9 January 2014

Lucas Leiva, Between Hell and Heaven

Pertama kali menginjakkan kakinya di Anfield, tak ada ekspektasi yang datang kepada Lucas Pezzini Leiva. Digaet Rafael Benitez sebagai seorang Trequartista, sosok yang saat itu berambut ikal panjang itu mengalami periode kelam pada dua musim pertamanya.



 Berada di bawah bayang-bayang banyak gelandang yang dianggap berkualitas istimewa, macam Momo Sissoko yang Anchor Murni, Si Nakal Javier Mascherano, Fans para gadis-gadis yang memiliki long pass luar biasa, Xabi Alonso, hingga Steven Gerrard yang…..Untouchable pada masa keemasannya itu, Lucas hanyalah liliput yang menjadi pilihan kelima.

Ironis melihat bagaimana Rafa menyulap sang pemain menjadi gelandang bertahan. Padahal Rafa sempat membuat pernyataan cutup menarik pada swat mendatangkan sang pemain. “I am looking forward to seeing him score goals for Liverpool in the future and [we] believe he has the mentality and the character you need to do well in England,” ungkap Benitez saat itu.

Mendapat cemoohan dari publik Anfield bukan hal baru bagi Lucas muda. Saat itu dia dianggap sebagai gelandang tak berguna yang membuat The Reds hanya bermain dengan 10 pemain. Pass tak berguna, tekel tak tepat, rambut acak-acakan. Untung nasibnya tak sesial Andy Carroll.

Kariernya berbalik 180 derajat pada musim 2010-11. Musim dimana kualitas gelandang Liverpool secara tiba-tiba anjlok. Ada sesosok Martin Poulsen, Jay Spearing, hingga Raul Meireles kala itu yang dilansir sebagai pengganti Xabi, Masherano, dan Sissoko.
Lucas bersama Gerrard menjadi nyawa utama tim yang sedang terseok-seok membantu seorang Fernando Torres yang memotong pendek rambutnya karena frustrasi. Pada musim itu, Lucas menjadi pemain terbaik Liverpool pilihan fans. From Zero to Hero. Kata mereka.

Transfer ilmu Mascherano dan Xabi kepada Lucas sedikit banyak berhasil. Tetapi tak akan sempurna jikalau keduanya tak berminat gabung dengan Real Madrid dan Barcelona. Mungkin tak akan ada cerita dongeng serupa Lucas Leiva saat ini.

Pemain yang dianggap sangat menyayangi keluarga ini juga sempat mengalami dua cedera cukup berat. Cedera Ligamen Lutut yang membuatnya absen hampir sepanjang musim 2011-12 menjadi titik tersendiri. Cedera itu terjadi saat Lucas berada di puncak performanya. Comeback pada musim lalu, sang pemain kembali absen 3 bulan karena cedera paha.

Banyak pengamat sepak bola dan fans menilai sang gelandang tak bisa tampil maksimal kembali saat ini sejak dua cedera berat itu. Meski musim ini posnya masih tak tergantikan dan persentase positifnya kepada tim memang lebih besar ketimbang pengaruh negatif, Lucas seperti berada di satu titik buta.

Meski begitu, saya masih menganggap Lucas sebagai sosok sangat penting di Liverpool. Meski tak tampil semaksimal musim 2010-11, tak ada yang bisa mengisi pos gelandang bertahan sesempurna dia sebelum B-Rod sadar kebutuhan seorang Anchor murni. Ketika dia menjadi single pivot bahkan libero karena berada diantara dua bek tengah, itu menjadi orgasme mata tersendiri untuk saya. Terlihat sangat indah. Cara dia mengatur serangan, mengawali pertahanan. Betapa pentingnya pemain ini.

Keberadaan Lucas secara tak langsung sangat penting bagi pemain-pemain yang gagal step-up saat baru bergabung dengan Liverpool. Jordan Henderson, Joe Allen, Iago Aspas, hingga Luis Alberto tentu harus melihat perjuangan Lucas sebelum akhirnya menjadi seperti ini. Nama pertama dapat beradaptasi dengan cepat dan mulai dipuja, hati-hati.

Satu buah titik diantara surga dan neraka. Anfield seperti Neraka saat pertama kali dia datang. Namun, Tuhan membalik dunia dengan mudah ketika sosok Brasil itu secara tiba-tiba menjadi pemain terbaik tim. Sayang, Lucas tak diperbolehkan memiliki sikap jemawa sehingga cobaan berupa cedera berat pun mengampirinya. Karena itu, dia saat ini sedang ada di titik gravitasi antara dua medan yang berbanding terbalik itu. Sama seperti posisinya di Liverpool, sebagai Metronom.

Lucas adalah contoh sebenarnya seorang pemain sepak bola. Dia bukan Steven Gerrard yang memiliki kemampuan dan bakat sejak muda serta menjadi legenda klub karena loyalitas sebagai anak kampung Anfield. Dia juga bukan Daniel Agger. Sesosok sempurna seorang pria, yang tampan, memiliki banyak tato, sikap baik, dan tangguh di lapangan. Tetapi Gelandang bertahan ini mengajarkan kehidupan di dunia sepak bola profesional. Bukan sebuah kisah miris yang hampir selalu diceritakan pesepak bola akan masa lalu, tetapi kisah yang secara nyata dilihat oleh fans di atas lapangan.

Musim ini, Lucas acap membuat tekel-tekel berbahaya yang berbuah kartu kuning cukup banyak. Tekel yang dirasa tak perlu dan hanya kecerobohannya saja. Di lain sisi, entah berapa intercept dan tekel indah yang dia lakukan. Belum lagi passnya yang selalu di atas rata-rata.

Selamat ulang tahun ke-27 untuk pemain yang memberikan contoh kepada rekan, manajer, fans, hingga keluarganya. Terima Kasih atas kesabaran dan perjuangan yang engkau berikan secara ikhlas kepada Liverpool. Perjuanganmu membuat sematan Legenda rasanya layak datang pada saatnya nanti.

Lucas tidak akan menjadi gelandang seperti Yaya Toure, Xavi Hernandez, atau Luka Modric yang acap disorot karena kapasitas di atas lapangan yang luar biasa. Tetapi, Lucas akan menjadi metronom terpenting tim dan menjadi pemain yang tak akan dilupakan fans. Pemain yang memilih titik tengah karena sesuatu yg absolut itu dianggap hanya memuaskan napsu dan emosi saja. Lucas Leiva, Between Hell and Heaven.

Written by: @Redzkop

1 comment:

  1. The ugly duckling they said... we love you Lucas Leiva..!!!

    ReplyDelete