8 April 2014

Teatrikal? Taktikal!


Peluit panjang berbunyi dari pojok timur kota London, menandakan skor akhir 2-1 kemenangan tim tercinta Liverpool FC atas tuan rumah West Ham United. Bukan suatu skor kemenangan yang diinginkan kebanyakan dari kita memang. Dimana gol-gol yang tercipta bukanlah berasal dari situasi open play, permainan terbuka nan cantik, Poetry in Motion, puisi dalam gerakan dimana gerakan-gerakan tersebut secara buas mampu mengikis dan menyayat pertahanan lawan dan membuahkan beberapa gol bersarang ke gawang mereka. Bukan. Kedua gol tersebut berasal dari titik putih yang keduanya mampu dikonversi dengan matang oleh sang kapten, Steven “Spottee G” Gerrard. Patut dicamkan bahwa penalti bukan hanya soal tipu-tipu wasit ataupun semata pemberian untung-untungan saja layaknya lotere. Penalti pada hakikatnya diperoleh karena pemikiran pendek dan kecerobohan lawan dalam mengatasi pergerakan di dalam kotak penalti mereka , sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa penalti juga berasal dari skema serangan yang matang..cuma sedikit dibantu oleh kecerobohan bertahan pemain lawan. Itu saja.

Pendekatan taktik dari suatu tim ke tim yang lain tidaklah senantiasa sama. Contoh, West Ham. Tim “Sepakbola abad ke-19”, tidak tampak antusias dalam melakukan inisiatif serangan dan tidak segan-segan untuk menumpuk sebagian besar pemain mereka di zona pertahanan. Akan suicidal jika bermain terlalu terbuka, terlebih filosofi bola-bola atas mereka yang akan dengan mudahnya mengeksplotasi keterbukaan tersebut. Diperlukan taktik yang berbeda. Secara taktis, kita melakukannya dengan baik. Terlebih dengan masuknya Lucas di babak kedua yang memberikan tenaga baru di lini tengah, Dan kecerdikan Luis Suarez dan Jon Flanagan dalam memanfaatkan keberingasan para pemain Hammers dalam bertahan, mengubahnya menjadi bumerang yang merugikan tim mereka sendiri. Suarez dengan kecakapan liak-liuknya mampu memaksa James Tomkins secara ceroboh melakukan handsball di kotak terlarang. Flanagan,  penetrasi yang dilakukan oleh sang “Cafu Merah” memaksa Adrian menjatuhkan dirinya. Kedua penalti dibuat dengan keputusan yang tepat. Teatrikal? Taktikal lebih tepatnya.

Penalty FC, Liverpen atau apalah sebutannya. Peduli Setan. Namun maaf-maaf saja jika secara tidak langsung gelar Penalty FC telah berpindah tangan pada musim ini. Berhubung gelar peringkat ketujuh dan Robin Hood FC juga telah berpindah tangan. Ya, impas lah.

TETAP PERCAYA



Kemenangan yang tidak begitu cantik itulah yang kembali menangguhkan rekor 9 pertandingan selalu menang di liga sekaligus mengantarkan posisi kembali ke puncak. Toh pada intinya, dalam bentuk apapun, tiga poin adalah sebuah hal yang selalu diapresiasi. Kemenangan haruslah selalu tersaji rapi di atas nampan dalam tiap usai pertandingan, tidak peduli bagaimana cara kemenangan tersebut diolah. Apakah serapi dan se-elegan koki restoran berbintang ataupun dengan ala kadarnya atau bahkan se-amburadul anak kost dalam mempersiapkan seporsi mie instan. Apapun, yang penting tiga poin. Terlebih di kala mendekati masa penghabisan musim seperti ini yang tinggal menyisakan 5 pertandingan lagi untuk dijalani, every (three) points count.

Semangat Rodgers and Boys dalam menjalani pertandingan-pertandingan sisa musim layaknya sebuah partai final patutlah diacungkan dua jempol. And now, 5 cup finals  to go. Dimana 2 dari 5 pertandingan sisa tersebut bersifat esensial dalam menentukan bisa/tidaknya kita meraih gelar Liga Primer. Ya, dalam dua pertandingan tersebut kita akan menghadapi Manchester City dan Chelsea, dua-duanya pesaing terdekat yang tengah berpacu untuk menggondol piala yang sejauh ini telah dipegang oleh 6 manager berbeda sejak kompetisinya perdana bergulir 22 tahun silam. Faktor main kandang bisa menjadi nilai plus kita kala bersua kedua tim tersebut. Bisakah kita? Tetap percaya.

“It’s not Faith if you use your eyes”, suatu kepercayaan tidak hanya akan menjadi keyakinan buta semata apabila kita mampu melihatnya dengan mata kepala kita sendiri. Seperti itulah penggalan lirik dari lagu yang dilantunkan oleh Hayley Williams, frontwoman grup band asal AS, Paramore, yang berjudul “Miracle” sebagaimana saya mencoba untuk menginterpretasikan isi dari penggalan lirik tersebut.

Liverpool yang kita kenal musim ini tak hanya mengandalkan tim2 yang berada dibawahnya lagi dalam hal mengeruk tiga poin. Tapi juga mampu memanfaatkan pertandingan big match, pertandingan melawan tim2 yang berada dalam satu lingkup 5-6 besar dan memanfaatkannya kedalam bentuk tiga poin utuh. Dan kita telah melihat bagaimana nasib tim2 tersebut kala bermain di Anfield. Everton 4-0, Arsenal 5-1, Spurs 4-0. Memang terlalu naif jika membandingkan tim2 tersebut dengan calon lawan yang akan kita hadapi di Anny Road dalam 3 pertandingan ke depan. Well, bukan alasan terkuat memang mengapa kita bisa mengalahkan mereka, namun setidaknya dengan fakta-fakta tersebut kita tidak memiliki alasan yang kuat juga untuk tetap menggelengkan kepala sembari bergumam ‘Ah, gak mungkin’. Anything is possible for those who believe, right?  Nikmati saja sisa 5 laganya. Walk on and dream on with hope in our heart.

Written by: @demas_sasongko

8 comments:

  1. 5 Pertandingan yang menentukan, selalu optimis untuk menang dan yang akhirnya mewujudkan mimpi jadi juara Liga Primer Inggris. YNWA!

    ReplyDelete
  2. COME ON YE REDDDSSSSSS

    ReplyDelete
  3. "Nothing Is Impossible...." Just remember that words #YNWA

    ReplyDelete
  4. liverpool! semoga bisa mengangkat trophy EPL musim ini! : ) #YNWA

    ReplyDelete
  5. Anny Road? Hahaha
    Its all right, #YNWA

    ReplyDelete
  6. Anything is possible for those who believe, right? . Walk on and dream on with hope in our heart. ;-( ;-(

    ReplyDelete