21 October 2014

Mario Oh Mario



Pada suatu hari, saya sedang berada di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta. Berkumpul dengan para sahabat untuk melepas kepenatan hidup menjadi pilihan saat itu. Namun, momen yang direncanakan ceria malah terjun bebas secara tiba-tiba. Saat dimana sebuah berita yang sudah diprediksi menjadi fakta yang membuat sakit hati. Bukan lewat Twitter, tetapi melalui akun ofisial Line Barcelona lah, sahabat saya membuat pernyataan "Zi, Suarez Resmi!!"

Ya, kabar yang sebelumnya sudah beredar itu akhirnya menjadi kenyataan. Pemain andalan Liverpool musim 2013-14, yang mencetak 31 gol dan menjadi pemain terbaik Premier League pada musim yang sama itu, memilih menyebrang ke klub yang dia idamkan sejak kecil, Barcelona.

No. Big No. Sudah bosan membahas pemain brilian dari Planet Namec tersebut. Biarlah dia bahagia bersama Tim Catalan tersebut. Sebuah harapan ketika The Reds akhirnya mendatangkan nama besar. Ya, setidaknya nama ini dikenal oleh awam sepak bola sekalipun. Sesosok yang kasat mata adalah pengganti Suarez, padahal tidak, Mario Balotelli.

Perjudian. Satu kata beribu makna terkait Super Mario yang bergabung dengan Liverpool. Hari itu, seluruh jurnalis Internasional maupun nasional bahu membahu membuat karya editorial dan menganalisa tentang sang pemain. Memberikan prediksi sotoy mereka apakah Balotelli mampu bangkit di The Reds.

Tak mau kalah, saya pun ikutan sotoy dan menganggap Balotelli adalah Marquee Signing sesungguhnya The Reds. Keyakinan bahwa Balotelli bisa menjadi pilar penting (meski tak bisa dibandingkan dengan Suarez) membumbung tinggi. Balotelli bisa memberikan dimensi dan opsi berbeda dari filosofi Liverpool, itu yang ada di benak saya.

Benar saja. Balotelli memberikan sesuatu yang berbeda untuk Kopites....di luar lapangan. Postingan jenaka sang pemain di Twitter dan Instagram acap membuat perut teraduk. Tak pernah ada pemain yang memiliki tingkat komedi selevel Balo di Anfield pada era modern.

Namun....

Performa Balotelli di lapangan hijau masih jauh dari kata memuaskan. Striker berwajah tampan ini baru mencetak satu gol di semua kompetisi musim ini. Itu pun gol ke gawang klub dari dunia lain, Ludogorets. Membuat 41 tembakan dimana 12 diantaranya berhasil mengenai target dari sembilan laga di semua kompetisi yang dijalani Liverpool, tak ada hasil signifikan alias nihil.

Balotelli yang emosional dan kontroversial memang tak terlihat di Liverpool. Pemain Italia ini mengaku dirinya tak bisa menjadi pemain yang bandel di bawah asuhan Brendan Rodgers. Sikap kalem dan tenang memang menghiasi sang pemain di lapangan. Sayang, hal itu berbanding terbalik dengan performanya. Menjadi andalan tunggal di lini depan, Balotelli seperti dalam tekanan besar.

Delapan laga liga sudah berjalan. Liverpool masih bermain ogah-ogahan. Semua rekan terlihat bertumpu kepada Balotelli sebagai striker tunggal andalan sejauh ini, tapi tak ada yang dihasilkan. Tekanan mental pasti mendatangi dia.

The Reds tak bermain seperti musim lalu. Umpan-umpan pendek nan terukur, umpan terobosan ajaib yang memanjakan mata, serta segitiga antar pemain yang indah, tak terlihat musim ini. Umpan lambung amat sering dilakukan. Crossing-crossing yang langsung menuju Balotelli sudah tak terhitung jumlahnya.

Balotelli pun dibandingkan dengan striker Italia lain yang sedang menonjol di Southampton, Graziano Pelle, yang sejauh ini tampil sangat impresif dengan enam gol serta membawa The Saints bercokol di papan atas klasemen.

Dianggap pesakitan dan gagal, tekanan dari pelbagai sisi mendatanginya. Tekanan di lapangan hijau ketika dibandingkan dengan Luis Suarez. Tekanan untuk mencapai performa terbaik dengan filosofi yang cukup baru. Tak lupa tekanan mental yang datang dari media Inggris. Itu belum termasuk dibandingkan dengan rekan striker yang belum bergabung dengan tim oleh B-Rod.

Tak mudah menjadi Balotelli saat ini. Kopites sudah mulai jengah dengan performanya yang tak cukup baik. Tapi, tak adil jika kita langsung memberikan pressure besar kepada sang pemain. Ingat, Balotelli baru berusia 24 tahun. Pencarian jati diri itu terus berjalan. Memerbaiki attitude bagi manusia tidaklah mudah, dan sejauh ini dia berhasil. Performa?

Anda membutuhkan pendamping hebat untuk berubah menjadi luar biasa. Hal itu sudah terlihat pada laga melawan Queens Park Rangers akhir pekan lalu. Meski dianggap sebagai pemain dengan performa terburuk, Rodgers tetap percaya memainkannya hingga 90 menit. Rekan-rekan pun tak takut untuk terus memberikan key pass kepada Balotelli demi gol perdananya di liga.

Kepercayaan itu terus dipupuk. Kepercayaan yang jelas mampu memotivasi sang pemain. Seperti sebuah hubungan cinta, kepercayaan adalah kunci segalanya. Jikalau Anda sudah tak percaya akan sesuatu, maka sudah bisa ditebak apa yang akan terjadi.

Balotelli memang sebuah perjudian. Dia bisa menjadi seperti Andy Carroll atau Peter Crouch. Tetapi potensi untuk selevel Fernando Torres (edisi Liverpool) masih terbuka lebar. Semua tergantung dari daya juang dan semangat pantang menyerahnya.


Bersama Liverpool, Balotelli akan mendapat dukungan terbesar di luar batas logika dari para fans. Namun, secara bersamaan juga akan mendapat cercaan paling menyakitkan hati selama karier. Waktunya memilih, Mario!

No comments:

Post a Comment