknologi jaman sekarang yang memungkinkan saya seperti memutar kembali - setidaknya - momen-momen penting yang terjadi dalam pertandingan tersebut. Benar bahwa saya kehilangan banyak menit per menit laga namun tampaknya tidak sulit untuk mengatakan bahwa Simon Mignolet membuat saya semakin yakin bahwa lebih baik Pepe Reina melewati Merseyside saat kembali dari Naples dan langsung saja menuju Barcelona.

Kemenangan pertama di laga pertama sejak 2008, kemenangan lawan Stoke sejak zaman mereka memperkenalkan game play old school a la rugby-fooball ke Premier League yang nyaris punah.

Beberapa manajer dan orang percaya bahwa pertandingan pertama serta start awal musim adalah kunci untuk sebuah tim untuk finish di akhir musim. Saya pikir mereka berada di angan-angan seperti Liverpool yang meng-tweet klasemen sementara saat tim berada di puncak dan sisa tim lain sama sekali belum bertanding.

Akan banyak batu terjal yang menuntuk Liverpool untuk terus maju, mempertahankan mental dan memaksakan diri untuk tidak menjadi Liverpool yang beberapa tahun terakhir terkenal atas ketidak konsistenan.

Jika memperhatikan form dalam beberapa tahun terakhir, maka tidak lama setelah kemenangan ini, kita baru akan kembali menang dalam dua pertandingan lagi, maka, hingga pekan ke empat nanti laga kedua (vs Aston Villa) dan ketiga (vs Manchester United) akan berakhir dengan hasil jika bukan seri maka kalah.

Saingan terdekat Liverpool untuk berada di empat besar adalah sebuah tim mapan yang hidup untuk berkeliaran saja di top four - Arsenal. Dan sebuah klub super ambisius yang tidak membutuhkan scout untuk memantau pemain incaran, Tottenham. Dan jika saya boleh jujur maka hanya ada satu spot yaitu posisi empat di klasemen yang akan diperebutkan oleh Arsenal, Spurs, (iya saya sedang baik) Liverpool, (mungkin) Everton dan sebuah tim kejutan seperti Newcastle dua musim lalu.

Mari jangan membandingkan Liverpool dengan Chelsea atau Manchester City dan United. Chelsea dan City berkembang dengan luar biasa menjelma menjadi kekuatan baru karena kekuatan uang dan hanya menggunakan logika tanpa kenyataan yang terjadi di posisi liga musim lalu, kita bukanlah tandingan mereka. Kecuali, tiba-tiba jarum jam bergulir ke arah kiri. United bukanlah sebuah tim yang penuh dengan bintang, namun mereka adalah sekumpulan orang yang harus Anda akui mempunyai mental untuk menang - sesuatu yang tidak kita miliki dalam lima tahun terakhir.

Gagalnya Spurs ke Liga Champions akhir musim lalu sepertinya membuat Daniel Levy benar-benar mengamuk. Even, jika Anda berada di posisi netral maka akan dengan mudah menyebutkan bahwa mereka adalah salah satu kandidat terkuat untuk merebut tiket ke sana bulan Mei lalu.

Dan saya tidak terpikir sedikitpun bahwa, Iago Aspas yang membutuhkan empat peluang sebelum bisa mencetak gol, atau bintang Barcelona B Luis Alberto bisa bersinar seperti Xabi Alonso dan Luis Garcia pada musim pertamanya. Anda pasti dengan mudah menyangkal teori ini, tapi hal pasti dalam kategori materi milik Tottenham sudah membuat kita tercoret dari persaingan secara matematis.

Arsenal adalah tim yang malang, tidak perlu saya jelaskan. Tapi saya sedang membayangkan jika Arsenal, Liverpool, Tottenham, dan lainnya bermain Poker di satu meja judi. Yang saya bayangkan adalah mereka adalah bluffer besar, pembual yang seenak jidatnya menaruh taruhan dengan angka yang besar padahal hanya memegang sebuah Pair lima wajik. Dan anehnya mereka selalu berhasil untuk meraih tiket ke sana.

Brendan Rodgers pasti adalah seorang playboy di SMAnya dulu, jika Anda memperhatikan setiap interviewnya, maka Anda bisa menarik benang merah bahwa ia jago sekali menggombal. Caranya membuat hati terenyuh bahwa ia tidak memperdulikan kurangannya materi yang dimilikinya dengan menutupnya dengan kerja keras, sejauh ini, well, cukup terlihat. Apalagi dengan (yang selalu disebut-sebut) performa akhir musim lalu.

Tapi jika Liverpool mempunyai kecenderungan untuk tidak konsisten kenapa harus berharap banyak? Jika Liverpool mampu memutar balikan permainan dari yang super medioker di paruh pertama musim menjadi tidak medioker-medioker amat di paruh kedua, saya tidak berharap banyak Liverpool bisa hebat sepanjang 37 pertandingan sisa.

Pada akhirnya, perbaikan akan terlihat tapi belum saatnya untuk kembali ke zona Liga Champions. Jika saya mengatakan bahwa posisi empat terlalu jauh dari jangkauan, maka posisi lima adalah yang terbaik bisa kita harapkan.

Beberapa hal memang sangat ditunggu, tapi sesuatu yang benar-benar ditunggu lebih sering berakhir dengan kekecewaan karena tidak datang. Mungkin juga analogi ini bisa berlaku untuk begadang di dini hari Rabu dan Kamis.

Everything is worth a try, but are we good enough?

@MahendraSatya
Read more ...

Memahami Dari Berbagai Sisi



Saga Suarez benar-benar menjadi suatu drama yang kian dilematis, jujur jiwa supporter saya terlukai atas apa yang suarez lakukan belakangan ini, tapi benak terdalam dalam diruang yang Tuhan ciptakan yang biasa kita sebut hati ini masih tak rela jika pemain yang punya kontribusi besar musim lalu ini harus pindah, apalagi ke tim tetangga. Ya itulah cinta, terkadang meski harus tersakiti ada keinginan untuk terus memperjuangkannya, bahkan disaat orang lain akan menertawakannya (Ababil akan sulit mencernanya..hehe). Sedari awal ketika Suarez mengatakan bahwa dia tak nyaman dengan media inggris, saya adalah pribadi yang paling rela suarez pindah dengan catatan harus hijrah keluar tanah Britania, mungkin dulu karena belum begitu cinta. Tapi sekarang atas isu yang telah beredar saya menjadi pribadi yang paling enggan mendengar berita Liverpool akan melepas Suarez apalagi melepasnya ke tim rival. Siapa yang rela jika orang yang di cinta pergi mengejar masa depannya bersama orang yang selama ini menjadi rivalnya? Siapa yang siap melihat kedepannya orang yang dicinta akan bercumbu mesra tanpa rasa bersalah dihadapannya? Ahh kalaupun ada pribadi yang bisa melakukannya dengan mudah, dia pasti manusia yang luar biasa. Saya? Saya mungkin susah atau malah tak bisa…

Paragraf pembuka saya mungkin terlalu lebai, tapi itu lah yang dirasakan supporter yang berdiri atas nama cinta. Tindakan yang paling benar dilakukan adalah berjuang untuk mempertahankan rasa cintanya, ya paling tidak dengan sembunyi dan berlutut kepada Tuhan sang pemilik cinta agar mengijinkan cinta itu tetap tumbuh bersama untuk waktu yang lama. Dan harapan itu masih ada, dari apa yang diucapkan oleh pemilik klub baru-baru ini. “atas alasan sepakbola, kami tidak akan melepas Suarez” begitu kira-kira kata-kata JWH yang membawa asa. Saya tak langsung jumawa atas secercah asa, masih tetap setia menanti peluit itu ditiup, peluit tanda transfer window di tutup. Sebelum saatnya tiba bagian yang harus terus dilakukan adalah senantiasa berdoa dan menjaga ekspektasi yang saya punya.

