19 April 2014

Believe Our Dreams

Liverpool FC dengan berbagai macam cara tak pernah berhenti membuat saya terus jatuh cinta dalam masa tenang pun dalam masa terguncang. Dimulai dengan dongeng, YNWA, mini-treble winner, Istanbul, Mr. Hodgson, Brendan Rodgers, situs tentang Liverpool, timeline (akun-akun Liverpool independen) dan yang terakhir film.



Memulai musim dengan ekspetasi seadanya, saya dan beberapa yang lainnya hanya berharap Liverpool bisa finish satu peringkat lebih baik dari musim lalu kemarin alias peringkat 6. Tapi sejak berkumandangnya chant “We Shall Not Be Moved” di St. Mary, dilanjutkan kemenangan bertabur penalti di Old Trafford, bersama banner “Make Us Dream” dan chant “We’re Gonna Win The League” kembali mencuatkan harapan baru. Tapi entah kenapa kali ini jauh berbeda rasanya dengan musim 2008/2009. Jika ingin membandingkan komposisi skuad sekarang dengan musim 08/09 serta kondisi para pesaing, tentu harapan takkan bisa tumbuh lebih besar. Tapi kali ini benar berbeda, sangat berbeda. Rasanya bagai mencintai seorang gadis yang sama, tapi dengan inner-beauty yang berbeda.

Lima pekan menuju tanggal 11 mei 2014, Brendan Rodgers mengatakan bahwa kita cukup fokus laga per laga. Tapi sulit bagi saya untuk tidak menaruh rasa khawatir pada dua laga melawan dua tim berlimpah pounds. Satu biru baru saja terlewati. Tinggal Chelsea.

Kita bisa berbangga, tim berlimpah passion ini setidaknya mampu menjadi anti-tesis dari tim berlimpah pounds. Pallegrini masih baru di City, tapi Mourinho di Chelsea jelas berbeda. Dialah yang membuat saya sempat khawatir. Selain karna dia adalah seniornya Brendan Rodgers, dia juga dikenal sebagai pelatih yang memiliki segudang taktik. Ingat saja bagaimana pernyataannya usai menaklukan PSG di semifinal. Fakta lain berkata bahwa Chelsea adalah satu-satunya team di BPL yang belum dikalahkan Rodgers selama menukangi Liverpool sampai saat ini.

Tapi Will, film yang baru saya tonton untuk ke-tujuh kalinya, dan untuk kedelapan kalinya kembali membuat mata saya berkaca-kaca adalah penyebab raibnya kekahwatiran saya terhadap Chelsea. Di dalam film itu saya teringat akan adegan dimana ayah Will menceritakan pertadingan away-nya ke Stamford Bridge yang mana adalah pertandingan penentu gelar musim 85/86. King Kenny! 0-1. Ya, 1986 kita memastikan gelar juara liga ke 16 di kandang tim biru yang waktu itu belum bergelimang pounds.

Kekhawatiran seakan tak pernah berhenti menggoda, tapi ada saja cara Tuhan membuat rasa percaya terus hadir dan semakin bertumbuh. Contohnya seperti saat laga vs MUFC, feeling sang kapten menjadi pemicu rasa percaya. And yess! He kissed the camera for three times at OT. Dan yang terakhir adalah saat laga melawan City. Sempat berdansa bersama tembang-tembang The Beatles saat jeda half time, pada menit 62 selama beberapa detik saya terhenyak saat Johnson mencetak gol bunuh diri. Tapi percaya itu tetap bertumbuh karena saya teringat tulisan “Miracle is Possible”-nya Mas Ryswanto di lfcid.com. Setelah chant Walk on! Walk on! Liverbird Upon My Chest tak berhenti berkumandang hingga si Magician Liverpool No. 10 Coutinho membawa keajaiban. 3-2 untuk Liverpool. Kita semua tentu sudah tahu benar bagaimana kualitas shooting Coutinho sepanjang musim ini. Hal tersebut membuat kita ingat akan keajaiban-keajaiban lain yang dibuat Liverpool No. 10 lainnya. Ya, Luis Garcia. Pemain yang baru saja memutuskan untuk pensiun ini beberapa kali membuat hal-hal yang tak terduga di sepanjang perjalanan menuju gelar eropa ke-lima kita. Tentu tak sedikit juga dari kita yang tak percaya bahwa 2005 akan menjadi tahun yang luar biasa.

Will!

King Kenny dengan keajaiban di kakinya memastikan gelar liga inggris ke-16 di Stamford Bridge, Garcia dengan triknya yang sering gagal disemifinal, serta Gerrard (yang tumben dengan kepalanya) di final Istanbul memastikan gelar ke-lima UCL untuk Merseyside merah.

Ketika ayah dan kakek Will menyaksikan langsung laga di Stamford Bridge, yang mereka bisa lakukan hanyalah terus bernyanyi dan berdoa. Dan sebelum final di Istanbul, yang dipunyai Will hanyalah kepercayaan terhadap mimpinya tentang Garcia semifinal melawan Chelsea.

Will : I had a dream, Liverpool 1-0 in the semi.
Father : 1-0? Really?
Will : Garcia Scoring
Father : Not Gerrard?
Will : Its Garcia, I know.
….
Father : Believe in your dreams, do you?
Will : I don’t know, I guess.
Father : Now you promise me one thing… Never let the fear get in the way of your dreams.

Perjuangan melawan rasa putus asa, dukungan tanpa lelah, suara dalam setiap chants, harapan dan semangat dalam setiap banner sudah kita kerahkan selama tahun-tahun penantian. Pun doa yang tak pernah putus kita naikkan saat YNWA berkumandang. Sekarang kita hanya diminta untuk mempercayai mimpi kita selama ini. Terdengar sederhana, tapi tak semua berani hanya untuk sekedar bermimpi, apa lagi mempercayainya. Tapi setidaknya berbanggalah kita, karna menjadi bagian dari perjuangan ini, karna nantinya kitalah yang akan lebih tahu cara menghargai manisnya sebuah penantian panjang.

Just Believe. Just Believe Our Dreams!
We’re Gonna Win The League!

***

Written by: @rendybascou

1 comment: