25 April 2014

Romance at Barkyuri High: Rivi-chan





Alkisah, di sebuah SMA ternama di pusat kota, Barkyuri Premier High School, nama sekolah paling bergengsi tersebut. Sebuah sekolah yang uniknya hanya memiliki 20 murid, murid tersebut semua adalah gadis2 pilihan dari segala penjuru kota, gadis2 terpintar, termolek dan ter-ter lainnya hingga dinyatakan layak untuk bersekolah disana. Para Gadis pun dibekali dengan semaksimal mungkin oleh para orang tua mereka, dari segi keuangan, gaya, sarana dan prasarana apapun yang terbaik hanya demi satu tujuan : menggaet hati Barkyuri-kun, anak lelaki dari pemilik sekolahan tersebut. Tidak sembarangan untuk menggaet anak muda yang satu ini, mereka yang tidak begitu kuat pun akan lebih memilih untuk menepi, mencoba realistis ataupun bagi mereka yang merasa kurang, mereka mencoba untuk bertahan daengan menghindari posisi tiga terbawah yang nantinya akan dikirim ke kelas jauh sekolah tersebut, Sukaibetto High School. 

Sudah tradisi jika murid terunggul memiliki kesempatan untuk mendekati sang anak pemilik sekolah, menghabiskan beberapa malam, memadu kasih dan cumbu, menjanjikan romantisme masa muda yang luar biasa. Patutlah Barkyuri-kun berterima kasih pada orang tuanya, yang telah mendirikan sebuah sekolah yang dipenuhi 20 gadis2 pilihan di kota. Sekolah yang tidak ada gubahnya seperti harem. Mengumpuli para gadis untuk digauli dan tercatat ia telah menggauli 6 gadis berbeda semenjak sekolah itu didirikan. Dan kebanyakan tidak sampai lebih dari dua musim, bahkan terkini ia menggauli gadis2 yang berbeda di tiap akhir tahun ajaran. Playboy. Tapi ia tidak salah, toh gadis2 tersebut kok yang mau. Dan apabila ingin menjalin hubungan yang lebih lama, para gadis dituntut untuk konsisten dan saling berkompetisi. “Jadilah yang terbaik di tiap tahun”, itu prinsipnya. 

Barkyuri-kun digambarkan sebagai pria muda yang menarik, bertubuh tegap, berbahu lebar, berambut perak layaknya karakter anime Hunter x Hunter, Kurapika . Warna matanya yang biru dan rona pipi yang semburat merah, bukan karena ia pemalu ataupun terlalu banyak minum. Tubuhnya yang curvy serta bahunya yang bidang membuat gadis manapun bermimpi untuk dapat jatuh di pelukannya. Untuk tahun ini terdapat tiga gadis yang berpeluang besar untuk bisa bercumbu dengannya : Rivi, Manchii, dan Chesuri.

Rivi-chan, adalah gadis muda yang menarik. Pintar, penuh pesona, dan rendah hati. Ia bukanlah anak orang kaya,namun dahulu sebelum sekolah terbaik di kota tersebut diambil alih oleh Keluarga Barkyuri, pendahulunya sering menjadi murid terbaik dan mampu memenangi hati banyak orang di sekolah. Sebenarnya, orang tuanya tidak begitu menargetkan Rivi-chan harus bercumbu dengan Barkyuri-kun seperti kedua temannya. Orangtua Rivi-chan lebih meminta memperbaiki statusnya sebagai murid “medioker” seperti yang ia dapat beberapa tahun belakangan. Meningkatkan prestasi. Rivi sendiri sudah mulai bisa mengangkat beban kesuksesan keluarga besarnya dahulu dengan perlahan namun pasti. Berdasarkan rekap nilai sejauh ini, Rivi menduduki posisi teratas diantara rekan-rekannya. Siapa yang menduga memang,tak terkecuali keluarga Rivi-chan sendiri.

Manchii-chan, merupakan anak orang kaya baru. Keluarganya bekerja di negeri Petro Dollar, jadi jangan kaget jika hidupnya bergelimang akan kemewahan. Orangtuanya tergolong royal dalam menghamburkan uang, apalah arti satu dua perak milyar kalau bukan demi kebahagiaan sang buah hati? Untuk mendatangkan guru privat terbaik, sarana belajar yang bagus, serta buku2 pelajaran berkualitas? Tidak menjadi masalah baginya. Berkekuatan finansial yang baik, dimana untuk bersaing di sekolah tersebut adalah salah satu kunci, ia memegangnya. Terlebih, ia bukan orang baru dalam hidup Barkyuri-kun. Manchii-chan pernah sekali menggauli dirinya dengan menjadi murid terbaik di sekolah dua tahun silam lewat cara yang dramatis. Lelaki muda tersebut terpaksa harus memilih antara dirinya atau Manyu(tetangga tidak terlalu dekat dari Manchii-chan, dan murid terbaik tahun lalu) di detik terakhir. Pilihan sulit tersebut dijatuhkan kepada Manchii-chan yang dinilai unggul dalam salah satu aspek(tidak dijelaskan aspek apa yang dimaksud oleh Barkyuri-kun) dari Manyu. Wajar jika ia ingin merebut Barkyuri-kun kembali di tahun ini, cinta yang tertunda pada tahun lalu, karena direbut oleh Manyu.

Oh iya, perkenalkan Manyu-chan. Ya, dia murid terbaik tahun lalu dan merupakan salah satu gadis kesukaan Barkyuri-kun. Tanyakan saja pada pemuda tersebut sudah berapa kali ia tidur di ranjangnya .Banyak. Berkali-kali .Ia tidak cantik, tidak seksi, tidak juga memikat di kebanyakan mata.  Disinyalir itu karena faktor keluarganya, terutama sang ayah yang begitu vokal , disegani dan dipandang sebagai orang berpengaruh di sekolah. Kini sang ayah telah meninggalkannya. Namun sebelum itu, ia telah memasrahkan putri kesayangannya kepada seorang wali. 

