30 April 2013

Konsisten Untuk Tidak Konsisten


We love you Liverpool!! We do!!
We love you Liverpool!! We do!!
We love you Liverpool!! We do!!
Oh Liverpool we love you!

Seperti biasanya saat mulai memasuki  menit-menit akhir di pertandingan yang dimenangkan oleh Liverpool, chant “We love you Liverpool” mulai diteriakan oleh para fans yang juga sudah biasa untuk melihat tim kesayangannya menuai hasil menang seri maupun kalah bergantian secara adil.

Chant itu terdengar lagi saat Liverpool unggul atas Newcastle hari minggu lalu dengan skor 0-6. Betul, saya tidak salah menulis hasil akhir pertandingan yang menjadi kemenangan away pertama di EPL dengan skor lebih dari 0-5 musim ini. Mau lebih keren? Kekalahan yang diterima oleh Newcastle atas Liverpool kemaren adalah kekalahan kandang terbesar mereka sejak 1925! Betul, sekali lagi saya tidak salah tulis dengan fakta diatas.

Benar-benar hasil yang sangat spesial -terlepas dari  peringkat Newcastle saat ini- untuk Liverpool. Perlu dicatat hasil ini didapatkan saat Luis Suarez absen akibat…. Ah, sudahlah. Liverpool yang hampir sepanjang musim selalu disebut sebagai One Man Team oleh fans lawan karena permainan yang terlihat sangat Suarez-centris dimana aliran bola selalu tertuju kepada Suarez, malam itu seakan menjawab cibiran dari para fans tersebut. Hadirnya Sturridge dan Coutinho yang didatangkan dari bursa transfer di Bulan Januari lalu menjadi jawaban dari jajaran direksi, pelatih dan scout -kalau masih ada- dari Liverpool  atas minimnya pilihan alternatif di sektor penyerang.

Kembali ke pertandingan saat melawan Newcastle, malam itu kita dibuat lupa akan absennya Luis Suarez yang di pertandingan sebelumnya melawan Chelsea baru saja membuat rekor sebagai permain Liverpool pertama yang mencetak 30 dalam satu musim di semua kompetisi, sejak Fernando Torres pada musim 2007/08. Kita disihir oleh aksi-aksi dari Jordan Henderson yang tidak pernah berhenti bergerak seakan-akan siap untuk bermain bola selama 180 menit, juga oleh Daniel Sturridge dengan goyang absurdnya setelah mencetak gol yang jujur sangat saya tunggu. Jangan lupa dengan aksi dari Coutinho yang mungkin membuat Inter Milan menyesal menjualnya ke Liverpool dengan harga yang bisa dibilang sangat murah, bahkan kalo harga Coutinho dikali dua belum lebih mahal dari harga pemain favorit kita semua Stewart Downing.





Tanpa Luis Suarez, aliran bola lebih merata. Coutinho yang bermain sedikit ke tengah membuat Steven Gerrard lebih santai dalam menjalankan tugasnya di lini tengah bersama Lucas. Henderson yang bermain sebagai sayap kiri ghaib saat menyerang tiba-tiba bisa berada di tengah bersama Gerrard dan Lucas. Downing selalu menjalankan tugasnya dengan baik untuk mengcover areanya saat Glenjo ikut membantu penyerangan, saya yakin 2 musim bersama Liverpool sudah cukup untuk Downing mengetahui kekhilafan Glenjo yang terkadang lupa untuk kembali ke areanya setelah ikut menyerang. Agger dan Carragher yang selalu memberikan 110% di setiap pertandingan, intinya, semua pemain Liverpool malam itu bermain hampir sempurna.

Tapi disinilah masalah hadir, Liverpool sebagai klub yang konsisten untuk tidak konsisten dalam beberapa tahun kebelakang selalu saja mengulang cerita yang sama. Menang besar melawan tim papan atas kemudian kalah tidak terhormat oleh tim antah berantah minggu selanjutnya. Para fans Liverpool dibuat terbiasa untuk menerima kekalahan, sudah berapa kali saya dibuat kesal oleh ulah dari beberapa fans yang saat Liverpool kalah seakan haram untuk melihat kritik atau ketidakpuasan beberapa fans lainnya dengan menulis ‘Ingat Kop Pledge bro!’ atau ‘YNWA! Dasar karbit lo!’ please… You’ll Never Walk Alone itu bukan berarti tim lo kalah terus meraka ga salah dan kebal kritik.

Minggu nanti kita akan melawan Everton, wajib menang. Ini masalah gengsi, mau tak mau harus kita akui mereka berada di atas kita secara peringkat dan mereka masih memiliki peluang untuk bermain di Liga Champions musim depan. Kita? Musim depan lah………

@azmimgd

2 comments: