Tak ada yang lebih indah ketimbang menjadi fans netral pada
Piala Dunia kali ini. Tak bermaksud untuk menjadi sombong dengan tak memiliki
tim jagoan dan berkata bahwa negara yang kami dukung hanya Timnas Indonesia, tetapi
ketika anda menjadi sosok netral, akan banyak titik menarik yang bisa
ditelisik. Entah titik negatif maupun positif.
Entah mengapa, saya tak terlalu tertarik dengan timnas
Jerman pada kompetisi ini. Ya, saya menyukai cara Jerman dalam mengembangkan
kompetisi, pemain muda, hingga teknologi sepak bola mereka, dan memutuskan
menjadi pendukung mereka sejak 2010 lalu (Fuckin
Glory Hunter, Yes I'm), tetapi entah. Untuk saat ini, tak ada satu tim pun
yang memaksa saya untuk harus menontonnya, termasuk Jerman.
Terperangkap dalam fanatisme tak selalu menyenangkan. Sudah
merasakan hal ini pada level klub, menjadi objektif pada level internasional
dirasa menjadi pilihan yang paling bijak. Namun, bolehkah saya berkata bahwa
fanatisme kepada Liverpool membuat kami terpaksa untuk mengikuti sebuah negara
yang Overrated di Piala Dunia?
Ketika Piala Dunia atau Piala Eropa bergulir, banyak fan
sebuah klub terpecah untuk membela negara-negara tertentu. Khusus The Reds,
cukup banyak fan yang memilih untuk menjadi penggila The Three Lions. Bukan
tanpa alasan memang, ketika Inggris membawa enam pemain Liverpool ke Brasil
pada perhelatan ini. Tak terbatas pada tahun ini saja, membela sebuah tim dari
negara tertentu membuat kita lebih memilih negara apa yang kita dukung dalam
kompetisi sepak bola seperti ini. Tinggal ikuti negara dari klub yang kita
dukung.
Tetapi, ada mereka yang memang memiliki antusiasme luas akan
sepak bola dan memilih negara-negara di luar klub favorit. Bahkan, memilih
negara dimana tak ada pemain dari klub favorit mereka di dalamnya. Fan The Reds
yang membela pelbagai negara pun cukup beragam, terpecah secara teratur.
Anda acap menghina timnas Inggris. Wajar melihat negara yang
berisikan banyak pemain bintang ini tak mampu berbuat banyak pada kompetisi
internasional pada sepak bola modern. Prestasi terakhir mereka terjadi 1966.
Sudah cukup lama. Fabio Capello, pelatih kelas dunia sudah mencoba memimpin tim
ini tapi tak juga berhasil. Saat ini, pelatih paling berpengalaman tanpa
prestasi yang memadai mencoba peruntungannya. Timnas Inggris mencoba meraih
sesuatu bersama Roy Hodgson.
Tapi, akan terjadi perbedaan signifikan pada Piala Dunia
kali ini. Menilik dari laga pertama Inggris vs Italia, yang saya yakin ditonton
oleh semua fan Liverpool, rasanya Inggris akan memaksa Kopites untuk mengikuti
mereka di ajang ini.
Timnas Inggris saat ini tak bisa dimungkiri sangat
terpengaruh oleh Liverpool. Memanggil Steven Gerrard, Glen Johnson, Jordan
Henderson, Daniel Sturridge, Raheem Sterling, hingga pemain anyar Rickie
Lambert, menjadi bukti sahih. Itu belum termasuk Jon Flanagan yang berada di
skuat tunggu sebelumnya dan psychiatrist seperti Steve Peters yang ikut
membantu The Three Lions.
Pengaruh Brendan Rodgers yang berhasil memberikan efek
signifikan atas kemajuan Liverpool musim lalu membuat Hodgson tak memiliki
pilihan. Rodgers membuktikan bahwa pemain-pemain Inggris memiliki kemampuan
taktikal yang mumpuni, tak seperti pandangan kebanyakan orang yang menganggap
pemain Inggris hanya bermain seadanya dengan Kick and Rush kuno.
Inggris asuhan Hodgson tak akan mampu menyamai filosofi
Liverpool di tangan Rodgers. Namun, setidaknya The Owl bisa memasukkan sedikit unsur The Reds di timnya kali ini.
Terlihat saat laga melawan Italia. Meski Gerrard tak terlalu maksimal,
Henderson terbilang melakoni perannya dengan sangat baik dalam menyeimbangkan
lini tengah. Menempatkan Sterling sebagai trequartista juga pilihan jitu
melihat sang pemain menjadi sosok paling berbahaya di skuat Inggris saat itu.
Daniel Sturridge? Terlihat sang pemain menjadi sosok yang
paling berupaya keras menembus Catenaccio Italia yang akhirnya terlihat pada
laga tersebut. Gol semata wayang Inggris pun datang dari striker Liverpool itu.
Sayang, Sturridge mengalami cedera dan harus ditarik keluar. Sterling kehabisan
tenaga pada babak kedua. Dan Glen Johnson, ya Glenjo tetap menjadi Glenjo
seperti biasa, tak ada gunanya.
Banyak pundit dalam negeri maupun luar berkata bahwa Inggris
memerlihatkan permainan atraktif yang tak pernah mereka lakukan sejak 2002.
Meski takluk, Inggris takluk dengan mengesankan, walau bagi saya kalah adalah
kalah. Terlepas dari permainan tim tersebut cantik atau buruk.
Ketika Anda melihat starter The Three Lions didominasi
pemain Liverpool dan Everton, dan hanya ada satu pemain Manchester City,
Chelsea, dan Manchester United di dalamnya, Anda sebagai fan Merseyside Red pun
tak memiliki pilihan untuk melewatkannya. Meski minat anda bukan di Timnas
Inggris, tapi Anda terpaksa untuk menonton dan mengintip performa penggawa The Reds
di level timnas.
Anda akan mudah meledek Woy karena kebodohan-kebodohannya
dalam mengambil putusan. Atau karena dinamika ekspresi dia berada satu tingkat
di atas David Moyes. Tetapi, Anda tak bisa memungkiri bahwa cara Moyes
mentranformasi tim yang berisikan banyak pemain Liverpool dan pemain muda
menjadi sesuatu yang menarik untuk disimak.
Kita semua bebas menghina Hodgson, timnas Inggris, Wayne
Rooney hingga Danny Welbeck. Tetapi, jangan pernah menyangkal seburuk apapun
tim ini, mereka akan memaksa kita untuk menonton tiap kiprahnya di Piala Dunia.
Dan ada sedikit doa untuk Steven Gerrard mengangkat piala yang paling sulit
diangkat ini.
Gan visit ya lfcloanid.blogspot.com untuk update tentang tentang pemain pinjaman liverpool
ReplyDelete