Apa saya lupa tidak menuliskan namanya di dalam kandidat gadis pemenang hati Barkyuri-kun? Tentu tidak. Berdasar rekapan nilai sementara, ia tercecer jauh bersama murid2 medioker lainnya di papan tengah. Prestasinya terjun bebas, semangat belajarnya menurun. Entah karena terlalu banyak ajojing di malam hari atau berpesta bikini. Secara matematis, nilainya terkucil jauh dari kalangan atas. Boro-boro untuk kembali bisa memenangkan hati Barkyuri-kun, untuk berada di papan atas setidaknya guna tidak terkucil dari para gadis elite lainnya saja tidak mampu ia penuhi. Kasihan. Ayahandanya tidak akan senang disana, ia salah memilih wali untuk mengurus putri tercintanya ini. Cibiran untuk dirinya selalu jadi tajuk utama mading sekolah. Namun,arogansinya selama ini akan menyadarkan bahwa dunia sebenarnya berputar.

Kemudian, Chesuri-chan. Anak dari keluarga yang cukup kaya dan terpandang. Ia dulunya hanya anak dari keluarga menengah biasa. Namun pekerjaan baru sang ayah di sebuah perusahaan milik konglomerat Rusia, mengubah status keluarganya. Ia pun juga sering menggauli Barkyuri-kun karena statusnya sebagai murid terbaik sebanyak 3 kali tahun ajaran.  Sama seperti Manchii, karena kemapanan ekonominya pula lah ia digadang sebagai kandidat terkuat perebut hati Barkyuri-kun tahun ini.

Apa yang dimiliki Rivi-chan sebenarnya? Finansial? Tidak..tidak begitu. Ia memulai tahun ajarannya dengan sangat “ekonomis”, membeli beberapa alat belajar baru saja dan tidak lebih. Mentor? Rivi kini tengah berguru kepada seorang guru muda yang cerdas ,banyak ide segar dan memiliki filosofi mengajar yang cukup Rivi sukai. Selalu ia terapkan filosofi dan petuah mentornya tersebut dalam kehidupan sekolah. Bandingkan dengan Manchii dan Chesuri yang bermentor pada guru2 kawakan nan berpengalaman. Namun, sejauh ini Rivi-chan berada di atas dua pesaingnya tersebut. Rivi enggan menyebut ini semata fluke atau keberuntungan. Kerja keras dan determinasi yang membawa Rivi sampai sejauh ini, walau belum sampai akhir.

Dukungan? Jelas! Keluarga besar Rivi sangat total mendukung putri kebanggaan mereka ini.  Awan kelam yang menyelimuti asa Rivi-chan beberapa tahun belakangan pun perlahan mulai memudar tahun ini. Harapan selalu menyingsing tiap harinya laksana fajar. Keluarga adalah motivasi utama bagi Rivi. 

Apabila Rivi-chan mampu mengulang kembali kesuksesan para pendahulunya berpuluh tahun silam, sebelum sekolah tersebut diambil alih oleh keluarga Barkyuri-kun, maka gengsi dan nama besar keluarganya akan kembali terpulihkan. Dan memori akan kejayaan tersebut akan selalu terpatri dalam sejarah sekolah.

Intisari dari perjuangan Rivi-chan cukup jelas : Keluarga dan semua pihak yang mendukungnya selama ini. Jelas itu semua lebih penting dari mencumbu pria muda berambut perak bernama Barkyuri-kun tersebut. Meski itulah bonus yang sudah pasti akan didapat pada akhirnya.

Dengan menyisakan tiga fase lagi sebelum tahun ajaran benar-benar berakhir,sebagai orang jatuh hati dengan betapa humblenya sosok Rivi-chan, saya hanya bisa mendoakan yang terbaik untuknya. Minggu ini ia akan dinanti oleh Chesuri. Sebagai “anak lama”di hati Barkyuri-kun, Chesuri akan mengetes seberapa pantaskah Rivi-chan untuk mememenangkan hati pria idaman 20 wanita itu di akhir tahun ajaran tsb. Jika Rivi mampu menjawab tantangan Chesuri dengan baik, maka hati sang playboy pun bukannya tak mungkin dapat ia tundukkan. Sembari mengharap kemungkinan buruk akan menimpa kedua rivalnya,terutama Manchii-chan. Dan mulailah Rivi yang dinilai cukup konsisten sejauh ini, bisa terus menjauh dari kejaran dua pesaing terdekatnya tersebut hingga akhir tahun ajaran.

Tidaklah berdelusi jika Rivi-chan menginginkan Barkyuri-kun jatuh ke pelukannya di akhir musim nanti. Rivi-chan,sejauh ini,telah menunjukkan usaha yang luar biasa dalam mengejarnya. Barkyuri-kun belum pernah  sekalipun menjamah dirinya. Rivi adalah gadis yang menarik dan cukup gigih dalam mengejarnya. Jadi, kenapa tidak? Barkyuri-kun? Jika ini adalah kesempatan gadis yang telah menunggu selama 24 tahun tersebut, maka jadikanlah ini akhir penantiannya. Dan Rivi-chan, jika kau benar ingin mendapatkan hatinya, berusahalah sebaik mungkin di sisa tahun ajaran ini. Fokus saja, tanpa meremehkan pesaingmu, anggaplah bahwa satu tanganmu telah berada di bahunya. Sisanya, tergantung usahamu.

The dream is still alive, Rivi-chan. It’s still possible. Ganbatte Kudasai!!

"Picture credit belongs to Chaossian Blur from deviantart.

Written by: @demas_sasongko
Read more ...

Medali Tanpa Hati dari Livi



Malam kini selalu berlari. Bersama kilat-kilatnya, Tuhan selalu mengasihi hambanya dengan cara tersendiri. Tak ada waktu bagi diri untuk menikmati indahnya malam hari. Setelah dua bulan penuh keindahan, aku kembali harus menopang kaki yang berat ini.

Hari-hariku kembali hampa. Malam selalu kuhabisi di sebuah bar samping pelabuhan untuk menikmati setidaknya 5 gelas bir. Frustrasi itu kembali muncul. Pelampiasan. Mungkin. Hidupku terlalu berat untuk dijalani secara normal. Melihat dia bahagia dengan orang lain secara dekat, hatiku hancur berkeping-keping.

Setelah menjalani dua bulan penuh keindahan, kembalinya sosok senior membuat sang bidadari kembali berpaling. Sosok yang sebenarnya tak lebih baik dariku. Memang, dia memiliki pengalaman segudang, wajah hitam british, serta tato disekujur lengan. Macho. Ya, dia jauh lebih menarik di segala sisi ketimbang diri ini. Belum lagi bocah lokal yang terus menerus memberikan progres positif dan membuat bidadari tak mampu memalingkan mata darinya.

Gleni dan Flani menjadi prioritas sang putri saat ini. Flani, aku memaklumi karena sosok ini memang memerlihatkan wujud nyata sebuah cinta dengan semangat dan ketulusannya. Aku cukup dekat dengan Flani. Kami beberapa kali berbincang dan dia tak seperti bocah 21 tahun, karena sangat dewasa. Wajar Livi kesemsem dengan dia.

Namun, Gleni?? Sang pencari sensasi. Dia sangat senang menunjukkan aksi-aksi cinta yang buat semua orang emosi. Belum lagi Gleni acap membuat hal merugikan untuk Livi. Apa karena dia sudah tua? Waktunya sebentar lagi habis? Maka ayah Livi lebih senang anaknya dekat dengan Gleni? Wake up, aku, Aly, jauh lebih baik dari Gleni.

Emosi di kepala sudah memuncak. Wajahku yang kotak semakin terlihat trapesium saat ini. Efek alkohol berlebih? Mungkin. Aku tak peduli. Masa depan bersama Livi sudah semakin menjauh dan tak terlihat.

Aku mengerti, Ayah sang putri sedang fokus demi mahkota kehormataan yang tak pernah dirasakan 24 tahun terakhir. Waktu yang sangat lama untuk putri secantik Livi. Tiga kontes lagi menuju puncak kebahagiaan keluarga ini. Livi akan mendapat mahkota bertahta emas. Sedangkan aku dan para pesaing bakal meraih medali kehormatan. Medali yang jelas membuat para wanita-wanita di negeri lain berkecamuk hatinya.

Namun, itu bukan masalah penting bagiku. Tak ada yang lebih penting di hati ketimbang Livi. Tak peduli sekarang dia tak menanggapi atau cuek sama sekali. Cinta ini tak pernah habis untuk Livi. Tak ada prasangka di benakku untuk hidup bersama putri lain. Meski kenyataan membawaku ke arah sana.

Alhasil, aku semakin gila setiap malam di bar. Bir akhirnya hanya jadi pembuka, karena sesosok bartender acap menawari Jack D Gentleman Jack favoritnya. Benar saja, aku tergila-gila dan selalu memesannya tiap malam.

Setiap pagi, dengan kepala berat karena mulai terbiasa dengan Gentleman Jack, aku selalu mendengar sebuah tembang favorit. Tembang yang liriknya berkata: "My Head's under water but i'm breathing fine". John Legend benar-benar lebay membuat lagu ini karena aku tetap tak bisa bernapas di dalam air. Memasukkan kepala ke dalam air dan memikirkan Livi, tidak, aku tetap megap-megap.

Tetapi lagu ini adalah keyakinan. "Cause all of me, loves all of you, Love your curves and all your edges, All your perfect imperfections". Fiuuh, sebuah lagu yang secara bersamaan menjadi harapan dan keputusasaan untuk diri. Sempurna.

Tiga pekan lagi. Tiga pekan lagi sebelum aku pergi meninggalkan Livi. Apa yang bisa aku lakukan ya Tuhan? Haruskah aku menjadi pujangga kasat mata yang cintanya buta dan hilang begitu saja? Melihat Livi bahagia memang lebih dari cukup. Sesuatu yang sudah final dan paling mudah untuk Aly bodoh ini.

Mungkin Tuhan memiliki persepsi berbeda dengan makhluk buruk rupa sepertiku. Mungkin takdirku adalah bersama bidadari lain. Entahlah, aku sudah lelah. Senyumku sudah habis. Jika kalian melihat senyumanku, berarti banyak kepalsuan di dalamnya.

Tugasku saat ini hanyalah duduk, menunggu, sambil berdoa agar Livi bisa mengangkat tahta yang dia tunggu sejak lama. Dia pasti sangat bahagia. Mungkin kebahagiaan yang tak akan pernah aku lihat.


Aku menunggu momen itu, momen spesial Livi. Momen dimana aku mendapat medali tanpa hati dari Livi yang kucintai. Lalu pergi meninggalkan sang bidadari untuk mencari cinta sejati. Cinta sejati yang tak akan pernah kembali ke Livi sang putri.

Written by: @redzkop
Read more ...

19 April 2014

Believe Our Dreams

Liverpool FC dengan berbagai macam cara tak pernah berhenti membuat saya terus jatuh cinta dalam masa tenang pun dalam masa terguncang. Dimulai dengan dongeng, YNWA, mini-treble winner, Istanbul, Mr. Hodgson, Brendan Rodgers, situs tentang Liverpool, timeline (akun-akun Liverpool independen) dan yang terakhir film.



Memulai musim dengan ekspetasi seadanya, saya dan beberapa yang lainnya hanya berharap Liverpool bisa finish satu peringkat lebih baik dari musim lalu kemarin alias peringkat 6. Tapi sejak berkumandangnya chant “We Shall Not Be Moved” di St. Mary, dilanjutkan kemenangan bertabur penalti di Old Trafford, bersama banner “Make Us Dream” dan chant “We’re Gonna Win The League” kembali mencuatkan harapan baru. Tapi entah kenapa kali ini jauh berbeda rasanya dengan musim 2008/2009. Jika ingin membandingkan komposisi skuad sekarang dengan musim 08/09 serta kondisi para pesaing, tentu harapan takkan bisa tumbuh lebih besar. Tapi kali ini benar berbeda, sangat berbeda. Rasanya bagai mencintai seorang gadis yang sama, tapi dengan inner-beauty yang berbeda.

