4 September 2013

Manchester United, Puncak Klasemen, dan Inkonsistensi

Apa sih hal yang paling menyenangkan dari mendukung sebuah klub? Kalau menurut saya, sih, bisa kipas-kipas mendengarkan kawan saya menggerutu 1000 alasan bahwa Liverpool tidak pantas berada di puncak klasemen.


Memang benar apa yang didapatkan Liverpool hingga pekan ketiga Premier League ini akan sementara, tapi setidaknya ini seperti secara sekilas meninggalkan luka sejenak penyakit-penyakit tim Merah asal Merseyside ini.

Saya tidak mampu mengingat kapan terakhir kali Liverpool berada di pucuk klasemen, saya lupa akan rasa berada di puncak klasemen liga, tidak terpikirkan sama sekali dalam benak ataupun pikiran logika bahwa kita kini tidak perlu membalikan halaman koran atau meng-scroll down mouse untuk melihat di mana posisi Liverpool berada laiknya empat tahun belakangan terjadi.

Menganut azas bahwa berpendapat harus menggunakan teori yang relevan tanpa embel-embel kefanatikan terhadap klub ini, permasalahan mendasar masih menjadi momok terbesar. Despite in fact, i keep support this team no matter how bad they're playing week in and out - sulit mencari akal sehat bahwa mengambil alih pimpinan klasemen terjadi lewat cara terbaik yang tak terbayangkan.

Menurut Who Scored, laga lawan Manchester United kemarin menghasilkan dua nama dengan nilai tertinggi, yaitu double pivot yang berada tepat di depan empat bek, Lucas Leiva dan Steven Gerrard. Lucas berhasil menaikan level permainannya setelah galau dalam 90 menit di Villa Park. Tidak perlu menjelaskan bagaimana Gerrard bermain, pada dua menit awal laga saat ia meluncur melakukan tekel saya yakin dia sedang dalam kondisi terbaiknya atau mungkin dia mendapatkan motivasi dua kali lipat dari biasanya karena lawannya adalah rival berat yang kelewat sombong.

Memulai laga dengan segudang masalah, saya termasuk orang yang tidak terlalu optimis bahwa the Reds akan keluar sebagai pemenang dalam North-West Derby hari Minggu lalu. Ada pergolakan batin sesaat setelah partai melawan klub asal kota tokoh Robin Hood selesai dimainkan. Nama-nama seperti Daniel Sturridge yang menjadi pahlawan di dua laga awal dengan dua gol tunggalnya masing-masing melawan Stoke dan Villa, Gerrard yang sekarang berusia 33 tahun, Glen Johnson hingga Daniel Agger yang memang retan cedera.

Belum lagi masalah tambahan bahwa banyaknya pemain yang harus ditarik keluar karena cedera dan bermain lebih lama dari waktu normal. Joe Allen mengalami cedera hamstring yang tidak akan sembuh dalam waktu dekat, Aly Cissokho yang menjalani debutnya harus ditarik dimenit awal juga karena cedera, terakhir Kolo Toure yang membuat Christian Benteke sama sekali tidak berbahaya terlihat sangat kesakitan hingga harus ditandu keluar lapangan - semua cedera yang menghampiri seperti mengikis akal sehat saya untuk semakin tersisih sebelum berhadapan dengan United.

Kegagalan strategi dan rencana Brendan Rodgers untuk cepat-cepat 'membunuh' peluang Notts County untuk menang gagal total. Gagal mengganti Sturridge yang baru sembuh dari cedera dan memasukan Borini, dan gagal mengganti Gerrard. Tampak jelas seperti melihat gajah dipelupuk mata, jika Anda masih menggunakan akal sehat, peluang menang tidak begitu besar.

Dengan segudang masalah kebugaran, satu-satunya yang bisa diandalkan dari Liverpool untuk memenangi laga hanya tinggal mentalitas para pemain yang memang sudah tradisi saat melawan tim besar mereka akan lebih bersemangat. Melawan United yang tampak impresif saat menahan Chelsea di Old Trafford yang notabene punya skuat yang lebih mewah dari mereka ditambah Jose Mourinho-nya, saya hanya tinggal berharap.

Liverpool menang, walaupun kembali dengan skor tipis dengan segala macam senam jantung yang membuat saya sulit untuk berdiri. Tidak apa-apa tidak bermain cantik yang terpenting adalah kemenangan, karena pada akhirnya secantik-cantiknya sebuah tim yang kalah tetap saja yang dihitung itu yang menang. Tidak apa-apa tidak bermain cantik, kalau akhirnya bisa sambil mengayun-ngayunkan kaki melihat Liverpool berada di puncak.

Setelah jeda internasional ini, dalam lima pertandingan ke depan tim Merseyside tidak akan ketemu lawan yang di atas kertas lebih baik dari diri mereka sendiri. Tapi justru saat inilah yang paling menguji soal mentalitas dan masalah yang seperti mendarah daging selama ini. Inkosistensi.

Jika Liverpool menang melawan Man United, bermain bagus melawan Arsenal dan Manchester City, bersorak-sorai saat menjungkalkan Chelsea, maka kita tidak jarang justru dikecewakan saat melawan tim medioker yang bermain stagnan di lapangan. Melawan tim-tim seperti Southampton, Swansea dan Cardiff yang baru promosi, the Reds justru mempunyai kecenderungan untuk bermain di bawah form. Pentingnya delapan anak baru yang dibawa oleh Bren... Eh, Ian Ayre untuk membangun sebuah mentalitas baru di kubu Liverpool. Mentalitas yang dibawa oleh sekumpulan pemain yang belum merasa diri mereka menang sebelum turun ke lapangan. Jika bisa tetap tampil konsisten dan bersikap di atas lapangan layaknya pemain yang mengenakan seragam merah-merah Liverpool Football Club, rasanya tidak mengapa harus senam jantung tiap laga.

Bla... Bla... Bla...

Apapun yang terjadi di hari esok biarlah menjadi misteri karena memang di situ seni dari olahraga yang susah ditebak ini. Tapi mengutip kata-kata Lucas bahwa suporter lebih baik merayakan kesempatan berada di puncak klasemen selama dua minggu, akan lebih baik daripada merasa insecure atas sesuatu yang belum terjadi.

Berada di puncak klasemen ternyata cukup menyenangkan pemandangannya, tapi di sini dingin dan saya lupa membawa jaket karena tidak menyangka sama sekali kejadian langka ini akan terjadi dewasa ini.

Therefore, for those who didn't bring the sweater along as well, fancy to accompany me here with a little hug. Anyone?

@MahendraSatya

3 comments:

  1. Greattt !!!!!
    You'll Never Walk Alone

    ReplyDelete
  2. Mantep, nice article
    Ternyata dingin ya bro di puncak :D
    #YNWA

    Sekalian nitip lapak
    www.kelingers.com

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete