25 March 2013

We Should Have Missed Dirk Kuyt.


Apa yang pertama kali terlintas di kepala Anda saat disodorkan kata "Belanda" ? Bunga Tulip? Kincir Angin? Keju? Dam? atau Red Light District? :)



Bila Anda adalah seorang fans Liverpool, sebagian besar juga akan mengingat si blonde anak nelayan yang didatangkan dari Feyenoord, Dirk Kuyt. Si pemain posisi sayap yang kita rindukan. Ya, seharusnya kita rindukan. Mari kita bicarakan sedikit si pekerja keras ini.

Ada beberapa alasan yang mendasari mengapa kita merindukan dia. Mungkin dia tak sepopuler Luis Suarez, tak banyak diidolakan kaum hawa layaknya Downing atau Suso. Tapi dia spesial dan merupakan sosok pahlawan bagi LFC, bagi banyak pendukung LFC dan tentu saja bagi saya. Labelisasi living legend atau hanya pemain yang sekedar nyangkut di ingatan itu kembali pada pandangan masing-masing.

Siapa tak ingat hattrick nya saat mengalahkan Manchester United, 6 Maret 2011? salah satu momen yang memorable. Atau 2 golnya dari titik putih saat melawan The Toffees di tahun keduanya membela The Reds? Semuanya emosional, seperti gol-golnya yang lain, yang tak jarang terkemas di saat-saat krusial. Anda akan melihat sosok berambut emas seperti melayang, melaju, mendekati area gawang lawan dan memanfaatkan kesempatan-kesempatan terakhir. Namun bagi saya, yang paling tak terlupakan adalah match Bolton Wanderers vs LFC , 30 September 2006 . Memang, LFC kalah 2-0 dari Bolton. Tapi di match yang pelik kala itu, adalah saat dimana saya pertama kali jatuh cinta pada Meneer pirang ini. Pada saat itu, kepalanya bertabrakan keras dengandefender Bolton yang mengakibatkan luka dan kepalanya bersimbah darah. Rambut keemasannya seketika berubah menjadi merah, layaknya seragam yang dia kenakan. Tunggu. Dia terus berlari, tanpa drama kesakitan yang berlebihan bak diri tertiban langit. Walau akhirnya beberapa saat setelah itu dia berlari kedressing room untuk mendapatkan perawatan. Namun, dia kembali lagi ke lapangan untuk melanjutkan perjuangannya. Barulah pada menit ke-49 dia digantikan oleh Crouch. Betapa peristiwa itu membuat tercengang. Saya tak melepaskan pandangan dari televisi seraya berpikir betapa kuatnya manusia ini.

Sungguh kegigihan dan semangat juangnya yang pantang kendur itu benar-benar membuat kita terkesima. Bagaimana tidak? perasaan yang luar biasa bisa menyaksikan seorang pemain asal dari Katwijk, yang hampir saja menjadi nelayan mengikuti jejak sang Ayah, dapat menunjukan atraksinya yang powerful bersama LFC. Terima kasih pada keputusannya dulu yang lebih memilih menggantungkan nasibnya di lapangan rumput, bukan pada debur ombak di laut.

Dirk Kuyt  juga disandingkan dengan Phil Neal, Jan Molby, Billy Liddle, Danny Murphy dan Steven Gerrard sebagai "The Most Accomplished Penalty Taker".  Disamping mengemas 51 gol di Premiership sepanjang karirnya di LFC, catatan yang baik juga dia torehkan di musim 2010/2011. Dirk Kuyt hanya melewatkan 5 match EPL saat itu. Sungguh seorang pekerja keras. What a treasure LFC had back at that time. Incredible job, Dirkie!

And believe me, he's more than just a footballer in Liverpool. Dia punya kehidupannya disana. Paling tidak, sampai dia berkemas dan pindah ke negara kebab. Dia memiliki sebuah yayasan, "Dirk Kuyt Foundation" yang mewadahi & mendukung orang-orang berkebutuhan khusus.  Selain itu mungkin ada yang masih ingat tribut-nya pada Hillsborough Memorial Service tahun lalu. "It was an honour to read psalm 23 @ the hillsborough memorial service. Let there be justice for the 96. They will never be forgotten!!" begitu pungkasnya di akun twitter pribadinya.  Begitu pula dengan kehidupan bermasyarakatnya. Seperti yang dikutip dari website resmi LFC , anak perempuan tertuanya, Noelle sekarang sudah fasih berbahasa Inggris. Faktanya, bukan saja bahasa Inggris, dia bahkan berbicara bahasa Scouse. Roan dan Jordan juga begitu, mereka memiliki nama Inggris dan karena mereka lahir di Liverpool, tampaknya mereka layak disebut Scouser. Untuk tambahan, dari yang saya baca di salah satu forum LFC bahwa kabarnya Dirk Kuyt membeli beberapa rumah di Liverpool dan salah satunya disewa oleh Keluarga Lucas Leiva. Menarik bila kita menyadari bahwa Dirk Kuyt dan beberapa former player LFC belum benar-benar melepas hatinya dari Liverpool.

6 tahun penuh kerja keras harus berakhir dengan berbagai alasan. Mungkin LFC punya kesempatan kerja keras untuk diberikan ke pemain lain, sementara Dirk Kuyt pun masih menginginkan hal yang sama. Menandatangani kontrak dari klub Turki menjadi gong penanda berakhirnya masa kita menikmati kegesitannya bersama squad merah. Hampir 1 tahun berlalu, namun dia tetap masih menjadi pahlawan saya dan akan selalu menjadi pahlawan saya.

Ada yang menjulukinya "Duracell" layaknya baterai tahan lama yang pantang padam. Ada pula yang menjulukinya "The Flying Dutchman" karena larinya yang sangat cepat bagai terbang. Atau kalau boleh mengutip julukan Carra untuknya : "like he has a parachute on". Apapun julukannya, pasti membekas pada ingatan kita jasa-jasa dan kerja kerasnya. One of many Liverpool's hero. A working class hero. A humble man who gives us fever. Dirk Kuyt, he knows how to do it. Dank u wel, Meneer! #KuytFever.


@hannybunch

4 comments:

  1. Ik heb zeker Dirk Kuyt gemist :)

    ReplyDelete
  2. miss him too,
    buat gue, dia idola
    semangat pantang menyerah nya
    kalo gue, doi ini mirip Pavel nedved pas di Juve
    lari trus sepanjang pertandingan
    ngga kenal lelah,
    dan momen nya yg paling memorable tentu aja,
    dua gol ke gawang kompatriotnya di timnas Belanda,
    (f)

    ReplyDelete
  3. am sorry,
    maksud gue hattrick nya.. :d

    ReplyDelete
  4. Gakbisa Move On :) #MissUKuyt :))

    ReplyDelete