Lima pekan menuju tanggal 11 mei 2014, Brendan Rodgers mengatakan bahwa kita cukup fokus laga per laga. Tapi sulit bagi saya untuk tidak menaruh rasa khawatir pada dua laga melawan dua tim berlimpah pounds. Satu biru baru saja terlewati. Tinggal Chelsea.

Kita bisa berbangga, tim berlimpah passion ini setidaknya mampu menjadi anti-tesis dari tim berlimpah pounds. Pallegrini masih baru di City, tapi Mourinho di Chelsea jelas berbeda. Dialah yang membuat saya sempat khawatir. Selain karna dia adalah seniornya Brendan Rodgers, dia juga dikenal sebagai pelatih yang memiliki segudang taktik. Ingat saja bagaimana pernyataannya usai menaklukan PSG di semifinal. Fakta lain berkata bahwa Chelsea adalah satu-satunya team di BPL yang belum dikalahkan Rodgers selama menukangi Liverpool sampai saat ini.

Tapi Will, film yang baru saya tonton untuk ke-tujuh kalinya, dan untuk kedelapan kalinya kembali membuat mata saya berkaca-kaca adalah penyebab raibnya kekahwatiran saya terhadap Chelsea. Di dalam film itu saya teringat akan adegan dimana ayah Will menceritakan pertadingan away-nya ke Stamford Bridge yang mana adalah pertandingan penentu gelar musim 85/86. King Kenny! 0-1. Ya, 1986 kita memastikan gelar juara liga ke 16 di kandang tim biru yang waktu itu belum bergelimang pounds.

Kekhawatiran seakan tak pernah berhenti menggoda, tapi ada saja cara Tuhan membuat rasa percaya terus hadir dan semakin bertumbuh. Contohnya seperti saat laga vs MUFC, feeling sang kapten menjadi pemicu rasa percaya. And yess! He kissed the camera for three times at OT. Dan yang terakhir adalah saat laga melawan City. Sempat berdansa bersama tembang-tembang The Beatles saat jeda half time, pada menit 62 selama beberapa detik saya terhenyak saat Johnson mencetak gol bunuh diri. Tapi percaya itu tetap bertumbuh karena saya teringat tulisan “Miracle is Possible”-nya Mas Ryswanto di lfcid.com. Setelah chant Walk on! Walk on! Liverbird Upon My Chest tak berhenti berkumandang hingga si Magician Liverpool No. 10 Coutinho membawa keajaiban. 3-2 untuk Liverpool. Kita semua tentu sudah tahu benar bagaimana kualitas shooting Coutinho sepanjang musim ini. Hal tersebut membuat kita ingat akan keajaiban-keajaiban lain yang dibuat Liverpool No. 10 lainnya. Ya, Luis Garcia. Pemain yang baru saja memutuskan untuk pensiun ini beberapa kali membuat hal-hal yang tak terduga di sepanjang perjalanan menuju gelar eropa ke-lima kita. Tentu tak sedikit juga dari kita yang tak percaya bahwa 2005 akan menjadi tahun yang luar biasa.

Will!

King Kenny dengan keajaiban di kakinya memastikan gelar liga inggris ke-16 di Stamford Bridge, Garcia dengan triknya yang sering gagal disemifinal, serta Gerrard (yang tumben dengan kepalanya) di final Istanbul memastikan gelar ke-lima UCL untuk Merseyside merah.

Ketika ayah dan kakek Will menyaksikan langsung laga di Stamford Bridge, yang mereka bisa lakukan hanyalah terus bernyanyi dan berdoa. Dan sebelum final di Istanbul, yang dipunyai Will hanyalah kepercayaan terhadap mimpinya tentang Garcia semifinal melawan Chelsea.

Will : I had a dream, Liverpool 1-0 in the semi.
Father : 1-0? Really?
Will : Garcia Scoring
Father : Not Gerrard?
Will : Its Garcia, I know.
….
Father : Believe in your dreams, do you?
Will : I don’t know, I guess.
Father : Now you promise me one thing… Never let the fear get in the way of your dreams.

Perjuangan melawan rasa putus asa, dukungan tanpa lelah, suara dalam setiap chants, harapan dan semangat dalam setiap banner sudah kita kerahkan selama tahun-tahun penantian. Pun doa yang tak pernah putus kita naikkan saat YNWA berkumandang. Sekarang kita hanya diminta untuk mempercayai mimpi kita selama ini. Terdengar sederhana, tapi tak semua berani hanya untuk sekedar bermimpi, apa lagi mempercayainya. Tapi setidaknya berbanggalah kita, karna menjadi bagian dari perjuangan ini, karna nantinya kitalah yang akan lebih tahu cara menghargai manisnya sebuah penantian panjang.

Just Believe. Just Believe Our Dreams!
We’re Gonna Win The League!

***

Written by: @rendybascou
Read more ...

17 April 2014

Jangan, Jangan Bangun Dulu

“Ah, apa sih,” racaumu saat ibumu membangunkanmu untuk sarapan. Dirimu sedang tak ingin bangun. Kenapa ingin bangun jika tim merah kebanggaanmu sedang dalam perjalanan memenangi liga dengan Aly Cissokho beberapa kali mengisi posisi bek kiri? 



Ibumu mulai putus asa. Dia melengos ke luar kamar. Harusnya Ia maklum saja, tim merah kebanggaanmu yang selama setengah dekade terakhir berkutat di papan tengah liga domestik yang katanya terbaik itu sedang berleha-leha di puncak. Seperti orang-orang tua pecandu mimpi di film Inception, dirimu sudah mulai lupa mana yang disebut mimpi mana yang disebut tidak.
  
Di mimpimu yang sudah memasuki episode 34 itu, tim merah kebanggaanmu menyambut si biru dari Manchester –yang dalam beberapa tahun terakhir dicekoki uang minyak Syekh-syekh kelebihan uang. Tim merah kebanggaanmu sedang bertengger di puncak klasemen dengan tim biru Manchester yang masih harus memainkan 2 laga lebih banyak membayangi. Gugup, iya. Perutmu mulai terasa mual.

