“Thanks
to Liverpool FC for making me pass to the history of international football and
be part of the Red family, forever.”
Sebut saya berlebihan atau istilah keren
sekarang lebay, atau apalah. Tapi demi Zeus, mata saya berkaca kaca saat
mendapati kalimat tersebut, dalam salah
satu tweet di timeline saya. Pagi harinya saya diberi pelajaran tentang cara
menghargai orang lain. Dan untuk Luis Garcia Sanz, artikel ini adalah bagaimana
cara saya menghargai seorang legenda Liverpool FC.
21 Agustus 2004, Anfield. Liverpool
menghadapi Manchester City di partai kandang pertama Rafael Benitez sejak
memegang tampuk manager. Masih jelas di ingatan saya, arah kamera saat itu
menyorot Main Stand, ke arah empat pria Spanyol lain yang di bawa Benitez.
Empat pria berharga 20 juta Poundsterling. Satu pemain berharga 6 juta Pounds,
bernama Luis Garcia duduk bersebelahan dengan pemuda ganteng berharga 10.7
juta, Xabi Alonso, dan dua pria lain, Antonio Nunez dan Josemi.
Saya ketika itu sedang sangat menggandrungi
permainan Championship Manager akibat diracuni seorang rekan kerja saya. Rasa
penasaran karena nama-nama pria Spanyol tersebut kurang akrab saya dapati di
game CM tersebut, memaksa saya untuk memasukkannya dalam menu pencarian. Dan
hasil penelusuran menunjukkan tidak ada statistik atau profile istimewa dari
pemain-pemain itu.
Luis Garcia bersama Rafa, membantu Tenerife
mentas dari Segunda Division ke La Liga, dengan mencetak 16 gol dari 40
penampilannya. Saat kembali ke klub induk semangnya, Valladolid, Garcia
mencetak 10 gol dari 29 pertandingan yang dia lakoni. Diboyong Atletico Madrid
di musim 2002/2003, Garcia hanya menyumbang 9 gol dari 32 penampilan. Hingga
akhirnya berlabuh lagi ke klub yang mendidiknya, Barcelona memproduksi 7 gol
dari 31 penampilan di semua ajang.
Sebagai striker, jelas angka angka tersebut
hanya bisa dikatakan lumayan. Djibril Cisse, yang datang lebih dulu sebagai
pemegang rekor transfer termahal saat itu, jelas lebih diharapkan untuk bisa
lebih produktif.
Empat hari setelah wajahnya menjadi
selingan di tayangan pertandingan melawan Man City itu, Garcia bersama dengan
si ganteng Alonso diperkenalkan ke publik. Setelahnya, ribuan atau bahkan
jutaan supporter Liverpool di seluruh dunia, secara bersamaan atau tidak pasti
mengernyitkan dahi. Garcia mendapatkan nomor punggung 10. Nomor punggung yang
sebelumnya di miliki oleh pemuda imut anak kampung sini, yang merajuk minta
pindah. Michael Owen.
Statistik memang kadang bisa menjadi penipu
ulung, ketika ditelan mentah. Dalam kasus Garcia ini, kondisi diperburuk dengan
faktor romantisme, sentimental, menye-menye dan sejenisnya. Ekspektasi tinggi
untuk pemilik baru nomor 10 harus sedikit ditekan.
Waktu berlalu, game demi game terlewati.
Alonso yang diperkenalkan bersamaan dengan nya langsung menjadi idola karena kemampuannya
mengatur tempo permainan dan akurasi passing nya. Garcia tampil berbeda,dia
adalah Jekyll and Hyde. Dalam satu pertandingan bisa memicu decak kagum, di
pertandingan lainnya bisa memunculkan ribuan sumpah serapah. Kebandelannya
dalam mencoba flicks and tricks, tak bisa disembuhkan begitu saja, bahkan oleh
orang yang merekrutnya, Benitez.
Tak bagus merutuki keadaan. Itulah
kenyataan yang harus dihadapi saat itu, Garcia tidak sekonsisnten pemilik nomor
10 sebelumnya. Hingga tiba rentetan peristiwa yang jika bisa diwakili dengan
tanda jasa seperti di militer, bisa menutupi crest Liverpool FC di jersey yang
dikenakan Garcia. Hero.