Ini yang harus kita miliki dan lakukan, menjaga ekspektasi yang kita punya dengan memandang sesuatu dari berbagai sisi. Bicara Liverpool FC bukan hanya bicara sepakbola tapi ada sentuhan-sentuhan bisnis didalamnya. Bahkan pernah justru terbalik, bisnis mengalahkan sepakbola, tentu kopites masih ingat kala Hicks-Gillet, pengusaha diluar inggris yang berhasil menjadi orang tertinggi di Liverpool FC. Kalau disuruh memilih, saya ingin berada di zaman ketika tampuk kepemimpinan ada ditangan John Smith. Dalam masa kepemimpinannya selama 17 tahun (1973-1990) pengusaha Inggris bernama lengkap Sir John Wilson Smith ini mengendalikan Liverpool dalam meraih 11 gelar liga, tiga trofi Piala FA, empat trofi Liga Champions dan dua trofi Piala UEFA. Liverpool pun menjelma menjadi kekuatan utama di Inggris dan Eropa. Prestasi ini membuatnya didapuk menjadi Direktur atau pemilik klub Liverpool tersukses sepanjang sejarah. Tapi saya sadar saya hidup dizaman ini, saat dimana tongkat itu ada di John W Henry. Ahh saya jadi berpikir kalau JWH bakal sukses jadi pemilik Liverpool karena ada kesamaan nama dengan pendahulu-pendahulu yang sukses dan memiliki nama John (John Houlding, John Mc Kenna dan John Smith).

Back to basic, hal yang mau saya sampaikan lewat tulisan ini adalah tentang menjaga ekpektasi terhadap berbagai hal yang berhubungan klub kita tercinta, Liverpool FC (Red : termasuk kasus Suarez) dan memandangnya jangan hanya dari satu sisi tapi pakai berbagai kacamata untuk memahaminya dari berbagai sisi. Mari belajar mencintai Liverpool tidak hanya dengan melihat cannon ball Steven Gerrard atau aksi brilliant Suarez ketika mencetak gol atau melakukan aksi “nutmeg”. Mari belajar memahami Liverpool lebih dalam dari itu, memahami kondisi keuangannya, visi dan misi pemiliknya, juga memahami apa yang ada di otak pelatih untuk menghubungkan antara kondisi keuangan yang ada serta visi misi pemilik klub dan apa yang menjadi keinginan supporter. Terkadang tak sejalan bahkan berlawanan. Dengan kita memahami ini kita akan dengan gampang mengetahui posisi kita dan sadar diri untuk membuat ekspektasi terhadap klub yang kita cinta. Dengan menjaga ekspektasi, di musim lalu kita mungkin tak terlalu berharap mengangkangi rival abadi kita emyu dan memaklumi jika akhirnya harus disalip tim sekota dalam tabel klasemen EPL. Saya lebih memilih mengorbankan posisi klasemen tahun lalu ketika melihat bahwa ada banyak rencana jangka panjang untuk ke depannya daripada harus menghadapi kemungkinan terjerembab kembali ke masa krisis keuangan hanya karena tergila mengejar target klasemen. Dengan menjaga ekspektasi, di musim ini mungkin kita tak terlalu berharap nama-nama besar akan menghiasi target incaran kita di bursa transfer, bahkan kita perlu bantuan youtube untuk mengetahui siapa sebenarnya pemain yang akan kita rekrut karena kurang terkenalnya target yang kita incar. Tapi atas apa yang dilakukan Coutinho, Sturridge dan Iago Aspas baru-baru ini, mengharuskan kita membuka mata, ada secercah harapan atas strategi baru di Liverpool yang menyeimbangkan antara bisnis dan sepakbola. Dampaknya mungkin bukan sekarang, tapi saya berharap secepatnya.

Kondisi Liverpool seperti yang sekarang ini, menargetkan prestasi jangka panjang bukan dengan cara instan, bisa jadi menjadi alasan kenapa Suarez harus bersikap seperti ini. Umurnya sudah 26 tahun dia punya sejuta asa untuk karirnya, mungkin dia berpikir dimasa Liverpool berjaya nanti dia sudah berada pada usia tak produktif lagi dan kalah bersaing dengan talenta-talenta muda yang muncul silih berganti. Bisa jadi…bisa jadi.. Saya akan merelakan dia pergi jika memang ini alasannya, tapi harusnya tidak dilakukan dengan cara menjatuhkan harga dirinya didepan semua pecinta sepakbola apalagi membuat sebuah joke ingin pindah ke Arsenal untuk meraih trofi (Nasri,Fabgregas dan Van Persie akan tertawa geli). Intinya Dengan memahami dari berbagai sisi kita akan tau meletakkan posisi, tak lantas langsung membenci, apalagi mencaci maki, terlepas dari apa yang telah kita dan klub beri. Kan ga lucu ketika terlanjur benci dan memaki ternyata Suarez tetap bertahan dan musim ini membawa Liverpool ke puncak tertinggi. Lebih baik menunggu sambil menjaga ekspektasi sampai peluit akhir berbunyi, yang penting kita telah melakukan hal sesuai porsi, sebagai kopites kita harus mendukung siapapun yang masih menyematkan Liverbird di dadanya, Luis Suarez? Masih. kalaupun nantinya Suarez harus pergi… ya mungkin bukan rezeki, kembali ingat kata-kata King Kenny ketika Torres cabut… “No one bigger than the club”.

@davidtigan
Read more ...

9 August 2013

Like Slash or Brian May?

Gerrard As a Guitarist



Saya tertarik dengan pernyataan dari salah satu akun twitter yang saya follow (@AlbertShadrach) yang pernah twit kira-kira seperti ini “Ini pertanyaan yang bodoh RT Siapakah drummer terhebat di dunia?.
            
Ya, saya setuju! Tidak ada yang nomor 1 dalam hal seni. Berbeda dengan olahraga, di bidang seni tidak ada persaingan. Tidak ada yang lebih hebat antara satu dengan yang lainnya. Banyak jenis kesenian di muka bumi ini, tapi yang saya akan bicarakan disini adalah tentang gitaris. Kenapa? karna alat musik yang satu ini rata-rata bisa dimainkan oleh setiap pria. Saya bisa bermain gitar, namun tak seistimewa Brian Mai (Queen), atapun Slash (ex-GNR). Bagi pecandu gitar atau minimal yang pernah main game gitar hero pasti mengenal siapa mereka. Lantas apa yang istimewa dari mereka? apa yang bisa membuat mereka begitu dikenal dan dikenang? Apa karena skill yang istimewa bak alien yang tidak dapat dilakukan oleh manusia lain?. Menurut saya bukan. Saya memang bukan ahli gitar, tapi setidaknya ada beberapa filosofi gitar yang saya tahu dari salah satu gitaris Indonesia favorit saya (@normadman).

Yang menjadi kunci adalah tentang visi bermain, bukan skill. Kalau skill yang dijadikan kunci, maka yang akan terlihat hanyalah keegoisan dalam bermain. Simak bagaimana Brian May mengetahui betul porsinya di lagu 'Bohemian Rhapsody' nya Queen, atau Slash di lagu ‘November Rain’. Skill mereka mungkin tak semumpuni Steve Vai atau Yngwie malmsteen. Tapi mereka paham betul kapan harus MAIN dan kapan harus TIDAK bermain.

Lalu apa hubungannya dengan Gerrard dengan seorang gitaris? Apakah Gerrard bisa bermain gitar? Tentu. Gerrard adalah gitarisnya Liverpool. Dia seorang seniman sejati. Begitu banyak konser yang sudah ia lakoni, mulai dari yang kecil-kecilan hingga ajang internasional. Tapi dari sekian banyak konser tersebut, Final UCL 2005 yang paling mudah dan  akan selalu diingat. Dia tahu betul peranannya pada laga itu. Pada awal lagai ia diinstruksikan rafa bermain dari posisi di lini tengah, lalu bergeser menjadi sayap kanan, dan bahkan pada babak kedua ia “rela dan nrimo” untuk menjadi bek kanan guna mengantisipasi Serginho kala itu. Dia tahu betul bagaimana harus berkarya dalam setiap perannya di lapangan hijau. Jika ada Gerrarddicted yang “bersedia” membandingkan Gerrard dengan Lionel Messi atau Ronaldo, tentu skil Gerrard masih dibawah alien-alien tersebut. Skil dribbling dan speed Gerrard tak sebaik mereka, tapi tak ada yang bisa memungkiri kalau Gerrard-lah Rohnya Liverpool.

Gerrard as a Leader



Brian May dan Slash salah dua dari sedikit gitaris yang bukan menjadi leader di bandnya. Kebanyakan gitaris dalam sebuah band biasanya menjadi seorang Leader. Itulah peran yang juga diemban seorang Steven George Gerrard di Liverpool sejak 2003 hingga pensiun nanti. Leadership! itu yang belum dimiliki seorang Ronaldo ataupun Lionel Messi. Pundak Ronaldo memang lebih berotot dari Gerrard, tapi belum cukup kuat untuk memangku wajah sebuah klub yang dibelanya. Semua kriteria pemimpin ideal ada di dalam dirinya.

Gerrard memangku jabatan yang saya kira tugasnya sudah melebihi tugas seorang kapten. Di lapangan ia harus menjadi pemimpin dan sekaligus merangkap jadi Mario Teguh tersirat. Di luar lapangan, ia menjadi sahabat, pemersatu, dan jadi pelayan bagi semua pihak. Dan yang paling kentara, ia menjadi badan yang paling pertama dipukul saat Liverpool kalah. Ia orang paling awal bekerja, dan ia yang paling akhir diupah di Liverpool.

Gerrard juga tahu betul bagaimana bersikap terhadap rekan setimnya. Dia bisa bersikap idealis dan juga taktis. Dia tahu bagaimana cara menyambut, cara mendalami sifat dan bagaimana dia harus berbicara kepada rekan-rekannya di dalam dan luar lapangan. Itulah yang menjadi rahasia sukses Gerrard yang hampir cocok berduet dengan siapa saja baik di setiap lini. Gerrard harus sangat jeli dan tegas dalam mengambil keputusan, tapi dilain sisi ia bisa juga menjadi figur kakak atau yg dituakan. Ah! sungguh beratlah. Dan ia jadi kapten Liverpool, klub yang  belajar merangkak untuk bisa berjalan dan berlari lagi.

Akhirnya tersadari juga kalau jadi kapten itu tidaklah enak. Apalagi di klub  (sekali lagi) seperti Liverpool. Tapi mau tak mau, harus ada yang mau mengembannya. Sejauh ini, dia yang terbaik di posisi itu. 

Tapi, Gerrard hanyalah seorang manusia, dia bukan Liverpool yang “hanya” sebatas nama klub sepakbola yang tak bakal menua fisiknya. Musim terbaiknya mungkin sudah lewat. Di musim 2012-2013 ini, dia memang hampir bermain di seluruh laga Liverpool. Tapi kalau kita mau mencoba realistis, permainannya tak lagi selincah dan seindah dulu. Dia tak tak lagi berlalri sebanyak dulu, tak sengotot dulu, dan beberapa kali dia terlihat sangat cepat frustasi saat tim sedang dalam keadaan tertinggal.  Tak sedikit pula strategi Brendan musim ini yang harus rela rusak karena longpass yang sudah menjadi kebiasaannya. Ia ibarat gitaris, jemari Gerrard sudah mulai melambat, yang hanya tak bisa dipaksa full kick and rush lagi. Akan tetapi ada hal yang paling penting dalam diri Gerrard dan belum dimiliki pemain Liverpool lainnya , yaitu passion. Semua orang tahu benar kalau Gerrard masih menjadi orang pertama di Liverpool yang paling lapar. Menjuarai EPL adalah mimpi terbesarnya, dia tentu ingin karirnya selangkah di depan Carragher ataupun Fowler. Namun, saya kira peluang untuk yang ambisi satu itu cuma Gerrard yang tahu, karena ia juga yang paham betul dengan kondisi fisiknya sekarang. Gerrard harus segera mulai membuka diri terhadap hal baru. Bergerak sesuai perubahan, seperti yang Giggs dan Scholes. Ia mungkin harus memainkan beberapa peran baru dimusim-musim yang tersisa. Peran yang tetap pentingnya di Liverpool. Sehingga dia tidak terlanjur cepat luntur.

Kalaupun bukan terjadi di eranya, Gerrard akan menjadi salah satu orang terakhir yang akan merasakan kenyangnya Liverpool saat menjuarai EPL suatu saat nanti.

YA! Betapa mengerikannya kata Pensiun ya? Bukan cuma mungkin, tapi pasti Gerrard akan pensiun. Pertanyaan pertama, siapakah gitaris selanjutnya yang mau memimpin grup musik dari kota Liverpool ini? yang kualitasnya minimal sama bagusnya dengan Gerrard? Reina or Agger? Mungkin.