Adu taring episode ini ditunda selama 7 menit untuk menghormati korban tragedi Hillsborough 25 tahun silam. Peluit pertandingan dibunyikan dan tim merah kebanggaanmu langsung kesetanan. Dirimu muntah akibat kegugupan luar biasa. Menggelikan, padahal minum alkohol saja tidak. Coutinho, pemain bernomor 10 dari tim merah kebanggaanmu, bahkan berlari-lari walau tak sedang menguasai bola. “Apa-apaan nih!” katamu tak percaya sembari mengambil lap membersihkan muntahanmu.

Memasuki 5 menit pertama, perutmu kembali terasa mual. Sterling, pemain belia dari tim kebanggaanmu berlari membayangi kapten tim biru Manchester dan menyambut umpan terobosan dengan sangat, sangat baik. Perasaan mualmu sedikit bertambah. One-on-one dengan kiper tim biru Manchester, Sterling seharusnya langsung tembak saja bola ke gawang, tapi tidak! Seakan-akan mempermainkanmu dan organ pencernaanmu, Sterling membawa bola keluar masuk dengan kaki kanannya baru menembaknya ke gawang. “Tembak bolanya, biadab. Tembak, anjing. GOL!” racaumu sambil memukul apapun yang ada.

“…huek,” dirimu muntah untuk yang kedua kalinya. Dalam rentang waktu kurang dari 5 menit.

Cukup muntahnya, batinmu. Matamu kembali ke depan kotak berlayar di depanmu. Jordan Henderson berlari-lari seperti biasa, apakah ia mengaktifkan Nike+ di smartphone-nya, kau tak tahu. Luis Suarez menembakkan duri-duri beracun ke Martin Demichelis. Sterling setelah mencetak gol juga tak berhenti bermain-main dengan si lamban Demichelis. Yaya Toure dan Fernandinho, dua sumber utama tenaga tim biru Manchester, bahkan kelihatan tak bertaji. Semangatmu terpompa. Detak jantungmu semakin berpacu.

Gerrard, kapten tim merah kebanggaanmu, berada di posisi bebas dan menanduk bola dari sepakan pojok Coutinho, jantungmu berhenti sedetak, sayang, kiper tim biru Manchester mengarahkan bola ke luar gawang. Sepakan pojok di sisi lain. Giliran Gerrard untuk mengambil sepakan pojok. Gerrard mengirim sepakannya ke tiang dekat, Martin Skrtel menghadap bola, melompat, sedikit colekan dari kepala plontosnya, “GOL!” isi kepalamu menggila, semua yang di sekitarmu ikut menggila.

Kau mulai bermimpi dalam mimpi, seperti Inception saja, kau mulai bermimpi dalam mimpimu tim merah kebanggaanmu ini bisa saja merayakan sesuatu pada tanggal 11 Mei. Setelah berkali-kali menyangkal keyakinan memabukkan bahwa tim merah kebanggaanmu bisa saja merayakan sesuatu pada tanggal 11 Mei, kau akhirnya menyerah, kau mulai percaya.

Pertandingan sepertinya tidak melambat sedikitpun, kau larut dalam euforia, kau mulai menikmati, kau melupakan fakta bahwa kau sudah muntah 2 kali sebelumnya. Peluit tanda akhir babak pertama pun dibunyikan. Detak jantungmu melemah. Kau mencari defribilator. Dari mana defribilator? Entah. Ini ‘kan mimpimu.

Wasit membunyikan lagi peluitnya, kali ini untuk memulai babak kedua. Kau baru saja siap menyeduh mie instan untuk mengembalikan isi perut setelah dua kejadian sebelumnya. Kau siap untuk tes kesehatan jantung babak kedua.

Tapi, apa ini, katamu. David Silva bermain seperti kesetanan. Pemain-pemain tim merah kebanggaanmu juga seterkejut dirimu. Apa ini, katamu lagi tak percaya. Apa ini. Apa itu Glen Johnson tak bisa lari! Apa itu. Hah! Ketika kau berpikir kau tekanan pada babak kedua bisa lebih reda, ternyata tidak. Tim biru Manchester akhirnya mencetak gol pertama. Kau semakin tak percaya, tapi masih tetap percaya untuk menang.

Lalu kepercayaanmu pudar, Glen Johnson buat gol bunuh diri untuk tim biru Manchester menyamakan kedudukan. Hilang sudah keyakinanmu untuk lihat tim merah kebanggaanmu merayakan sesuatu yang meriah pada tanggal 11 Mei. Seharusnya aku tak perlu repot-repot bermimpi (dalam mimpi), katamu. Mana bisa tim seperti ini juara, batinmu. Tim ini bahkan memainkan Aly Cissokho beberapa kali, pikirmu. Kau memandang kotak berlayar itu tanpa ekspresi.

Kau ingin mematikan kotak bodoh itu sesaat sebelum sebuah lemparan ke dalam. Tunggu dulu, pikirmu. Masih ada sisa-sisa keyakinan dalam dirimu, rupanya. Lemparan dalam pun dilakukan. Lemparan itu dipotong oleh Martin Demichelis. Bola mengarah ke kapten tim biru Manchester, Vincent Kompany, yang tampaknya akan segera membuang bola jauh ke luar. Halah, tak ada harapan, batinmu, telunjukmu hanya beberapa milimeter saja dari tombol off remote control. Tapi, apa itu, bola sepakan Kompany malah ngawur. Bola ngawur itu tak punya arah. Ia tak tau ke mana. Tiba-tiba, entah dari mana, Coutinho, pemain nomor 10 tim merah kebanggaanmu, menerjang bola, mengarah ke sisi kiri kiper lawan, dan GOL! GOL! Kau lempar remote control bodoh itu. Kau teriak, tak peduli tetangga. Lagipula, ini mimpimu, apa itu tetangga. Kau belum pernah teriak sekuat itu sebelumnya.

Keyakinan 11 Mei itupun kembali membuncah. Mentalmu memang karbit. Mudah sekali dipermainkan. Kau menatap kotak berlayar bodoh itu penuh haru. Bahkan dalam mimpi pun ada sesuatu yang seperti mimpi. Ini, ini tim merah kebanggaanku, teriakmu jumawa. Di mana dirimu yang bilang tim ini tak layak juara, entahlah.

