We love you Liverpool!! We do!!
We love you Liverpool!! We do!!
We love you Liverpool!! We do!!
Oh Liverpool we love you!
Seperti biasanya saat mulai memasuki menit-menit akhir di pertandingan yang
dimenangkan oleh Liverpool, chant “We love you Liverpool” mulai diteriakan oleh
para fans yang juga sudah biasa untuk melihat tim kesayangannya menuai hasil
menang seri maupun kalah bergantian secara adil.
Chant itu terdengar lagi saat Liverpool unggul atas
Newcastle hari minggu lalu dengan skor 0-6. Betul, saya tidak salah menulis
hasil akhir pertandingan yang menjadi kemenangan away pertama di EPL dengan
skor lebih dari 0-5 musim ini. Mau lebih keren? Kekalahan yang diterima oleh
Newcastle atas Liverpool kemaren adalah kekalahan kandang terbesar mereka sejak
1925! Betul, sekali lagi saya tidak salah tulis dengan fakta diatas.
Benar-benar hasil yang sangat spesial -terlepas dari peringkat Newcastle saat ini- untuk
Liverpool. Perlu dicatat hasil ini didapatkan saat Luis Suarez absen akibat….
Ah, sudahlah. Liverpool yang hampir sepanjang musim selalu disebut sebagai One
Man Team oleh fans lawan karena permainan yang terlihat sangat Suarez-centris
dimana aliran bola selalu tertuju kepada Suarez, malam itu seakan menjawab cibiran
dari para fans tersebut. Hadirnya Sturridge dan Coutinho yang didatangkan dari
bursa transfer di Bulan Januari lalu menjadi jawaban dari jajaran direksi,
pelatih dan scout -kalau masih ada- dari Liverpool atas minimnya pilihan alternatif di sektor penyerang.
Kembali ke pertandingan saat melawan Newcastle, malam itu
kita dibuat lupa akan absennya Luis Suarez yang di pertandingan sebelumnya
melawan Chelsea baru saja membuat rekor sebagai permain Liverpool pertama yang
mencetak 30 dalam satu musim di semua kompetisi, sejak Fernando Torres pada
musim 2007/08. Kita disihir oleh aksi-aksi dari Jordan Henderson yang tidak
pernah berhenti bergerak seakan-akan siap untuk bermain bola selama 180 menit,
juga oleh Daniel Sturridge dengan goyang absurdnya setelah mencetak gol yang
jujur sangat saya tunggu. Jangan lupa dengan aksi dari Coutinho yang mungkin
membuat Inter Milan menyesal menjualnya ke Liverpool dengan harga yang bisa
dibilang sangat murah, bahkan kalo harga Coutinho dikali dua belum lebih mahal
dari harga pemain favorit kita semua Stewart Downing.
Tanpa Luis Suarez, aliran bola lebih merata. Coutinho yang
bermain sedikit ke tengah membuat Steven Gerrard lebih santai dalam menjalankan
tugasnya di lini tengah bersama Lucas. Henderson yang bermain sebagai sayap
kiri ghaib saat menyerang tiba-tiba
bisa berada di tengah bersama Gerrard dan Lucas. Downing selalu menjalankan
tugasnya dengan baik untuk mengcover areanya saat Glenjo ikut membantu
penyerangan, saya yakin 2 musim bersama Liverpool sudah cukup untuk Downing
mengetahui kekhilafan Glenjo yang terkadang lupa untuk kembali ke areanya
setelah ikut menyerang. Agger dan Carragher yang selalu memberikan 110% di
setiap pertandingan, intinya, semua pemain Liverpool malam itu bermain hampir
sempurna.
Tapi disinilah masalah hadir, Liverpool sebagai klub yang
konsisten untuk tidak konsisten dalam beberapa tahun kebelakang selalu saja
mengulang cerita yang sama. Menang besar melawan tim papan atas kemudian kalah
tidak terhormat oleh tim antah berantah minggu selanjutnya. Para fans Liverpool
dibuat terbiasa untuk menerima kekalahan, sudah berapa kali saya dibuat kesal
oleh ulah dari beberapa fans yang saat Liverpool kalah seakan haram untuk
melihat kritik atau ketidakpuasan beberapa fans lainnya dengan menulis ‘Ingat
Kop Pledge bro!’ atau ‘YNWA! Dasar karbit lo!’ please… You’ll Never Walk Alone
itu bukan berarti tim lo kalah terus meraka ga salah dan kebal kritik.
Minggu nanti kita akan melawan Everton, wajib menang. Ini
masalah gengsi, mau tak mau harus kita akui mereka berada di atas kita secara
peringkat dan mereka masih memiliki peluang untuk bermain di Liga Champions
musim depan. Kita? Musim depan lah………
@azmimgd
Sungguh menakjubkan,,,,
ReplyDeletemasterclass...
ReplyDelete