UEFA Champions League 2005, Liverpool
menjadi juara pada musim itu dan
berhasil membuat bandar judi melarat,
merepotkan ribuan jurnalis dengan reportase penuh puja puji. Dalam
perjalanannya menuju tangga juara, Garcia menjadi nama yang tak boleh dilupakan
begitu saja. Dan justru harus mendapat tempat tersendiri dalam benak tiap
supporter LFC.
Tiga gol ke gawang Bayer Leverkusen, satu
gol di partai kandang dan dua gol di partai tandang mengantarkan Liverpool
menuju perempat final. Kemudian tendangan spektakuler yang menaklukkan Buffon
yang kala itu adalah kiper terbaik di Eropa, membawa Liverpool memenangi leg pertama partai perempat final
melawan Juventus. Sepak terjangnya tak sampai di situ, gol semata wayang nya di
partai semifinal melawan Chelsea, hingga sekarang masih menghantui Jose
Mourinho.
Ekspresi Garcia mengangkat tangan meminta penalty
saat Nesta menghalangi laju bola di final, yang tak digubris wasit dan malah
berujung gol ke-2 Milan di partai final, masih jelas terbayang di benak saya.
Saya tidak perlu bukti lain lagi untuk memberikan predikat legenda pada Garcia, cukup dengan apa yang terjadi di Anfield, 20 Maret 2005, Merseyside derby. Selepas membobol gawang Nigel Martyn di menit 32, Garcia melewati babak kedua, dengan bermain sambil menahan sakit karena cedera.
Semua kenangan manis yang kemudian
dikhianati begitu saja oleh pemilik nomor punggung 10 sebelumnya, seperti
terkubur dengan apa yang disuguhkan Garcia untuk Liverpool FC. Komitmen, rendah
hati dan gol-gol pentingnya membuat Garcia menuliskan sejarahnya sendiri,
mendapatkan sendiri hati para supporter.
Luis Garcia Sanz, mengakhiri perjalanan karir nya bersama Liverpool pada musim 2007/2008, setelah mencetak hanya 30 gol dari 121 penampilannya di semua ajang. Kepindahannya ke Atletico Madrid, konon secara tidak langsung menjadi “tambahan” biaya untuk mendatangkan Sanz yang lain, yang kemudian menorehkan rekor gol yang lebih mengkilap. Fernando Torres Sanz.
Ada pelajaran dari perjalanan karir King
Luis ini, anda cukup menjadi diri anda sendiri, lepas dari bayang bayang orang
lain, memberikan bukti kerja anda, dan ada saat dibutuhkan untuk bisa dikenang
selamanya.
Jika Luis Garcia merayakan momen nya mencetak gol dengan memasukkan jempolnya ke mulut, saya tidak akan melakukan hal yang sama di hari dimana dia menyatakan pension dari sepakbola. Jempol saya akan saya angkat untuk King Luis.
Andai sahabat dekat saya yang mengajarkan
tentang menghargai orang lain itu masih berkenan, mungkin nanti sore akan saya
ajak menikmati Sangria, penghargaan untuk Garcia, The Football Heaven.
Gracias, Garcia!
Written By: Yanuar Ryswanto (@ryswanto)
luar biasa, menyuarakan segala bentuk apresiasi kami, supporter LFC, untuk Luis hanya dalam artikel sederhana. YNWA!
ReplyDeletekereeeeennnn !!!
ReplyDeleteKeren masyan.
ReplyDeleteClassy..as usual. Thumbs up mas yan!
ReplyDeletejosss !!
ReplyDeleteAsesole joss #YNWA
ReplyDeleteLuis Garcia is one of my favorite LFC player. He is one of our legend. He is a true Kopite.
ReplyDeleteI love your words, mate. Keep it up.
#YNWA
Jekyll and hyde :) sure he is.selalu bikin sy marah karna permainanya dan pesimis ketika dia akan d mainkan.tpi membuat sy seperti d pukul kepala karna dia membuktikan saya salah.gracias garcia!you are a hero!#ynwa
ReplyDeleteArtikel sederhana yang cukup membuat merinding
ReplyDelete#YNWA
sampe terharu..
ReplyDeleteterharu+bangga pernah melihat pribadi yg menawan ini bermain utk Liverpool..Gracias Luis Garcia...YNWA..
ReplyDeleteGarcia. .Garcia
ReplyDeleteHe drinks sangria. . .
He came from Barca. .
Legend :D YNWA