“Cantik”,
adalah kata yang sangat akrab dengan kaum wanita. Apalagi semenjak mereka kenal
dengan yang namanya pembalut, alias sudah puber. Kalau dilakukan survei, maka
11 dari 10 wanita pasti tak ada yang mau dibilang jelek, atau terlahir jelek.
Cantik itu sudah
menjadi hak sekaligus kewajiban bagi seorang wanita. Kalau cantiknya bawaan gen
berarti itu anugrah, nah kalo sebaliknya maka cantik itu musibah yang mau tak
mau akan menjadi kewajiban. Kata cantik membuat wanita merasa tertuntut. Ketika
menatap cermin, sudah menjadi naluri wanita untuk mencari dan menemukan
kekurangan fisiknya, kantung mata, hidung, kerutan, jerawat, rambut, hingga
berat badanpun bisa dihitung dari cermin tersebut. Belum lagi masalah model
pakaian yang dari jaman ke jaman terus berkembang. Solusinya? di zaman semaju
ini banyak cara, mulai dari yang alami sampai yang hardcore pun ada, seperti
diet ketat/anorexia hingga sedot lemak, dan dari make up sampai plastic
surgery. Tapi kebanyakan solusi-solusi yang ada itu sesungguhnya sangatlah
menyakitkan kaum wanita itu sendiri.
Kata “cantik” pun
dikenal dalam dunia sepakbola, dan mungkin Brazil yang pertama kali menyandang
predikat tersebut. Untuk saat ini, banyak pihak yang setuju, kalau permainan
Barcelona adalah yang paling cantik. Bak wanita-wanita korea yang banyak
digandrungi oleh pemuda di Indonesia. Tentu banyak tim lain yang ingin tampil
cantik juga, dan Liverpool salah satu contohnya.
Liverpool tentu
merupakan klub yang sudah mempunyai gen cantik di dalam darahnya yang merah
semenjak lahir. Sejarah sukses masa lalu menjadi bukti otentik. Seperti
teknologi, standar kecantikan selalu berubah sesuai dengan jamannya, akan
tetapi Liverpool sepertinya lupa akan hal tersebut. Liverpool seakan masih
dimabukkan oleh kecantikan masa lalunya. Sementara stereotip lelaki terhadap kecantikan
selalu berubah-ubah. Liverpool sebenarnya tidak kehilangan sisi cantiknya,
hanya saja sudah ketinggalan zaman. Lebih parah lagi Liverpool yang sekarang
sudah tak terbiasa lagi tampil cantik. Ibarat gadis kota yang mulai terbiasa
hidup tanpa bedak, menjadi biasa dan relatif membosankan. Fenomena ini sudah
terjadi semenjak saya lahir (23 tahun silam).
Sebagai pasangan
kekasih Liverpool, tentu kita menginginkan adanya perubahan. Ya! Liverpool
harus mulai banyak bercermin dan mempermak diri, dengan konsekuensi adanya
perusakan beberapa bagian yang lama. Seperti halnya perawatan kecantikan
kebanyakan, harus ada yang dihindari, dikurangi, disedot, dipotong, ditarik,
diangkat dan ditambal. Sebagai ahli kecantikan Liverpool yang baru, Rodgers
memangku tanggung jawab untuk merenovasi Liverpool, mulai dari pembinaan
pemain-pemain muda, mencari the next Fowler atau Gerrard, mengembalikan
mentalitas pemain menjadi mental pemenang, diet dari inkonsistensi, membuat
pakem permainan yang baru yang lebih dinamis, bahkan kalau perlu mengembangkan
strategi-strategi nakal demi meraih kemenangan. Rodgers juga harus mulai berani
mengurangi kadar ketergantungan Liverpool terhadap kapten Gerrard sebelum
semuanya terlambat.
Tentu untuk semua
perawatan itu memelukan biaya, tapi apapun hal yang bisa dilakukan untuk
mengembalikan kecantikan Liverpool harus dilakukan sekuat hati dan tenaga. Because
to be beauty is really pain!
@rendynewmanh
No comments:
Post a Comment