Menjadi juara Liga Inggris adalah sesuatu yang
tak pernah terlintas di otak para liverpudlian, the kop, the wools atau apapun
sebutan untuk pendukung Liverpool sebelum musim ini bergulir. Tapi tiga
kemenangan beruntun di awal musim, meskipun dengan permainan yang tidak cukup
baik (pas-pas an), membuat para pendukung Liverpool mulai ngelamun jorok dengan
membayangkan Steven Gerrard mengangkat trofi Premier League dan bermandikan
confetti di akhir musim.
Apalagi melihat jadwal pertandingan Liverpool
lima pekan setelahnya yang (katanya) winnable. Yes, this year could be ours!.
Tapi supporters Liverpool lupa jika tim kesayangannya selain paling jago
membuat jantung supporternya berdetak lebih cepat dari gebukan drum Travis Barker
juga menjadi tim paling inkonsisten di dunia. Ya, setelah tiga pertandingan
menang dengan cara membuat supporternya sport jantung (baca: susah payah) , bahkan
melawan tim medioker sekalipun, Manchester United, Liverpool perlahan mulai
menunjukan inkonsistensinya setelah bermain imbang vs Swansea dan kalah lawan Southampon,
tim yang juga terakhir kali mengalahkan Liverpool musim lalu.
Harus diakui, Liverpool adalah tim dengan
materi pemain paling jelek dari anggota big six lainnya. Ketika tim lain
memiliki marquee player signing seperti
Willian, Soldado, Fellaini, Jovetic, dan Ozil, Liverpool hanya bisa melabeli
marquee player kepada Mamadou Sakho. Saya tidak meragukan kemampuan Sakho,
hanya saja keengganan Liverpool untuk memboyong attacking player dengan harga
mahal sehingga membuat Sakho yang hanya berharga sekitar 18 juta pounds menjadi
pemain termahal Liverpool musim ini membuat saya dan pasti semua pendukung Liverpool
sedikit pesimis sebelum musim bergulir.
Bagaimana tidak? Jika tim–tim big six lainnya
membeli attacking player yang sebagian sudah disebutkan diatas, liverpool hanya
membeli Iago Aspas dan Luis Alberto. Mereka bukan pemain yang bisa langsung
mengisi starting line up Liverpool. Dan cedera Coutinho pun membuat materi dan
kedalaman skuad Liverpool yang memang sudah tipis menjadi makin tipis, lebih
tipis dari tisu gulung di toilet. Tanyakan pada Steven Gerrard dan Lucas Leiva
bagaimana lelahnya bermain setiap menit dan setiap pekan karena tak ada
pengganti yang sepadan di posisi mereka. Menepinya Coutinho sampai akhir
Oktober juga membuat serangan Liverpool minim kreativitas, tak ada pemain lain
yang mempunyai visi yang bagus untuk membuat umpan-umpan terobosan selain dia.
Siapa lagi yang bisa diandalkan untuk menyuplai bola ke lini depan? Gerrard?, posisinya
yang lebih dalam dari Coutinho membuat umpan-umpan langsungnya kepada striker
lebih mudah terbaca dan terpotong.
Untungnya performa menawan Mignolet bisa
menutupi kinerja buruk lini depan dan
membuat Liverpool tidak kebobolan banayak sehingga mampu mendulang poin di
empat laga awal. Tanpa Mignolet, pendukung Liverpool mungkin tak akan pernah melamun
jorok dengan berfantasi liar kalau Liverpool akan juara. Tanpa Mignolet pula
Liverpool mungkin sudah berada di luar 10 besar.
Dengan keadaan memprihatinkan seperti ini, orang-orang
yang awalnya optimis Liverpool bisa juara pun mulai waras. Jangankan juara,
untuk masuk posisi empat besar pun butuh kerja keras sembari berharap para
rival terpeleset. Arsenal dan Tottenham Hotspur, dua tim teratas di klasemen sementara
yang notabene pesaing Liverpool untuk
memperebutkan satu pos terakhir di
klasemen untuk Liga Champions terlihat semakin mengerikan dan berbahaya. Belum
lagi Chelsea dan Manchester City yang perlahan mulai menunjukan kelasnya
sebagai tittle contender.
“You must be kidding” ditujukan untuk
orang-orang yang percaya jika Liverpool mampu menjuarai Premier League musim
ini. Dan jika Liverpool juara *finger
crossed*, maka anggap saja tulisan ini adalah kidding karena meragukan kalau Liverpool
bisa juara.
@oka10prabawa
YOU MUST BE KIDDING DUDE !
ReplyDeletePERCAYA GAK PERCAYA, LIVERPOOL PASTI JUARA LIGA INGGRIS MUSIM INI! 8-)
ReplyDelete