Wasit pun meniup peluit tanda akhir. Kau menghela napas lega. Kotak berlayar bodoh itu sedang menampilkan para pemain tim merah kebanggaanmu merayakan kemenangan itu. Kau pun ikut dalam euforia tersebut. Menyedihkan, bahkan tim merah kebanggaanmu belum memenangi apa-apa. Tapi, sekarang kau sangat yakin. Yakin bahwa pada 11 Mei, perayaannya akan lebih hebat dari ini. Jauh lebih hebat dari ini.

Yah, terserahmu. Hei, tapi ingat pesanku, lebih baik kau jangan bangun dulu.

Written by: @RezaPahlevi0503
Read more ...

15 April 2014

Jadi Masih Bolehkah Kami Bermimpi?

Hari ini saya berbahagia sekali. Tersenyum lebar. Haripun cerah, seperti halnya perasaan ini. Bukan, bukan hanya karena hari ini saya libur karena ada UN di sekolah. Lebih dari itu. Sebagai fans Liverpool, saya dan semuanya sudah pasti awal pekan ini sama-sama berbahagia. Euforia semalam ketika tim yang dibangga-banggakannya selama ini menang atas Man. City, penyebabnya.




 Menang lawan tim besar "terbaru", sekelas Man. City memang sangat membanggakan, dan seolah hanya ada didalam mimpi. Apalagi ini didapatnya di hari yang besar buat fans Liverpool. Yap! Hari dimana 96 fans Liverpool datang ke stadion, dan tak kembali pulang, 25 tahun silam. Tragedi pahit bagi Liverpool, fans, dan persepakbolaan ranah Inggris.

Seolah, ingin memberikan kado terindah buat 96 malaikat di surga sana, pemain Liverpool sepertinya mendapatkan semangat 2 kali lipat. Tak ingin mengecewakan semua, apalagi 96 malaikat itu da bermain di kandang sendiri, Akhirnya Liverpool menang dramatis 3-2. Pun, diakhir pertandingan seorang kapten yang dihormati semua pemain di dunia, Steven Gerrard meneteskan air mata. Sungguh, ini pemandangan yang sangat jarang terjadi. Apalagi kemenangan ini sangat mendekatkan Liverpool ke tangga juara, dan karena sang kapiten belum pernah sekalipun mengangkat tropi liga ini. Mengharukan.

Kemenangan melawan City seolah mimpi. Mimpi buat fans Liverpool. Bagaimana tidak? Fans Liverpool yang sudah lama mendambakan gelar juara dan terus bermimpi, akhirnya menemukan secercah harapan yang bisa membawa pada sebuah kenyatan. Memang kemenangan ini belum berarti apa-apa buat Liverpool. Karena perjalanan masih panjang, masih ada 4 laga lagi. Seusai pertandingan pun, sang arsitek cuma bilang "kita harus fokus melawan Norwich!". Tak ada sombong-sombongnya sekali, B-Rod ini. Memang harus begitu. Dan, tak membiarkan fans berekspektasi lebih. Hebat.

Target B-Rod masih sama seperti yang dulu mungkin, yaitu 4 besar. Atau mungkin sudah naik level menjadi pesaing juara? Mungkin. Yang menjadi pertanyaan adalah apa yang diharapkan seorang fans saat ini? Juara? Mungkin ini hanya ada didalam mimpi. Mimpi lo. Ya, begitulah yang dikatakan fans lain kepadaku. Tapi, posisinya saat ini memang sudah benar-benar hampir terjadi di dunia nyata. Ah, bilang apa aku ini... Tidak mungkin.

Apalagi melihat pesaing juara sekarang ini, Chelsea dan City memang lebih diunggulkan. Masihkah kita berharap? Masihkah kita bermimpi (untuk juara)? Jawabannya sudah pasti masih.

Seingatku, mimpi itu bisa jadi kenyaaan. Seingatku, lho. Asalkan dibarengi dengan suatu tindakan. Yap! Bisa saja terjadi. Kita sebagai fans yang bermimpi. Mereka sebagai pemain, pelatih, dan official dalam klub yang merealisasikannya. Kita sebagai fans dan semuanya yang merealisakannya yang mendoakan, dan Tuhan sebagai yang mengatur, yang menentukan semua itu.

Tuhan, jikalau memang ini tahun ini milik kami, biarlah kami bermimpi sepuasnya. Berimajinasi sepuasnya. Dan, bangun-bangun tinggal menikmati apa yang telah kami mimpikan, dan yang kami perjuangkan.

Jadi, masih bolehkah kami bermimpi untuk juara?

Written by: @Mahfudoremi
Read more ...

11 April 2014

Juara Kita Musim Ini?



Tik, tok, tik, tok, tik, tok. Suara detik jam dinding bergema di kamar ini. Memejamkan mata selama dua jam sudah cukup bagi saya untuk kembali dihadapkan dengan cahaya kehidupan dari laptop. Menikmati Timeline Twitter berjalan pelan, dengan berita-berita sepakbola didalamnya, menjadi suatu kebahagiaan kecil pemuas diri.

Dua hari menjelang sebuah hari besar. Bukan, bukan pemilu legislatif. Anda juga belum bisa memilih Presiden pada minggu nanti, meski kita semua sudah tahu siapa pengganti ayah nobita. Minggu (13/4) bakal menjadi hari besar bagi seluruh pendukung Liverpool di dunia. The Reds siap menjamu Manchester City di Anfield.

Jujur, ketika terbangun tiap pagi sepanjang pekan ini, fokus diri sudah tertuju ke laga tersebut. Sebuah laga yang menurut beberapa pihak sama pentingnya dengan Final Istanbul 2005. Liverpool menjadi sangat berpeluang mengangkat trofi BPL jikalau berhasil menundukkan The Citizens. Pun sebaliknya dengan Man. City, yang bakal menjadi tim paling berpeluang juara jika memenangkan laga itu.

Bukan menanggalkan empat tim yang akan dihadapi setelahnya. Tetapi, kemenangan melawan The Citizens bisa membuat mental dan kepercayaan diri The Reds semakin kuat. Mereka akan semakin solid dan membuat tim lain gentar dengan kesederhanaannya. Bukan rahasia lagi bahwa Liverpool adalah tim yang paling diharapkan untuk juara oleh kaum netral. Liverpool menjelma menjadi Borussia Dortmund dan Atletico Madrid, sebagai tim yang dicintai karena filosofi permainan, maupun kinerja di luar lapangan.

Sudah terbayang di benak ini atmosfer Anfield pada hari itu. Bom asap segudang, banner-banner istimewa, chant-chant yang bergema sejak bus tim memasuki Anfield. Belum lagi bakal ada tribut khusus terkait tragedi Hillsborough pada pertandingan tersebut. Ketika fans seperti kita saja sudah harap-harap cemas bercampur antusias, bagaimana para pemain? Mereka pasti tak sabar untuk memberi penampilan istimewa untuk 96 malaikat.

Hebatnya, Brendan Rodgers adalah manajer yang mampu memberikan ketenangan kepada tim. Dia sempat berkata sangat senang dengan tekanan saat ini. Sebuah tekanan yang tak pernah dia rasakan dalam karier kepelatihan. Sebuah pressure yang malah membuat sang manajer semakin menggebu-gebu ke arah positif. Para pemain pun akhirnya tertular. Tak ada ketegangan, malah antusiasme tinggi yang terjamah saat ini. Antusiasme untuk memberikan yang terbaik minggu nanti.

Anda tentu melihat banyak kejadian menarik pekan ini. Dari foto jenaka yang di upload Daniel Sturridge, dimana dia, Raheem Sterling, Jon Flanagan, dan Jordan Henderson, bergaya masing-masing. Belum lagi ada launching jersey anyar yang unik dan lucu. Menariknya pemain sudah dapat memilah antara kepentingan di dalam dan luar lapangan. Konsentrasi mereka tak terpecah. Fokus tanpa memikirkan tekanan. Kunci Liverpool musim ini.

“This is definitely the biggest game of my career. Playing Manchester City at Anfield in a top of the table clash with both teams going for the title, it doesn’t get any bigger. I’ve got great memories of the first time I faced City. Walking out at Anfield that night was very special. I only found out I was definitely playing when Kenny Dalglish told me two hours before kick-off. There were a few nerves but as the game went on I settled and just focused on doing my job. Winning 3-0, it was a brilliant night to be part of. I’d settle for the same result on Sunday,” ungkap Jon Flanagan kepada Echo. Nada menggebu terdengar dari pernyataan tersebut.

Jujur, momen musim ini belum pernah saya rasakan sepanjang mengikuti Liverpool. Rasanya berbeda dibanding musim 2008-09. Kepercayaan dirinya berbeda. Posisinya berbeda. Kondisi tim rival pun berbeda. Tak usah membandingkan poinnya, tetapi lihat hasrat dan cara The Reds bermain musim ini yang selalu mencengangkan mata. Laiknya wanita berkacamata yang selalu menarik untuk disapa.

Tak ada yang lebih menyenangkan ketimbang melihat kelakuan para fans Liverpool belakangan. Aura positif menyebar di seluruh aspek. Entah Sosial Media atau kehidupan nyata. Sesuatu yang hilang cukup lama. Kebangkitan yang ditunggu telah tiba. Kami berharap juara, tetapi prestasi saat ini sudah cukup untuk tersenyum manja. Para pemain muda istimewa. Steven Gerrard yang kembali muda. Dua striker luar biasa yang membuat kita semua jemawa. Sungguh perasaan yang tak pernah ada sebelumnya.

Mengangkat trofi akan sangat indah pada akhirnya, tetapi kita semua telah berada dalam kebahagiaan tersendiri. Kebahagiaan mendasar bahwa The Reds sudah bangkit dari masa-masa hampa. Liverpool kini sudah mulai menarik minat fans-fans baru sepakbola. Siapa yang tak mau mendukung Liverpool yang tak perlu dana melimpah untuk bermain indah? Cukup melihat poling juara di beberapa situs olahraga Inggris seperti Mirror, maka mereka membuat prediksi bahwa Liverpool yang paling diinginkan mengangkat trofi BPL.

Bukan bermaksud egois. Tetapi, musim ini jelas musim yang sangat tepat bagi The Reds untuk bangkit. Melihat banyak tim pesaing yang masih beradaptasi dengan manajer anyar. Belum lagi rival abadi seperti Manchester United yang terpuruk. 2013-14 menjadi musim yang membahagiakan. Bayangkan euforia yang terjadi jika mimpi yang dinanti benar-benar terjadi. Bayangkan Stevie G mengangkat trofi dengan pasti.

Ketika fans Setan Merah tak terbiasa membela diri dan mencari alasan tepat karena kiprah timnya yang jeblok, sama dengan beberapa fans The Reds yang masih harap-harap cemas, dan setengah tak percaya dengan musim ini. Ketika memiliki dua striker yang telah mencetak 20 gol lebih masing-masing. Ketika banyak pemain muda berbakat yang tampil istimewa. Ketika Steven Gerrard mencapai level terbaiknya kembali dengan 13 gol dan 9 assist. Pensiunnya Jamie Carragher pun langsung tergantikan bocah lokal seperti Jon Flanagan yang tak disangka begitu impresif.

Saya belum terbiasa membela sebuah tim seperti ini. Sehingga keraguan dan pesimisme masih acap datang. Ketika Liverpool kesayangan anda berubah menjadi luar biasa, anda akan kaget dan beradaptasi ulang. Sejauh ini kalem dan enjoy adalah cara utama untuk tetap mendukung tim. Namun, keyakinan semakin besar bahwa The Reds telah kembali ke jajaran tim yang patut diperhitungkan bersama B-Rod.

Tuhan, jikalau memang ini adalah tahun kami melepas kesabaran, berikan sebuah pelepas dahaga tak terlupakan dalam bentuk penghargaan istimewa, dengan cara yang spesial, setelah melewati jalan yang terjal. Karena kami percaya, kesabaran tak ada batasnya dan di ujung kesabaran terdapat kebahagiaan yang tak terjamah perasaan.

So, Juara Kita Musim Ini?


Written By: @redzkop
Read more ...

8 April 2014

Teatrikal? Taktikal!


Peluit panjang berbunyi dari pojok timur kota London, menandakan skor akhir 2-1 kemenangan tim tercinta Liverpool FC atas tuan rumah West Ham United. Bukan suatu skor kemenangan yang diinginkan kebanyakan dari kita memang. Dimana gol-gol yang tercipta bukanlah berasal dari situasi open play, permainan terbuka nan cantik, Poetry in Motion, puisi dalam gerakan dimana gerakan-gerakan tersebut secara buas mampu mengikis dan menyayat pertahanan lawan dan membuahkan beberapa gol bersarang ke gawang mereka. Bukan. Kedua gol tersebut berasal dari titik putih yang keduanya mampu dikonversi dengan matang oleh sang kapten, Steven “Spottee G” Gerrard. Patut dicamkan bahwa penalti bukan hanya soal tipu-tipu wasit ataupun semata pemberian untung-untungan saja layaknya lotere. Penalti pada hakikatnya diperoleh karena pemikiran pendek dan kecerobohan lawan dalam mengatasi pergerakan di dalam kotak penalti mereka , sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa penalti juga berasal dari skema serangan yang matang..cuma sedikit dibantu oleh kecerobohan bertahan pemain lawan. Itu saja.

Pendekatan taktik dari suatu tim ke tim yang lain tidaklah senantiasa sama. Contoh, West Ham. Tim “Sepakbola abad ke-19”, tidak tampak antusias dalam melakukan inisiatif serangan dan tidak segan-segan untuk menumpuk sebagian besar pemain mereka di zona pertahanan. Akan suicidal jika bermain terlalu terbuka, terlebih filosofi bola-bola atas mereka yang akan dengan mudahnya mengeksplotasi keterbukaan tersebut. Diperlukan taktik yang berbeda. Secara taktis, kita melakukannya dengan baik. Terlebih dengan masuknya Lucas di babak kedua yang memberikan tenaga baru di lini tengah, Dan kecerdikan Luis Suarez dan Jon Flanagan dalam memanfaatkan keberingasan para pemain Hammers dalam bertahan, mengubahnya menjadi bumerang yang merugikan tim mereka sendiri. Suarez dengan kecakapan liak-liuknya mampu memaksa James Tomkins secara ceroboh melakukan handsball di kotak terlarang. Flanagan,  penetrasi yang dilakukan oleh sang “Cafu Merah” memaksa Adrian menjatuhkan dirinya. Kedua penalti dibuat dengan keputusan yang tepat. Teatrikal? Taktikal lebih tepatnya.

Penalty FC, Liverpen atau apalah sebutannya. Peduli Setan. Namun maaf-maaf saja jika secara tidak langsung gelar Penalty FC telah berpindah tangan pada musim ini. Berhubung gelar peringkat ketujuh dan Robin Hood FC juga telah berpindah tangan. Ya, impas lah.

TETAP PERCAYA



Kemenangan yang tidak begitu cantik itulah yang kembali menangguhkan rekor 9 pertandingan selalu menang di liga sekaligus mengantarkan posisi kembali ke puncak. Toh pada intinya, dalam bentuk apapun, tiga poin adalah sebuah hal yang selalu diapresiasi. Kemenangan haruslah selalu tersaji rapi di atas nampan dalam tiap usai pertandingan, tidak peduli bagaimana cara kemenangan tersebut diolah. Apakah serapi dan se-elegan koki restoran berbintang ataupun dengan ala kadarnya atau bahkan se-amburadul anak kost dalam mempersiapkan seporsi mie instan. Apapun, yang penting tiga poin. Terlebih di kala mendekati masa penghabisan musim seperti ini yang tinggal menyisakan 5 pertandingan lagi untuk dijalani, every (three) points count.

Semangat Rodgers and Boys dalam menjalani pertandingan-pertandingan sisa musim layaknya sebuah partai final patutlah diacungkan dua jempol. And now, 5 cup finals  to go. Dimana 2 dari 5 pertandingan sisa tersebut bersifat esensial dalam menentukan bisa/tidaknya kita meraih gelar Liga Primer. Ya, dalam dua pertandingan tersebut kita akan menghadapi Manchester City dan Chelsea, dua-duanya pesaing terdekat yang tengah berpacu untuk menggondol piala yang sejauh ini telah dipegang oleh 6 manager berbeda sejak kompetisinya perdana bergulir 22 tahun silam. Faktor main kandang bisa menjadi nilai plus kita kala bersua kedua tim tersebut. Bisakah kita? Tetap percaya.

“It’s not Faith if you use your eyes”, suatu kepercayaan tidak hanya akan menjadi keyakinan buta semata apabila kita mampu melihatnya dengan mata kepala kita sendiri. Seperti itulah penggalan lirik dari lagu yang dilantunkan oleh Hayley Williams, frontwoman grup band asal AS, Paramore, yang berjudul “Miracle” sebagaimana saya mencoba untuk menginterpretasikan isi dari penggalan lirik tersebut.

Liverpool yang kita kenal musim ini tak hanya mengandalkan tim2 yang berada dibawahnya lagi dalam hal mengeruk tiga poin. Tapi juga mampu memanfaatkan pertandingan big match, pertandingan melawan tim2 yang berada dalam satu lingkup 5-6 besar dan memanfaatkannya kedalam bentuk tiga poin utuh. Dan kita telah melihat bagaimana nasib tim2 tersebut kala bermain di Anfield. Everton 4-0, Arsenal 5-1, Spurs 4-0. Memang terlalu naif jika membandingkan tim2 tersebut dengan calon lawan yang akan kita hadapi di Anny Road dalam 3 pertandingan ke depan. Well, bukan alasan terkuat memang mengapa kita bisa mengalahkan mereka, namun setidaknya dengan fakta-fakta tersebut kita tidak memiliki alasan yang kuat juga untuk tetap menggelengkan kepala sembari bergumam ‘Ah, gak mungkin’. Anything is possible for those who believe, right?  Nikmati saja sisa 5 laganya. Walk on and dream on with hope in our heart.

Written by: @demas_sasongko
Read more ...