Menanggapi
artikel saya beberapa waktu yang menunjukkan betapa kita senang memperdaya diri
sendiri dengan berbagai macam pembenaran yang langsung memberikan sebuah
judgment bahwa selalu menyenangkan berhasil mengkerdilkan seseorang. Dan saya
tidak akan melanjutkan basa-basi yang terlalu panjang masalah filosofi, anda
punya pandangan sendiri begitu pula saya.
Di Barclays Premier League ada sebuah tradisi bahwa pertandingan Big Match, yang dimodifikasi menjadi Super Jeger di Indonesia, akan dimainkan pada hari Minggu. Entah apa yang ada di pikiran media pemilik hak siar televisi mereka menyiarkan sebuah laga tim papan tengah yang nanggung melawan sebuah tim yang kekurangan jati diri karena dipenuhi pemain-pemain yang baru memasuki masa puber.
Pada pertemuan pertama di Anfield, Aston Villa sukses mendulang kemenangan yang tidak perlu saya korek-korek lagi lukanya. Yang benar saja, Aston Villa yang itu menang 3-1, di Anfield lagi... Anfield memang angker, bahkan pemiliknya pun sulit menang disana.
Anyway, apakah Liverpool memang pantas menang atas Aston Villa di Super Sunday? Jawabannya iya, kenapa? Karena Liverpool pada dasarnya tidak menggunakan sesuatu yang sebetulnya haram untuk kembali dilakukan. Formasi 4-3-3 apapun bentuknya, masih lebih baik digunakan karena sistem yang diimplementasi mendukung untuk berbuat demikian. Apa yang hilang dalam laga melawan Southampton yang diatas kertas sebetulnya Liverpool lebih baik, tapi nyatanya pem-bully-an terjadi tanpa bisa dikontrol. Kenyataan bahwa tidak ada pemain yang datang menjemput bola kebelakang membuat dalam laga tersebut Liverpool terlihat seperti West-Ham. Sekali lagi, mungkin ada baiknya Andy Carroll kembali bermain untuk Liverpool, toh, ia sudah mencetak gol lagi, 2 gol pula. Mungkin ia bisa menawarkan 2 gol per 31 pertandingan, tidak ada yang tahu.
Krisis
identitas juga adalah masalah yang harus segera diatasi. Melihat Liverpool
bermain berarti sama saja mempermainkan perasaan, mungkin mirip jika anda yang
sudah memasuki usia matang, tapi mendekati pasangan yang lebih muda jauh dari
usia anda. Yang menuntut anda untuk lebih sabar dalam menjaga perasaan pasangan.
Tidak
mudah melihat Liverpool kebobolan, apalagi jika cara kebobolannya konyol. Terlepas
dari gilang-gemilangnya adik Mike Tyson saat berhadapan dengan para defender
(Iya, saya membicarakan Christian Benteke), tuntutan untuk para defender
bermain lebih kedalam saat bertahan harus dibayar mahal. Hal ini disebabkan
oleh pertarungan antara tua versus muda dalam sosok Jamie Carragher dan
Christian Benteke, dan pertarungan lambat versus speed merchant dalam sosok
Jamie Carragher dan Gabriel Agbonlahor. Anda mungkin metertawakan saya atas
analisis tidak berdasar, tapi saya berterima kasih pada Tuhan karena melalui
tangan brilliant EPL Index, mainan baru ini bisa dibuat sebagai penguat theory tidak berdasar.
Ada sebuah umpan panjang yang datang dari lini
tengah Villa yang terisi penuh oleh 7 pemain yang diantaranya terdiri dari 4
pemain Liverpool. Anda tidak bisa serta merta menyalahkan Luis Suarez yang
harus drop deeper sepanjang laga meminta bola sebagai yang saya sebut: false
nine dan kembali memintanya untuk track back pemain lawan yang semestinya
daerahnya telah tercover secara otomatis oleh Jordan Henderson. Yang perlu
dicatat adalah bagaimana Villa hanya dengan memanfaatkan 2 buah umpan hingga
menjadi gol, dan dalamnya pertahanan Liverpool yang harus menyesuaikan diri
dengan kecepatan Jamie Carragher, terjebak dalam situasi yang sebetulnya
menguntungkan karena unggul dalam jumlah tapi malah kebobolan mendadak karena
lini tengah tertinggal jauh didepan.
