Liverpool FC dengan berbagai macam cara tak pernah berhenti membuat saya terus jatuh cinta dalam masa tenang pun dalam masa terguncang. Dimulai dengan dongeng, YNWA, mini-treble winner, Istanbul, Mr. Hodgson, Brendan Rodgers, situs tentang Liverpool, timeline (akun-akun Liverpool independen) dan yang terakhir film.
Memulai musim dengan ekspetasi seadanya, saya dan beberapa yang lainnya
hanya berharap Liverpool bisa finish satu peringkat lebih baik dari musim lalu
kemarin alias peringkat 6. Tapi sejak berkumandangnya chant “We Shall Not Be
Moved” di St. Mary, dilanjutkan kemenangan bertabur penalti di Old Trafford,
bersama banner “Make Us Dream” dan chant “We’re Gonna Win The League” kembali mencuatkan
harapan baru. Tapi entah kenapa kali ini jauh berbeda rasanya dengan musim
2008/2009. Jika ingin membandingkan komposisi skuad sekarang dengan musim 08/09
serta kondisi para pesaing, tentu harapan takkan bisa tumbuh lebih besar. Tapi
kali ini benar berbeda, sangat berbeda. Rasanya bagai mencintai seorang gadis
yang sama, tapi dengan inner-beauty yang berbeda.
Lima pekan menuju tanggal 11 mei 2014, Brendan Rodgers mengatakan bahwa kita
cukup fokus laga per laga. Tapi sulit bagi saya untuk tidak menaruh rasa
khawatir pada dua laga melawan dua tim berlimpah pounds. Satu biru baru saja terlewati.
Tinggal Chelsea.
Kita bisa berbangga, tim berlimpah passion ini setidaknya mampu menjadi
anti-tesis dari tim berlimpah pounds. Pallegrini masih baru di City, tapi
Mourinho di Chelsea jelas berbeda. Dialah yang membuat saya sempat khawatir.
Selain karna dia adalah seniornya Brendan Rodgers, dia juga dikenal sebagai
pelatih yang memiliki segudang taktik. Ingat saja bagaimana pernyataannya usai
menaklukan PSG di semifinal. Fakta lain berkata bahwa Chelsea adalah
satu-satunya team di BPL yang belum dikalahkan Rodgers selama menukangi
Liverpool sampai saat ini.
Tapi Will, film yang baru saya tonton untuk ke-tujuh kalinya, dan untuk
kedelapan kalinya kembali membuat mata saya berkaca-kaca adalah penyebab raibnya
kekahwatiran saya terhadap Chelsea. Di dalam film itu saya teringat akan adegan
dimana ayah Will menceritakan pertadingan away-nya ke Stamford Bridge yang mana
adalah pertandingan penentu gelar musim 85/86. King Kenny! 0-1. Ya, 1986 kita
memastikan gelar juara liga ke 16 di kandang tim biru yang waktu itu belum
bergelimang pounds.
Kekhawatiran seakan tak pernah berhenti menggoda, tapi ada saja cara
Tuhan membuat rasa percaya terus hadir dan semakin bertumbuh. Contohnya seperti
saat laga vs MUFC, feeling sang kapten menjadi pemicu rasa percaya. And yess!
He kissed the camera for three times at OT. Dan yang terakhir adalah saat laga
melawan City. Sempat berdansa bersama tembang-tembang The Beatles saat jeda
half time, pada menit 62 selama beberapa detik saya terhenyak saat Johnson
mencetak gol bunuh diri. Tapi percaya itu tetap bertumbuh karena saya teringat tulisan
“Miracle is Possible”-nya Mas Ryswanto di lfcid.com. Setelah chant Walk on!
Walk on! Liverbird Upon My Chest tak berhenti berkumandang hingga si Magician
Liverpool No. 10 Coutinho membawa keajaiban. 3-2 untuk Liverpool. Kita semua
tentu sudah tahu benar bagaimana kualitas shooting Coutinho sepanjang musim
ini. Hal tersebut membuat kita ingat akan keajaiban-keajaiban lain yang dibuat
Liverpool No. 10 lainnya. Ya, Luis Garcia. Pemain yang baru saja memutuskan
untuk pensiun ini beberapa kali membuat hal-hal yang tak terduga di sepanjang
perjalanan menuju gelar eropa ke-lima kita. Tentu tak sedikit juga dari kita
yang tak percaya bahwa 2005 akan menjadi tahun yang luar biasa.
Will!
King Kenny dengan keajaiban di kakinya memastikan gelar liga inggris
ke-16 di Stamford Bridge, Garcia dengan triknya yang sering gagal disemifinal,
serta Gerrard (yang tumben dengan kepalanya) di final Istanbul memastikan gelar
ke-lima UCL untuk Merseyside merah.
Ketika ayah dan kakek Will menyaksikan langsung laga di Stamford Bridge,
yang mereka bisa lakukan hanyalah terus bernyanyi dan berdoa. Dan sebelum final
di Istanbul, yang dipunyai Will hanyalah kepercayaan terhadap mimpinya tentang Garcia
semifinal melawan Chelsea.
Will : I had a dream, Liverpool 1-0
in the semi.
Father : 1-0? Really?
Will : Garcia Scoring
Father : Not Gerrard?
Will : Its Garcia, I know.
….
Father : Believe in your dreams, do
you?
Will : I don’t know, I guess.
Father : Now you promise me one
thing… Never let the fear get in the way of your dreams.
Perjuangan melawan rasa putus asa, dukungan tanpa lelah, suara dalam setiap
chants, harapan dan semangat dalam setiap banner sudah kita kerahkan selama
tahun-tahun penantian. Pun doa yang tak pernah putus kita naikkan saat YNWA
berkumandang. Sekarang kita hanya diminta untuk mempercayai mimpi kita selama
ini. Terdengar sederhana, tapi tak semua berani hanya untuk sekedar bermimpi,
apa lagi mempercayainya. Tapi setidaknya berbanggalah kita, karna menjadi
bagian dari perjuangan ini, karna nantinya kitalah yang akan lebih tahu cara
menghargai manisnya sebuah penantian panjang.
Just Believe. Just Believe Our
Dreams!
We’re Gonna Win The League!
***
Written by: @rendybascou
We believe
ReplyDelete