Pertanyaan kedua. Seisi Anfiled pasti akan berdiri menangis sambil memberikan standing oviation saat ia melakoni laga terakhirnya untuk Liverpool, tapi bagaimanakah seorang Gerrard nantinya setelah pertandingan tersebut? Apakah ia akan menjadi seperti Slash atau Brian May?.

Coretan oleh : Randy Newman Hutagalung - @rendynewmanh
Read more ...

A letter to The Majesty, Luis Suarez



Kepada,
Yang Mulia Tuan Luis Alberto Suarez Diaz
Di tempat.

Halo Tuan, Apakabar? Apakah sudah meminum racun? Racun yang akan membuat tambahan gelar di depan nama anda, Alm.

Anda tidak mengenal saya, tapi saya secara intens melihat anda baik di TV ataupun secara langsung. Dan juga masih ingat dalam benak pikiran saya ketika saya meminta anda meluangkan waktu sebentar untuk berfoto di Plaza Atheene, Bangkok dan sayangnya anda pakai ego anda disitu, anda melengos pergi meninggalkan saya

Yang Mulia Tuan Luis Suarez, 
2 tahun silam, anda datang ke klub kecil terletak di suatu pelabuhan yang belum jelas masa depannya. Klub yang menjadi impian anda bermain ketika anda masih kecil. Klub yang selalu jadi pilihan utama ketika anda bermain playstation. Klub dimana anda ingin berduet dengan pemain legendaris asal Spanyol di kala itu, namun sayangnya beliau merasa bosan tinggal di kota pelabuhan tersebut dan memutuskan untuk pindah ke kota mewah di London.

Tuan Luis Suarez yang terhormat, Anda pasti pernah mendengar cerita mengenai bagaimana Spaniard tersebut begitu dicintai oleh para fans. Sebegitunya kami mencintai beliau. 

Dari awal anda menginjakkan kaki di kota pelabuhan tersebut, saya mencoba menyayangi anda layaknya seorang Tuhan yang akan menyelamatkan umatnya. Mencoba membenarkan dan melindungi anda setiap tindakan yang menurut anda paling benar untuk dilakukan, dari tindakan rasis, menyelam sampai menggigit daging orang yang mungkin sudah menjadi kebiasaan favorit anda. Selain itu sebagai bentuk dukungan, nyanyian saya lantangkan tanpa henti didepan layar kaca untuk mendukung anda di setiap 90 menit selama 2 musim terakhir ini. Bernyanyi yang mengisyaratkan bahwa anda lebih baik daripada Spaniard tersebut, idola lama saya. Hal tersebut saya lakukan dengan harapan Yang Mulia dapat senantiasa mengabulkan permintaan saya untuk tinggal selama mungkin di kota pelabuhan tersebut.

Namun akhir-akhir ini, Saya membaca interview terakhir Anda di beberapa online newspaper, Tuan. Setelah ribuan interview yang membuat saya sulit tidur waktu Anda mempertimbangkan untuk pindah. Kemudian saya baca interview anda yang terbaru kalau anda ingin klub kecil yang kami dukung selama bertahun-tahun ini melepaskan anda secepatnya ke klub yang menawarkan jabatan tinggi untuk anda. Anda dengan rela melepas klub kecil dan usang yang menjadi tujuan anda bermain dari kecil, klub yang selalu anda pakai ketika anda bermain Playstation. Klub usang yang tanpa henti mendukung dan mencoba menyelamatkan harga diri anda ketika anda terjatuh. Klub usang yang membuat legenda abadi di klub tersebut kehilangan pekerjaannya sebagai manajer ketika menyelamatkan harga diri anda.

Saya bukannya mau meminta imbalan dari apa yang telah saya dan para fans mati-matian lakukan kepada Tuan, tapi apakah kami pantas menerima luka kepedihan dari Tuan? Kepedihan yang membuat bulan purnama pun merajuk dan juga kepedihan yang tidak gampang untuk luntur dan memudar. 

Yang Mulia Tuan Luis Suarez,

Hanya 1 pertanyaan yang melekat di benak kami. Pertanyaan yang mungkin sudah kami ketahui jawabannya..

“Apakah Tuan berencana secepatnya ke kantor camat terdekat untuk mengganti akte kelahiran Delfina?”

Kasih yang selalu merindu. 
Salam hormat,

@kevzdaniel
Read more ...