Coutinho adalah pedagang jersey original ditengah
kumpulan pedagang jersey KW. Umpannya ke Henderson sangat menyayat hati, jika
anda mendengarkan lantunan lagu-lagu Adele maka through pass semalam adalah hit
point-nya dan eksekusi dingin Henderson adalah mulai terbentuknya kaca-kaca
tangisan disudut mata.
Maaf sebelumnya, tapi apa yang ditawarkan Coutinho
adalah sesuatu yang berbeda, sesuatu yang tidak dipunyai satu pemainpun di
squad Liverpool saat ini. Jika anda termasuk penikmat sepakbola, maka hal yang
kemarin itu bukanlah sesuatu yang mestinya terlalu diagungkan seperti
malaikat-malaikat cantik dalam iklan parfum. Kenapa kita begitu kagum adalah
karena kita jarang melihat killer ball yang seperti itu, persetan dengan apa
yang fans Barcelona katakan. Apa yang terjadi dibabak pertama adalah contoh
konkrit dari betapa kurangnya faktor koordinasi permainan disepertiga lapangan.
Kembalinya Henderson kedalam starting XI adalah kado indah saat paskah, anda
tidak bisa membiarkan Lucas dan Gerrard dijadikan bahan bercandaan oleh
pemain-pemain Villa, haram hukumnya. Tanpa adanya killer ball yang mampu
dilakukan oleh Gerrard ataupun Henderson membuat pola serangannya menjadi “umpan-umpan-umpan-umpan
ke Pepe Reina-tendang jauh-jauh.” Gerrard mengukapkan bagaimana hebatnya
Coutinho, tapi saya harap ia tidak memberi komentar lebih jauh lagi. Kita sama-sama
tahu Gerrard menilai Joe Cole sama hebatnya seperti Lionel Messi.
Adalah sebuah anugrah bagi saya yang menyaksikan
dengan mata kepala sendiri bagaimana bahagianya menjadi seorang fans Liverpool.
Coutinho yang dibeli dengan harga murah ternyata mampu bermain melebihi
ekspektasi, dengan hanya 8.5 juta Pounds, Coutinho baru bermain sebanyak 6 kali
mencetak 2 gol dan 3 assists, keren ya? Sekarang coba kita bandingkan dengan
pemain andalan dari para rival seperti Tom Cleverly dan Jack Wilshere. Cleverly
dari 16 kali start telah mencetak 2 gol dan 1 assist, sedangkan andalan
Arsenal, Wilshere belum mencetak gol dan menghasilkan 3 assist dari 18 kali
start. Jangan bandingkan dengan Jordan Henderson.
Henderson seperti yang sudah saya tulis di
artikel-artikel sebelumnya bukanlah yang terhebat, tapi ia setidaknya bisa
membuat Brendan Rodgers berpikir untuk tidak sekali-sekali lagi bermain menggunakan
4-2-4, ia adalah motornya, Henderson membuat lini tengah Liverpool bekerja dan berfungsi sebagaimana mestinya.
Tapi adalah hal yang menggelikan melihat perbandingan
Coutinho & Henderson versus Cleverly & Wilshere dll, mungkin jika mampu
mengeluarkan fakta-fakta unik akan menjadi hiburan atas kenyataan pahit bahwa
sehebat-hebatnya Coutinho dan Henderson dibandingkan Cleverly atau Wilshere,
Liverpool tetaplah berada di posisi ke 7 dan pemain yang anda sebut tidak
terlalu hebat itu kini berpeluang meraih sesuatu yang sebenarnya kita
idam-idamkan. Premier League? Top 4?
The choice is yours whether you accept the ugly
truth or the beautiful lie.
@MahendraSatya
Wah, ada peluang nih Indonesia menang lawan liverpool pas pre season, indonesia doyan longball, Liverpool kacrut defend longball. PAS.
ReplyDelete