Malam kini selalu berlari. Bersama kilat-kilatnya, Tuhan
selalu mengasihi hambanya dengan cara tersendiri. Tak ada waktu bagi diri untuk
menikmati indahnya malam hari. Setelah dua bulan penuh keindahan, aku kembali
harus menopang kaki yang berat ini.
Hari-hariku kembali hampa. Malam selalu kuhabisi di sebuah
bar samping pelabuhan untuk menikmati setidaknya 5 gelas bir. Frustrasi itu
kembali muncul. Pelampiasan. Mungkin. Hidupku terlalu berat untuk dijalani
secara normal. Melihat dia bahagia dengan orang lain secara dekat, hatiku
hancur berkeping-keping.
Setelah menjalani dua bulan penuh keindahan, kembalinya
sosok senior membuat sang bidadari kembali berpaling. Sosok yang sebenarnya tak
lebih baik dariku. Memang, dia memiliki pengalaman segudang, wajah hitam
british, serta tato disekujur lengan. Macho. Ya, dia jauh lebih menarik di
segala sisi ketimbang diri ini. Belum lagi bocah lokal yang terus menerus
memberikan progres positif dan membuat bidadari tak mampu memalingkan mata
darinya.
Gleni dan Flani menjadi prioritas sang putri saat ini.
Flani, aku memaklumi karena sosok ini memang memerlihatkan wujud nyata sebuah
cinta dengan semangat dan ketulusannya. Aku cukup dekat dengan Flani. Kami
beberapa kali berbincang dan dia tak seperti bocah 21 tahun, karena sangat
dewasa. Wajar Livi kesemsem dengan dia.
Namun, Gleni?? Sang pencari sensasi. Dia sangat senang
menunjukkan aksi-aksi cinta yang buat semua orang emosi. Belum lagi Gleni acap
membuat hal merugikan untuk Livi. Apa karena dia sudah tua? Waktunya sebentar
lagi habis? Maka ayah Livi lebih senang anaknya dekat dengan Gleni? Wake up,
aku, Aly, jauh lebih baik dari Gleni.
Emosi di kepala sudah memuncak. Wajahku yang kotak semakin
terlihat trapesium saat ini. Efek alkohol berlebih? Mungkin. Aku tak peduli.
Masa depan bersama Livi sudah semakin menjauh dan tak terlihat.
Aku mengerti, Ayah sang putri sedang fokus demi mahkota
kehormataan yang tak pernah dirasakan 24 tahun terakhir. Waktu yang sangat lama
untuk putri secantik Livi. Tiga kontes lagi menuju puncak kebahagiaan keluarga
ini. Livi akan mendapat mahkota bertahta emas. Sedangkan aku dan para pesaing
bakal meraih medali kehormatan. Medali yang jelas membuat para wanita-wanita di
negeri lain berkecamuk hatinya.
Namun, itu bukan masalah penting bagiku. Tak ada yang lebih
penting di hati ketimbang Livi. Tak peduli sekarang dia tak menanggapi atau
cuek sama sekali. Cinta ini tak pernah habis untuk Livi. Tak ada prasangka di
benakku untuk hidup bersama putri lain. Meski kenyataan membawaku ke arah sana.
Alhasil, aku semakin gila setiap malam di bar. Bir akhirnya
hanya jadi pembuka, karena sesosok bartender acap menawari Jack D Gentleman
Jack favoritnya. Benar saja, aku tergila-gila dan selalu memesannya tiap malam.
Setiap pagi, dengan kepala berat karena mulai terbiasa
dengan Gentleman Jack, aku selalu mendengar sebuah tembang favorit. Tembang
yang liriknya berkata: "My Head's
under water but i'm breathing fine". John Legend benar-benar lebay
membuat lagu ini karena aku tetap tak bisa bernapas di dalam air. Memasukkan
kepala ke dalam air dan memikirkan Livi, tidak, aku tetap megap-megap.
Tetapi lagu ini adalah keyakinan. "Cause all of me, loves all of you, Love your curves and all your
edges, All your perfect imperfections". Fiuuh, sebuah lagu yang secara
bersamaan menjadi harapan dan keputusasaan untuk diri. Sempurna.
Tiga pekan lagi. Tiga pekan lagi sebelum aku pergi
meninggalkan Livi. Apa yang bisa aku lakukan ya Tuhan? Haruskah aku menjadi
pujangga kasat mata yang cintanya buta dan hilang begitu saja? Melihat Livi
bahagia memang lebih dari cukup. Sesuatu yang sudah final dan paling mudah
untuk Aly bodoh ini.
Mungkin Tuhan memiliki persepsi berbeda dengan makhluk buruk
rupa sepertiku. Mungkin takdirku adalah bersama bidadari lain. Entahlah, aku
sudah lelah. Senyumku sudah habis. Jika kalian melihat senyumanku, berarti
banyak kepalsuan di dalamnya.
Tugasku saat ini hanyalah duduk, menunggu, sambil berdoa agar
Livi bisa mengangkat tahta yang dia tunggu sejak lama. Dia pasti sangat
bahagia. Mungkin kebahagiaan yang tak akan pernah aku lihat.
Aku menunggu momen itu, momen spesial Livi. Momen dimana aku
mendapat medali tanpa hati dari Livi yang kucintai. Lalu pergi meninggalkan
sang bidadari untuk mencari cinta sejati. Cinta sejati yang tak akan pernah
kembali ke Livi sang putri.
Written by: @redzkop
Written by: @redzkop
Keren tulisannya :-D
ReplyDeleteYNWA
tae.. liar banget pikirannya..
ReplyDeletekereeen bro kasih cipok dulu lah buat yg nulis (k)
Iya yah. Kok gue gk pernah ngeh ya.. sedih baca nya..
ReplyDeletedadah aly :(
how about moses?
ReplyDeleteAly yang malang
ReplyDelete