26 September 2013

Liverpool Hanya Menjadi Liverpool

Awal musim seolah score 1-0 menjadi kekasih idaman bagi Liverpool FC, terus menerus menang secara beruntun, 3 points demi 3 points diraih sampai ketika berada di TOP OF THE LEAGUE.


Wajar, ya sangat wajar jika kita berfikiran positive akan musim ini, start terbaik dalam 5 tahun terakhir dan  banyak lagi fakta  atau ucapan manis yang menjadi psywar bagi supporter lain.

it’s easy to support a team when in glory, but to support a team when in struggle. shows your character…

Tapi dalam 2 pertandingan terakhir melawan Saints & Manchester United di COC, Liverpool menjadi Liverpool dengan special skill dalam hal inconsistency. Masalah yang awalnya sudah dikira telah terobati ternyata kambuh lagi.

Tapi yang menjadi hal positive dalam 2 pertandingan kemarin adalah dimana kita dapat melihat dalam 2 pertandingan itu Liverpool melakukan perubahan taktik yang signifikan. Pertandingan pertama melawan Saints, Liverpool memainkan 4 Center Back (I don’t get why Mr.Brendan Rodgers doing this).  

Pertandingan kedua melawan Manchester United yang sebenarnya Manchester United tidak bermain bagus-bagus amat namun kita tetap tidak beruntung.

Manchester layaknya main tanpa striker, Chicarito hanya belari-lari kecil di kotak pinalti namun sedikit pasokan umpan dan Rooney hanya main outside the box dan juga tidak terlalu berpengaruh, yang terlihat jelas hanya Nani yg starting to dive and dive around the field.

Namun awal menit babak kedua, Chicarito melakukan sihir kotak pinaltinya, tiba-tiba lepas dari marking dan menceploskan bola.

Voodoo.

Sebetulnya ada beberapa kejadian yang bisa membuat Liverpool membalikan keadaan, namun sayangnya beberapa pemain seperti Gerrard dan Sturridge nampak sangat lelah dan akhirnya  sampai ke peluit babak kedua berbunyi the score still 1-0.

Pre match saya sangat mengharapkan menonton permainan Liverpool dengan kombinasi lini depan layaknya Batman dan Robin, Suarez dan Sturridge saling mengisi tapi apa boleh dikata di match itu mereka berdua belum bisa mengisi peran tersebut.  Mereka malah seperti Doraemon dan Nobita dimana 1 memberikan alat mutakhir dan 1 merengek untuk memintanya.

Tapi ya overall dalam match itu Liverpool kembali menjadi Liverpool.

Liverpool yang inkonsisten.

Just manage your expectation.

Jangan sampai diabetes akibat berfikir selalu yang manis-manis.

@farhan_fauzan

No comments:

Post a Comment