1 April 2013

To Be Beauty Is Really Pain!


“Cantik”, adalah kata yang sangat akrab dengan kaum wanita. Apalagi semenjak mereka kenal dengan yang namanya pembalut, alias sudah puber. Kalau dilakukan survei, maka 11 dari 10 wanita pasti tak ada yang mau dibilang jelek, atau terlahir jelek.


Cantik itu sudah menjadi hak sekaligus kewajiban bagi seorang wanita. Kalau cantiknya bawaan gen berarti itu anugrah, nah kalo sebaliknya maka cantik itu musibah yang mau tak mau akan menjadi kewajiban. Kata cantik membuat wanita merasa tertuntut. Ketika menatap cermin, sudah menjadi naluri wanita untuk mencari dan menemukan kekurangan fisiknya, kantung mata, hidung, kerutan, jerawat, rambut, hingga berat badanpun bisa dihitung dari cermin tersebut. Belum lagi masalah model pakaian yang dari jaman ke jaman terus berkembang. Solusinya? di zaman semaju ini banyak cara, mulai dari yang alami sampai yang hardcore pun ada, seperti diet ketat/anorexia hingga sedot lemak, dan dari make up sampai plastic surgery. Tapi kebanyakan solusi-solusi yang ada itu sesungguhnya sangatlah menyakitkan kaum wanita itu sendiri.


Kata “cantik” pun dikenal dalam dunia sepakbola, dan mungkin Brazil yang pertama kali menyandang predikat tersebut. Untuk saat ini, banyak pihak yang setuju, kalau permainan Barcelona adalah yang paling cantik. Bak wanita-wanita korea yang banyak digandrungi oleh pemuda di Indonesia. Tentu banyak tim lain yang ingin tampil cantik juga, dan Liverpool salah satu contohnya.


Liverpool tentu merupakan klub yang sudah mempunyai gen cantik di dalam darahnya yang merah semenjak lahir. Sejarah sukses masa lalu menjadi bukti otentik. Seperti teknologi, standar kecantikan selalu berubah sesuai dengan jamannya, akan tetapi Liverpool sepertinya lupa akan hal tersebut. Liverpool seakan masih dimabukkan oleh kecantikan masa lalunya. Sementara stereotip lelaki terhadap kecantikan selalu berubah-ubah. Liverpool sebenarnya tidak kehilangan sisi cantiknya, hanya saja sudah ketinggalan zaman. Lebih parah lagi Liverpool yang sekarang sudah tak terbiasa lagi tampil cantik. Ibarat gadis kota yang mulai terbiasa hidup tanpa bedak, menjadi biasa dan relatif membosankan. Fenomena ini sudah terjadi semenjak saya lahir (23 tahun silam).


Sebagai pasangan kekasih Liverpool, tentu kita menginginkan adanya perubahan. Ya! Liverpool harus mulai banyak bercermin dan mempermak diri, dengan konsekuensi adanya perusakan beberapa bagian yang lama. Seperti halnya perawatan kecantikan kebanyakan, harus ada yang dihindari, dikurangi, disedot, dipotong, ditarik, diangkat dan ditambal. Sebagai ahli kecantikan Liverpool yang baru, Rodgers memangku tanggung jawab untuk merenovasi Liverpool, mulai dari pembinaan pemain-pemain muda, mencari the next Fowler atau Gerrard, mengembalikan mentalitas pemain menjadi mental pemenang, diet dari inkonsistensi, membuat pakem permainan yang baru yang lebih dinamis, bahkan kalau perlu mengembangkan strategi-strategi nakal demi meraih kemenangan. Rodgers juga harus mulai berani mengurangi kadar ketergantungan Liverpool terhadap kapten Gerrard sebelum semuanya terlambat.


Tentu untuk semua perawatan itu memelukan biaya, tapi apapun hal yang bisa dilakukan untuk mengembalikan kecantikan Liverpool harus dilakukan sekuat hati dan tenaga. Because to be beauty is really pain!

@rendynewmanh


No comments:

Post a Comment