Tidak semua kegagalan meraih kemenangan berarti negatif. Setidaknya itu yang ditunjukan di St James Park, di kandang Newcastle untuk pertama kalinya musim ini Liverpool menunjukan performa yang baik di babak kedua.
Tujuh pertandingan awal di Premier League mungkin baru satu-dua kali saya tidak olahraga jantung di babak kedua melihat The Reds membuka pintu untuk lawan agar menyerang mereka dengan tangan terbuka dan sukarela. Pada awal musim Daniel Sturridge dan Simon Mignolet bergantian selalu keluar sebagai pahlawan yang menghindarkan Liverpool dari kekalahan serta hasil seri serta kekalahan yang tidak sepantasnya didapatkan dengan susah payah.
Entah apa yang terjadi di ruang ganti dan apa yang diteriakan Brendan Rodgers di pinggir lapangan, performa Liverpool jarang terlihat bagus di babak kedua. Dibutuhkan enam laga sampai akhirnya telur itu pecah, gol Luis Suarez di babak kedua melawan Sunderland menjadi bukti betapa tim Merseyside lebih berkehendak untuk menunjukan ketangguhan lini belakangnya dan mencari gol-gol iseng berhadiah dengan serangan balik.
Semua startegi pada dasarnya baik, dan bagi mereka yang berada di posisi bukan manajer dan pemain tidak berhak berbicara, penonton hanya butuh mengetahui hasil akhir, seperti itulah panduan di buku yang saya baca. Tapi melakukan senam jantung hampir setiap weekend bukanlah hal yang baik, apalagi jika Anda dituntut rasa insecure serupa sepanjang minggu.
Liverpool punya kebiasaan aneh yang suka muncul tiba-tiba, contoh konkrit adalah laga di kandang Newcastle United. Newcastle adalah tim yang sama saat dibantai rata dengan tanah di kandang mereka musim lalu 6-0. Tapi penyakit lama memang suka kambuh. Liverpool harus ketinggalan lebih dulu sebelum akhirnya bermain lebih baik untuk mengejar ketinggalan. Tentunya teori ini tidak berlaku saat mereka berhadapan dengan Southampton di Anfield.
Sejak invansi di lini belakang seperti Kolo Toure, Aly Cissokho, Tiago Ilori dan Mamadou Sakho, yang disebut oleh Ian Ayre - sang managing director - sebagai marquee signing musim ini, Rodgers mempunyai stok bek berlimpah. Saya sempat berpikir mungkin jika Premier League memperbolehkan tujuh pergantian pemain di setiap laga, mungkin Liverpool akan menurunkan delapan bek sekaligus menggantikan semua pemain bertipe menyerang. Puji syukur hal itu tidak terjadi.
Dengan teori mendasar bahwa tidak mungkin marquee signing tidak dimainkan, maka Rodgers memutuskan bermain dengan formasi 3-4-1-2 di laga-laga terakhir sejak Agustus. Terlihat kokoh walaupun setiap pemain sesungguhnya membutuhkan buku yang akan mudah disediakan di Gramedia terdekat 'defending from set-pieces for dummies' jika ada.
Gol dari seorang Geordie Paul Dummett akhir pekan lalu, lagi-lagi membuktikan mereka butuh buku itu untuk dijadikan pedoman setiap menghadapi set-piece lawan. Newcastle bermain sangat baik dengan menurunkan Hatem Ben Arfa sebagai false nine dalam formasi 4-3-3 yang diturunkan Alan Pardew, meninggalkan Loic Remy di sisi kiri yang diharapkan mampu mengeksploitasi kegemaran Glen Johnson merengsek maju ke kotak penalti lawan.
Tapi Remy tidak tampak sepanjang laga, Newcastle, yang bermain baik saat bertahan dan efektif saat menyerang, dipaksa bertahan sepanjang babak kedua karena game plan berjalan lancar. Kolo Toure mampu menutup posisi yang ditinggalkan Johnson untuk membuat Remy yang sedang berada di puncak performa tetap berada di kantongnya sepajang laga karena bermain di sisi kanan dalam formasi tiga bek. Hal ini memungkinkan Johnson bermain sebagai false winger yang terlihat bermain bahkan terkadang bermain lebih maju daripada Sturridge maupun Suarez yang harus bergantian meminta bola ke bawah karena Victor Moses tidak lebih baik dari Stewart Downing musim lalu di St James Park.
Ketinggalan gol seperti itu seperti menampar wajah pemain Liverpool bahwa mereka harus mengejar ketertinggalan melawan Newcastle yang menutup rapat pertahanan mereka karena bermain lebih sedikit satu pemain sepanjang babak kedua. Saya tidak berkata bahwa Liverpool dapat menyerang dengan baik di babak kedua saat lawan harus bermain dengan 10 pemain, atau harus tertinggal lebih dulu karena hal tersebut tidak baik untuk kesehatan jantung.
Tapi setidaknya hal positif bisa dipetik bahwa formasi tiga bek belum usang dan tidak jelek-jelek amat, kok. Asalkan lawannya bermain dengan 10 orang dan selalu melawan Newcastle yang juga gak bagus-bagus amat.
Karena sayangnya gak bisa, jadi siap-siap tiap pertandingan senam jantung, ya?
@MahendraSatya
Ngga ada yang salah sama formasinya, tapi penempatan pemainnya. Moses mungkin mengira diri dia nabi karena berkali-kali maksa ngelewatin pemain lawan dan berharap mereka terbelah.
ReplyDeleteselama ini memang enggak srek rodger pakai 3-4-1-2 .. selama ini kelihatan lini tengah kita banyak bolongnya dan rentan pada tendangan di luar kotak pinalti.... selain itu juga ga ngerti dengan kenapa moses jadi role nomor 10 dan ternyata ga berhasil masih bandel di coba lagi...
ReplyDeletesetuju sama yg diatas
ReplyDeleteKarna senam jantung itu telah menjadi kebiasaan dan jujur,,sangatlah menyenangkan..
ReplyDelete